(Persembahan Untuk Para Sahabat)
Sahabat adalah dorongan ketika engkau hampir berhenti, petunjuk jalan ketika engkau tersesat, membiaskan senyuman sabar ketika engkau berduka, memapahmu saat engkau hampir tergelincir dan mengalungkan butir-butir mutiara doa pada dadamu...Ikhwan and akhwat...moga hati kita dipertautkan karena-Nya
Terimakasih Telah Menjadi Sahabat Dalam Hidup kami

rss

Rabu, 26 Desember 2007

Mohon Bacaan Fatihah

kepada temen-temen bloger atau kepada siapa aja yang melihat tulisan ini saya mohon kepada anda semua untuk sudilah kiranya membacakan sebuah suroh fatihah kepada saya. dan sekedar berdoa agar banjir yang melanda tempat saya bisa segera surut. karena dalam waktu dekan ini (sekitar lima hari lagi) saya dan keluarga akan ada hajatan besar. Terima kasih kepada anda semua yang mau sekedar mendoakan saya. Semoga amal ibadah anda semua di terima oleh Allah SWT. dan biarlah hanya Allah yang membalas kebaikan anda semua. wassalam (Alif Nur Rohman dan Segenap Keluarga)

Sabtu, 22 Desember 2007

Cara Kambing Naik Sepeda



Pernah Naik sepeda sebelumnya? Wah keren banget nih gambarnya.

Barat Dan Timur Milik Allah

Ada beberapa pertanyaan esensial, yang menyentuh tauhid, ketika kita mendiskusikan kenapa kita mesti menghadap Ka'bah pada saat shalat. Dalam kerangka pemikiran Fisika modern, saya telah mengemukakan bahwa penyatuan arah kiblat itu berfungsi untuk memfokuskan getaran-getaran gelombang elektromagnetik dari seluruh energi yang dipancarkan umat Islam, pada saat mereka shalat maupun berthawaf. Agaknya, ini menjadi mekanisme dalam interaksi antara Allah dengan hamba-hambaNya.

Namun untuk lebih meyakinkan, secara filosofis, agaknya kita perlu mendiskusikan kembali tentang keberadaan Allah. Diskusi tentang hal ini seringkali memang sangat rawan. Tetapi, daripada tidak jelas tertangkap oleh pemahaman kita, saya lebih memilih untuk mendiskusikan saja secara terbuka. Toh, Nabi Ibrahim juga mengalami proses yang sama tentang ketauhidan ini. Meskipun awalnya salah salah, toh akhirnya beliau memperoleh kesimpulan yang sangat mendalam dan mengesankan tentang eksistensi Allah. Sehingga, Ibrahim pun jadi kesayangan Allah.

Sebagaimana Ibrahim muda, kita mesti selalu bertanya dimanakah Allah? Selama pertanyaan ini belum terjawab dengan tuntas, maka akan selalu menghantui benak kita. Dan akan mengganggu kualitas peribadatan kita. Ya, karena kita tidak pernah tahu dan tidak pernah yakin dimana Allah berada. Sehingga kontak kita dengan Allah pun menjadi tidak jelas 'jluntrungannya'

Dimanakah Allah? Apakah Dia berada di Surga? Apakah Dia berada di langit, sebagaimana kita selalu berdoa dengan tengadah? Ataukah Dia berada di dalam hati kita? Ataukah Dia berada di akhirat? (Tapi akhirat itu dimana?) Ataukah Dia berada di Ka'bah? yang jelas, Allah mengatakan bahwa Dia bersemayam di Arsy. Tetapi dimana jugakah Arsy Allah itu? Semuanya perlu diperjelas.

Biasanya untuk gampangnya, lantas beberapa di antara kita menyarankan agar tidak memperpanjang diskusi tentang eksistensi Allah, karena bisa menjurus pada kemusyrikan. Tetapi kalau saya, pendapat semacam itu justru berbahaya karena eksistensi Allah dalam benak kita menjadi tidak jelas. Kenapa tidak kita tiru Ibrahim saja. Meskipun salah-salah di awalnya, akhirnya ketemu juga.

Kalau disebut musyrik, Ibrahim juga pernah musyrik, karena menganggap matahari, bulan dan bintang adalah Tuhan. Toh pada akhirnya Allah menunjukkan jalan yang sebenarnya. Semua itu karena Ibrahim pantang menyerah untuk menuju kepada Allah. Dengan tekad yang besar dan usaha terus menerus, tujuannya untuk mencari Allah akhirnya berhasil.

Maka, kembali kepada pertanyaan ‘dimanakah Allah’, marilah kita kumpulkan semua jawaban yang mungkin, kemudian kita bahas, satu per satu.

Apakah Allah tinggal di 'rumah'Nya di Ka'bah, baitullah?' Tentu jawaban ini sangatlah naif. Sudah pasti Allah tidak bertempat tinggal di Ka'bah. Baitullah, atau 'Rumah Allah' itu hanya menunjukkan kepemilikan, bahwa rumah suci itu milik Allah. Sama sekali tidak menunjuk kepada tempat tinggal.

Tidak ada satu ayat pun dan secuil informasi hadits pun yang menyebut bahwa Allah 'tinggal' di Ka'bah, seperti dituduhkan oleh banyak orang di luar Islam, bahwa seakan akan umat Islam ini menyembah Ka'bah dimana Allah bertempat tinggal. Apalagi lantas menyembah batu hitam, Hajar Aswad. Kedudukan Ka'bah dalam peribadatan umat Islam tidak lebih hanya sebagai kiblat, yang secara teknis telah saya uraikan di depan, tentang manfaatnya.

Lantas, apakah Allah berada di surga? Seberapa luaskah surga itu, sehingga dikatakan Allah tinggal di sana. Bukankah Allah Maha Besar? Allah adalah Dzat yang 'Paling Besar' di antara semua eksistensi yang bisa kita sebut. Jika Allah berada di dalam surga, berarti surga itu lebih besar daripada Allah. Maka, berarti Allah tidak Maha Besar. Jadi, pendapat bahwa Allah berada di dalam surga, dalam konsep Islam, tidak bisa diterima.

Kalau begitu, barangkali Allah berada di langit. Buktinya, kita selalu berdo'a kepada Allah dengan cara tengadah. Dan sering pula kita mengatakan 'yang Di Atas', untuk menunjuk keberadaan Allah. Tetapi seberapa luaskah langit itu, sehingga ia bisa 'mewadahi' eksistensi Allah?

Memang sebagaimana telah saya uraikan di depan bahwa langit semesta ini sangatlah besar. Bahkan luar biasa besar, karena diameternya diperkirakan oleh para Astronom sebesar 30 miliar tahun cahaya. Usia kita tidak ada apa-apanya dibandingkan besarnya alam semesta ini. Tetapi apakah ia mampu 'mewadahi' Allah? Terlalu naif jika kita mengatakan bahwa Allah ada di langit.

Dan lagi, dengan berkata begitu, kita sama saja dengan mengatakan bahwa Allah tidak berada di bumi. Sama saja dengan ketika mengatakan bahwa Allah ada di Surga, maka berarti Allah tidak berada di Neraka. Jika kita mengatakan Allah ada di atas, maka berarti Allah tidak berada di bawah. Jika Ia di langit maka tidak di Bumi.

Ada juga yang mengatakan bahwa Allah itu ada di hati kita masing masing. Kalau begitu apakah Allah itu banyak, sehingga berada di setiap hati manusia? Padahal kita semuanya sepakat, bahwa Allah itu hanya Satu.

Atau ada juga yang berpendapat bahwa Allah itu ada di akhirat. Maka, berarti Dia tidak berada di dunia? Dan lagi, dimanakah akhirat itu? Apakah ia ada di galaksi lain? Apakah sekarang belum ada? Tidak. Allah mengatakan bahwa alam akhirat itu sebenarnya sudah ada. Sebagaimana juga surga dan neraka itu sekarang sudah ada. Hanya saja belum ditampakkan.

Sungguh semuanya masih bersifat teka teki dan misterius. Karena itu, biasanya lantas kita berlindung kepada kata kata : bahwa Allah itu gaib keberadaanNya, sehingga kita tidak bisa memikirkanNya, dan apalagi melihat atau mengobservasiNya. Tentu tidak boleh demikian.

Sikap ini tidak sepenuhnya benar. Memang Allah gaib, tetapi bukan tidak bisa dipikirkan, sehingga kita lantas tidak bisa mengenali eksistensi Allah itu. Bahkan Dia sendiri memerintahkan kepada kita untuk mengenal Allah dari berbagai tanda-tandaNya. Kalau kita tidak mengenal Allah, bagaimana kita bisa mendekat dan akrab denganNya?

Jadi dimanakah Allah? Firman Allah berikut ini, bisa memberi-kan gambaran yang sangat baik kepada kita.

QS Nuur <24) : 42

“Dan kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah lah (semuanya) kembali.”

QS. Nisaa' (4) : 126

“Untuk Allah lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu”

Kedua ayat tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa segala eksistensi yang ada di alam semesta ini hanyalah milik Allah belaka. Karena itu Allah mengatakan bahwa kepadaNyalah semua itu akan kembali. Dan kemudian, secara. sangat jelas Allah mengatakan bahwa EksistensiNya meliputi segala yang ada itu.

Ini secara frontal telah menjawab pertanyaan 'dimanakah Allah? Bahwa Allah bukan hanya di langit, bukan hanya di surga, bukan hanya di hati kita, bukan hanya di Ka'bah, dan bukan hanya di akhirat. Tetapi, Allah meliputi segala yang ada.

Allah sekaligus berada di Akhirat, tetapi juga di dunia. Di surga tetapi juga di neraka. Di langit, namun juga di bumi. Di hati kita, tetapi sekaligus juga di hati seluruh. makhlukNya. Allah bersama segala benda yang bisa kita sebutkan (mulai dari atom dan molekul, seluruh makhluk hidup di muka bumi, hingga benda-benda langit yang tersebar di alam semesta ini) sampai pada hal-hal yang tidak bisa kita sebutkan, yaitu hal hal yang gaib. Tidak ada satu tempat pun yang Allah tidak berada di sana. Allah meliputi segala makhlukNya!

Kalimat terakhir ini sungguh sangat tepat dan sarat makna. Dengan mengatakan bahwa Allah meliputi segala makhlukNya, maka Dia telah memproklamirkan kepada seluruh makhlukNya bahwa DzatNya adalah Maha Besar. Bagaimana mungkin Dia bisa meliputi segala sesuatu, kalau Dia sendiri tidak Maha Besar.

Bayangkan saja, misalnya, Allah meliputi surga. Berarti Allah harus lebih besar dari surga. Padahal menurut QS Ali Imran 133, surga itu luasnya seluas langit dan bumi (ardhuhas samaawaati wal ardhi). Berarti Allah jauh melebihi ruang dan waktu yang terangkum dalam alam semesta, atau langit dan bumi ciptaanNya tersebut.

Tidak ada satu ruang kosong pun di mana Allah tidak berada di sana. Allah berada bersama saya, juga sedang bersama Anda. Tetapi sekaligus juga mengisi ruang antara saya dan Anda. Dan seluruh ruang di luar kita. Bagi Allah : di sini, di situ, di sana, tidak ada bedanya, karena Allah meliputi semuanya.

Demikian pula, bagi Allah: Barat dan Timur, atas dan bawah, kanan dan kiri, belakang dan depan, juga tidak ada bedanya. Karena Barat dan Timur adalah milik Allah, di mana Allah berada di sana dalam waktu yang bersamaan. Juga, karena Allah meliputi segala makhluk ciptaanNya itu.

Jadi keberadaan Allah terhadap ruang adalah mutlak. Sehingga, sebenarnya, pertanyaan 'Allah ada di mana' adalah sebuah pertanyaan yang keliru. Karena Allah tidak terikat ruang. Dia berada di mana-mana dalam waktu yang bersamaan.

Pertanyaan 'dimana' hanya bisa dikenakan kepada sesuatu yang berada di dalam ruang. Padahal yang terjadi pada Allah adalah sebaliknya : ruang itulah yang berada di dalam Allah!

Demikian pula mengenai waktu. Allah tidak terikat waktu. Allah juga tidak berada di dalam dimensi waktu. Bagi Allah: sekarang, besok, kemarin, 1 miliar tahun yang lalu, atau 1 miliar tahun yang akan datang, tidak ada bedanya. Sama persis. Allah berada di 1 miliar tahun yang lalu, sekaligus berada di 1 miliar tahun yang akan datang. Kenapa bisa begitu ? ya, karena Allah tidak berada di dalam dimensi waktu, tapi sebaliknya dimensi 'waktu' itulah yang berada di dalam Allah. Karena itu pertanyaan 'Kapan' bagi Allah tidaklah ada artinya. Allah adalah sebuah 'Kemutlakan' bagi dimensi ruang dan waktu. Ini sekaligus juga bisa menjelaskan kenapa Allah itu Maha Tahu. Karena Allah berada dimasa lalu dan masa depan sekaligus. Sehingga kejadian dulu dan akan datang bagi Allah tidak ada bedanya. Begitu juga Allah berada di sana dan di sini sekaligus, sehingga kejadian di mana pun bagi Allah tidak ada bedanya. Semua itu terjadi di dalam Allah

Maka, sebenarnya shalat menghadap kemana pun bagi kita adalah sama saja. Kita pasti menghadap Allah, karena Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui, seperti difirmankan Allah,

QS. Al Baqarah (2) : 115

“Dan kepunyan Allah lah Timur dan Barat, maka kemana pun kamu mengadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas dan Maha mengetahui.” (Bahrul Ulum)

Panggilan Datang Ke Baitullah

Bagian terakhir dari diskusi kita ini menyentuh sisi Tauhid. Bahwa kedatangan kita ke baitullah adalah untuk memenuhi panggilan Allah. Tentu, kita tidak secara sederhana dan harfiah lantas menafsirkan panggilan ini sebagai panggilan yang 'berjarak'. Panggilan di sini lebih tertuju kepada hati. Maukah kita menjalani ibadah haji dengan segala persyaratannya itu? Adakah upaya kita untuk bersusah payah menjalankan perintah Allah? Sebab dengan susah payah itulah kita membuktikan kecintaan kita kepadaNya. Dan karenanya, Allah memberi balasan yang lebih baik kepada kita

Betapa banyaknya orang yang ‘dipanggil’ oleh Allah untuk datang kepadaNya tetapi tidak datang. Mereka bukannya mendekat tetapi malah menjauh. Kalau mereka bergerak menjauh, yang terjadi justru mereka akan semakin jauh. Dan suatu ketika akan terlempar dari pusaran kehidupan yang sesungguhnya.

Kehidupan ini bagaikan sebuah putaran, dimana kita berada di dalamnya. Allah menjadi pusat dari seluruh putaran itu. Secara alamiah, orang yang berada di dalam putaran tersebut akan cenderung untuk terlempar keluar. Ada gaya sentrifugal, yang menyebabkan dia terlempar keluar putaran, menjauh dari pusatnya.

Sama, kehidupan kita ini secara alamiah bisa melempar kita menuju posisi yang menjauhi Allah. Kecenderungan orang untuk berbuat yang dilarang Allah itu lebih besar dari pada untuk mendekati Allah. Di sini ada semacam ‘gaya sentrifugal’ yang dimainkan oleh peran antagonis kita, yaitu setan.

Berbuat jahat selalu terasa lebih mudah dibandingkan berbuat baik. Berbuat baik membutuhkan energi ekstra untuk melawan ' gaya sentrifugal' dari setan. Ini sama persis, dengan putaran roda. Dalam posisi bergerak melingkar, kita membutuhkan tenaga ekstra untuk bisa mendekati pusat putaran, yaitu Allah.

Akan tetapi semakin dekat ke pusat putaran, energi yang kita butuhkan akan semakin kecil. Sebaliknya semakin jauh dari pusat putaran, energi yang kita butuhkan untuk melawan gaya sentrifugal itu akan semakin besar.

Jadi kalau kita sudah terlanjur berbuat dosa, untuk kembali kepada Allah membutuhkan energi yang lebih besar. Semakin besar dosa kita, semakin berat upaya yang harus kita lakukan untuk kembali kepada Allah. Sebaliknya, kalau kita berbuat kebaikan terus semakin dekat ke pusat maka energi yang kita butuhkan akan semakin kecil. Dan pada suatu ketika, kita berada di pusat, “menyatu” dengan Allah, kita tidak akan pernah lagi terpental keluar dari putaran kehidupan ini.

Pada saat persis di pusat putaran itu, kita tidak lagi berputar!! Karena yang berputar itu hanyalah mereka yang berada di luar pusat. Pada titik nol kita telah terlepas dari ukuran duniawi kita. Lantas, kita seperti memiliki kekuatan yang luar biasa dan karomah. Seringkali pada titik inilah terjadi banyak keanehan dan keajaiban. Semua itu karena kita telah 'bersatu' dengan Allah, Sang Pemilik Alam Semesta, sehingga boleh jadi orang akan melihatnya telah terlepas dari hukum-hukum alam yang sewajarnya.

Jadi, marilah kita penuhi panggilan Allah untuk menuju ke 'Pusat' kehidupan itu. Di sanalah letak kehidupan yang sesungguhnya. Memang berat untuk memulainya, tetapi kalau sudah kita mulai, maka semakin lama akan semakin mudah, semakin nikmat. Dan, ketika mencapai pusat itulah kita akan memperoleh kenikmatan yang luar biasa, yang tiada bandingnya.

Minal Masjid Ilal Masjid

Masjid adalah tempat yang suci dan menyimpan banyak energi positif. Semakin tua umur masjid itu, semakin besar pula energi yang terkandung di dalamnya. Kenapa demikian? Sebab, setiap kali jamaah melakukan shalat, energi shalat itu akan meresonansi ruangan itu. Demikian pula ketika banyak orang membaca Al Quran, energinya akan tersimpan di lingkungan sekitar. Makin lama energinya akan membesar seiring dengan akumulasi energi yang terjadi.

Maka bisa kita bayangkan betapa besarnya akumulasi energi yang ada di dalam masjid al Haram. Masjid ini dijadikan tempat orang bershalat dan berthawaf oleh jutaan manusia selama ribuan tahun Maka energi yang tersimpan di Masjid al Haram sangatlah luar biasa.

Karena itu tidaklah heran jika masjid ini juga dijadikan oleh Rasulullah Muhammad saw untuk tempat keberangkatan perjalanan Isra' Mi'raj. (Lebih jauh dan mendetil akan saya jelaskan di kesempatan lain tentang Isra' Mi'raj, akan tetapi secara sekilas akan saya jelaskan pokok pokoknya di sini.)

Ada pertanyaan di benak kita: kenapa Rasulullah melakukan perjalanan yang sangat bersejarah itu dari masjid ke masjid. Yaitu dari Masjid al Haram ke Masjid al Aqsha. Kenapa bukan dari gua Hira', misalnya. Atau dari rumah nabi? Ini ada kaitannya dengan akumulasi energi yang terjadi di masjid-masjid tersebut.

Perjalanan nabi Muhammad pada saat Isra' Mi'raj itu adalah perjalanan energial. Dimana badan nabi telah diubah oleh malaikat Jibril menjadi badan energi. Sehingga beliau bisa melesat dengan kecepatan yang sangat tinggi, melintasi jarak Mekkah Palestina.

Untuk mendukung perjalanan energial itulah Rasulullah diberangkatkan dari masjid ke masjid yang lain. Hal ini bisa dianalogikan dengan apa yang terjadi dalam film science fiction Startrek. Mr Spock pelaku utama dalam film itu jika ingin berpindah dari satu tempat ke tempat lain, cukup masuk ke dalam tabung energi. Ketika berada di dalam tabung energi itu, badan Mr Spock dimusnahkan menjadi energi. Kemudian energi itu dipancarkan secara elektro magnetik. Dan pancaran itu diterima oleh tabung lain. Di dalam tabung lain itu tubuh energial Mr Spock dimaterialkan lagi. Maka dia sudah berpindah tempat.

Bisakah itu terjadi? Menurut teori Einstein, ini bisa dijelaskan melalui rumus E = MC2. Dimana E adalah energi. M adalah massa atau materi. Dan C2 adalah kecepatan cahaya kuadrat.

Artinya, energi bisa diciptakan dari sejumlah materi yang dimusnahkan dikalikan kecepatan cahaya kuadrat. Sebaliknya, materi juga bisa diciptakan dengan cara mengkristalkan energi, yang besarnya sebanding dengan jumlah energi tersebut dibagi dengan keeepatan cahaya kuadrat.

Dengan kata lain, sebenarnya secara teoritis kita bisa mengubah materi tubuh manusia menjadi sejumlah energi, dan sebaliknya. Dengan demikian, apa yang terjadi pada Mr Spock itu sebenarnya bisa diterima secara ilmiah. Meskipun, sampai kini manusia belum bisa menciptakan mesin pernusnah materi menjadi energi dala skala besar.

Namun demikian, kalau kita bisa menerima nalar ini, kita juga bisa menerima penjelasan bahwa Rasulullah bisa melakukan perjalanan Isra'Mi'rajnya itu dengan menggunakan badan energial. Tabung pemusnahnya adalah masjid al Haram, dan Tabung Penerimanya adalah masjid al Aqsha. Demikian pun sebaliknya, ketika melakukan perjalanan pulang.

Energi yang tersimpan di masjid itu telah menjadi salah satu faktor pendukung terjadinya perubahan material badan nabi. Apalagi beliau didampingi oleh malaikat Jibril yang berbadan cahaya. Selain itu, sebelum berangkat nabi juga telah ‘berwudlu’ dengan air zam-zam salah satu petilasan nabi Ibrahim yang juga mengandung energi positif sangat besar.

Dalam laboratorium nuklir, kita bisa membuktikan bahwa elektron dan positron dengan energi tertentu bisa direaksikan menjadi sejumah energi, berupa sinar Gama. Sebaliknya, sinar Gama dengan energi tertentu juga bisa dipecah menjadi elektron dan positron ketika, dilewatkan medan inti atom. Hal ini membuktikan bahwa memang energi bisa diubah menjadi materi dan materi bisa diubah menjadi materi. Secara ilmiah tidak perlu diragukan lagi. Reaksi ini disebut sebagai reaksi annihilasi.

Akan tetapi bagaimana mungkin, sosok tubuh manusia diubah menjadi energi seluruhnya, dan kemudian dikembalikan dari energi menjadi material?

Di sinilah peranan Allah. Susunan tubuh manusia sangatlah rumit. Mulai dari atom-atom yang menyusun molekul, sel-sel, dan seterusnya hingga tubuh secara utuh. Jika kita melakukan proses anihilasi terhadap tubuh manusia, masalah terbesarnya adalah mengembalikan tubuh itu secara utuh persis seperti semula.

Akan tetapi kita tahu bahwa Allah adalah yang menciptakan tubuh kita. Karena itu Dia tahu persis susunannya. Sehingga tidaklah sulit bagi Allah untuk memusnahkan material tubuh kita menjadi energi, dan kemudian mengembalikannya menjadi material tubuh kita lagi.

Secara keimanan kita bisa menerima penjelasan itu sepenuhnya. Dan secara ilmiah memang hal itu juga sangat memungkinkan, dan bisa dijelaskan. Dalam hal ini, masjid yang mengandung akumulasi energi itu telah berfungsi sebagai tabung energi dalam proses anihilasi tersebut.

SELURUH MAKHLUK BERTASBIH LEWAT GERAKAN

Semua benda di alam semesta ini bergerak. Tidak ada satu pun benda diam. Mulai dari benda yang paling kecil sebutlah partikel atom, sampai yang terbesar misalnya bintang semuanya bergerak. Dan uniknya, pergerakan itu melingkar-lingkar.

Sebutlah elektron, sebagai partikel elementer. Dia setiap saat tidak pernah berhenti berputar pada dirinya sendiri berotasi (spin). Selain itu, jika ia berada di dalam atom, ia akan bergerak melingkari pusat atom, atau melakukan revolusi pada orbitnya.

Setelah itu, atom-atom itu akan membentuk sistem yang lebih besar yang disebut molekul. Molekul inilah yang membentuk unsur unsur maupun senyawa, berupa benda-benda yang tersebar di seluruh penjuru alam.

Pada benda yang lebih besar lagi, ternyata gerakan-gerakan berputar itu kembali terjadi. Bumi misalnya, berputar persis seperti elektron. Bumi berputar pada dirinya sendiri (rotasi). Dan juga berputar mengelilingi matahari, persis seperti elektron mengelilingi inti atom. Di orbit-orbitnya juga ada planet-planet yang bergerak melingkari matahari.

Dan yang lebih unik lagi, ternyata setiap matahari yang dikelilingi oleh sejumlah planet termasuk bumi itu juga mengelilingi pusat galaksi. Galaksi yang kita tempati ini bernama Bima Sakti. Pusatnya dikelilingi oleh sekitar 100 miliar matahari, dan ratusan miliar planet-planet.

Demikian pula galaksi-galaksi itu ternyata juga berputar-putar mengelilingi pusat Superkluster. Superkluster adalah kumpulan galaksi galaksi yang berjumlah sekitar 100 miliar galaksi. Jadi di dalam sebuah Superkluster terdapat sekitar 10.000 miliar matahari, dan trilyunan planet. Semuanya berputar-putar mengelilingi pusatnya. Sampai kini belum diketahui batas alam semesta ini. Tetapi diyakini, setiap benda melakukan geraka-gerakan melingkar mengitari pusat alam semesta yang entah dimana tempatnya.

Maka, kita tidak melihat ada benda yang berhenti mutlak di alam semesta ini. Sebuah meja yang kita lihat tidak bergerak di hadapan kita, sebenarnya dia sedang bergerak mengelilingi matahari bersama bumi. Miliaran benda lainnya di atas bumi juga demikian. Seakan-akan dia diam, padahal sedang dibawa oleh bumi untuk mengelilingi matahari. Bahkan juga mengelilingi pusat galaksi dan pusat Superkluster.

Lantas timbullah pertanyaan di benak kita. Kenapa benda-benda itu terus bergerak? Kapan mulainya? Kapan berhentinya? Dari mana energi gerak itu timbul? Dan untuk apa?

Dalam pengamatan teleskop Hubble yang ditempatkan di atas atmosfer bumi diketahui bahwa seluruh benda langit di angkasa luar memang sedang bergerak saling menjauh. Ternyata, ini disebabkan oleh ledakan besar yang terjadi pada awal penciptaan alam semesta, yang dijelaskan dalam sebuah teori Big Bang.

Karena ledakan yang luar biasa dahsyatnya itu, maka seluruh material alam semesta terpental ke segala penjuru langit, sejak sekitar 12 miliar tahun yang lalu hingga sekarang. Bahkan hingga nanti sekitar 3 miliar tahun lagi, sebelum kemudian dilanjutkan dengan periode akhirat.

Jadi, dari ledakan itulah sumber energi alam semesta ini awalnya terjadi. Energi itu tersisa hingga kini, dalam bentuk putaran benda langit secara sendirian maupun kolektif. Memang aneh, kenapa bisa berputar. Kita belum bisa menjawabnya. Akan tetapi dengan berputar itulah justru keutuhan alam semesta ini terjaga, hingga kini. Ada gaya tarik antar benda langit, yang membuatnya seimbang dan tidak saling bertubrukan.

QS. Ar Ra'du (13) : 2

“Allah lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk Nya), menjelaskan tanda tanda (kebesaran Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.”

QS. Al Mulk (67) : 3-4

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka libatlah berulang-ulang, maka apakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang ?”

“Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglibatanmu itu pun dalam keadaan payah”

Setiap gerakan berputar menghasilkan energi. Elektron punya energi karena dia bergerak berputar. Baik pada dirinya sendiri maupun karena mengitari inti atom. Bumi juga demikian. Matahari, planet planet, bintang, dan semua benda di alam semesta ini memiliki energi karena dia bergerak. Jika dia diam, mutlak, maka dia mati. Tak punya energi lagi. Kehidupan ini terjadi karena ada gerakan, baik di tingkat partikel elementernya, atau di tingkat atom, di tingkat molekul, atau yang lebih besar lagi.

Dan yang paling unik, gerakan dari berbagai benda itu ternyata saling menjaga dan memberikan keseimbangan terhadap gerakan benda yang lain. Kalau saja pergerakan benda-benda di alam ini tidak saling memberikan keseimbangan, maka sudah sejak lama kehidupan ini tidak terjadi. Hancur saling bertabrakan. Jadi, esensi kehidupan ini sebenar-nya adalah gerakan dan keseimbangan.

Semua benda di alam ini berpusat pada ‘Satu Aturan’ yang harmonis. Trilyunan ragam benda tunduk pada ‘Satu Pusat’ saja. Inilah yang digambarkan oleh Allah di dalam berbagai ayatNya.

QS. Al Israa (17)

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada satu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun.”

Ayat-ayat tentang bertasbihnya alam semesta kepada Allah ini banyak jumlahnya, hampir 40 ayat. Di antaranya adalah QS. An Nuur : 4 1, Ar Ra'du : 13, Al Anbiyaa.: 79, Shaad : 18, Asy Syuura : 5, dan lain sebagainya.

Nah, kembali kepada shalat kita, maka inilah salah satu alasan kenapa sembahyangnya orang Islam itu harus menggunakan gerakan. Bukan hanya berdiam diri, berkonsentrasi. Setiap gerakan akan menghasilkan perubahan energi dan menimbulkan medan elektromagnetik. Baik orang berthawaf maupun orang bershalat, kedua-duanya melakukan gerakan-gerakan yang berdasarkan putaran. Atau penggalan dari gerakan berputar, yang kalau diakumulasikan menjadi putaran berulang-ulang.

Shalat misalnya, setiap rakaatnya adalah sebuah gerakan yang jika diakumulasikan menjadi gerakan satu putaran, 360 derajat. Terdiri dari rukuk 90 derajat, dan sujud 135 derajat sebanyak 2 kali. Sehingga, sehari semalam kita telah melakukan gerakan berputar-putar minimal sebanyak 17 kali putaran (shalat wajib). Belum lagi shalat-shalat sunnah. Sedangkan Thawaf sangatlah jelas sebagai gerakan berputar mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali.

Hidup kita di bumi ini, sebenarnya berada di dalam medan magnet bumi. Sekaligus juga gaya gravitasi bumi. Seperti kita ketahui bahwa bumi ini memiliki gaya kemagnetan dan gaya tarik bumi. Maka, kalau kita bergerak-gerak di sebuah medan gaya seperti ini, akan muncul energi yang memberikan kekuatan kepada kita. Bergerak terus secara periodik akan menghasilkan energi bagi kehidupan kita.

Karena itu, agama kita ini mengajarkan kepada umatnya agar selalu melakukan pergerakan. Karena pergerakan itulah yang menjadikan kita hidup, sampai batas umur yang ditentukan Allah untuk setiap makhluknya.

Jangan apriori dan bosan terhadap gerakan yang periodik. Karena justru pada gerakan yang periodik itulah akan muncul energi yang semakin lama semakin besar. Banyak gerakan di alam semesta ini adalah gerakan periodik. Mulai dari gerakan elektron di dalam atom, sampai pada pergerakan bumi mengelilingi matahari, atau gerakan matahari mengelilingi galaksi, atau pun gerakan galaksi mengelilingi pusat superkluster. Semua itu adalah gerakan periodik yang justru menghasilkan kekuatan kehidupan.

Orang yang malas bergerak akan mengalami masalah dalam hidupnya. Baik yang bersifat fisik untuk kesehatannya, maupun untuk mencari rezeki bagi kelangsungan hidupnya.

Penelitian kesehatan mengatakan, bahwa orang yang tidak bergerak selama seminggu hanya tidur-tiduran atau bermalas-malasan massa ototnya akan berkurang 5 persen. Ini menunjukkan kesehatannya akan terus menerus mengalami penurunan.

Demikian juga dalam bisnis. Orang yang tidak pernah melakukan 'pergerakan' untuk mengembangkan rezekinya, bisnisnya dipastikan akan mengalami penurunan terus. Dan akhirnya bangkrut. Hidup adalah bergerak. Bagi mereka yang tidak mau bergerak, dia akan mati.

Lihatlah burung. Meskipun dia tidak tahu akan dapat rezeki atau tidak pada hari ini, dia tetap terbang untuk berusaha menyambung hidupnya. Dan karena itu, Allah lantas memberinya rezeki.

Demikian pula otak dan akal kita. Jika tidak pernah dipakai, bukannya bertambah awet, melainkan justru bertambah tumpul. Kita harus terus menerus mengembangkan kemampuan otak serta melakukan daya-daya kreasi tanpa henti, agar akal dan otak kita terus hidup dan semakin bertambah kualitasnya. Jilka pergerakan itu berhenti, maka otak kita pun mati.

Sama juga dengan proses keagamaan kita. Lakukanlah pergerakan terus menerus untuk mendekat kepada Allah. Karena jika kita berhenti, maka selesailah perjalanan keagamaan kita janganlah beragama dengan kualitas yang sama terus, antara hari ini dan hari esok. Itu menunjukkan bahwa proses beragama kita telah mati.

Rasulullah sendiri mengajarkan kepada kita, bahwa beragama yang baik adalah jika hari ini kita lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok kita lebih baik dari hari ini. Grafiknya terus meningkat. Sehingga. Insya Allah kita akan kembali kepadaNya dalam keadaan yang khusnul khotimah. Amiin...(Bahrul Ulum)

Berkomunikasi Dengan Allah

Selain menyerap dan meresonansi hati kita dengan energi positif dari Allah, shalat kita juga menghasilkan pancaran energi. Pancaran energi itu memiliki dua kegunaan. yang pertama, bersifat vertikal alias hablum minallah. Dan yang kedua bersifat horisontal alias hablum minannas.

Pancaran yang bersifat vertikal berfungsi untuk berkomunikasi dengan Allah. Pusaran energi itu berasal dari hati kita saat berkomunikasi dengan Allah. Jadi kita berkomunikasi dengan Allah secara energial. Bukan menggunakan panca indera ataupun mulut kita. Karena sudah bisa dipastikan bahwa panca indera kita ini tidak mampu digunakan untuk melihat Allah, atau untuk mendengarNya.

Hal ini pernah juga dialami oleh nabi Musa ketika beliau berada di Gunung Sinai. Pada waktu itu nabi Musa mengatakan kepada Allah, bahwa beliau ingin melihat Allah. Akan tetapi akhirnya pingsan, sebelum Allah menampakkan DiriNya.

QS. Al A'raaf (7) : 143

“Dan ketika Musa datang untuk (bermunajat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman kepadanya, berkatalah Musa : ya Tuhanku, nampakkanlah (DiriMu) kepadaku agar aku dapat melihatMu Tuhan berfirman : Kamu sama sekali tidak akan mampu melihatKu, tapi lihatlah bukit itu, jika ia tetap di tempatnya, maka kamu akan mampu melihatKu. Ketika Tuhan menampakkan Diri kepada gunung itu, maka hancurlah gunung itu, dan Musa pun pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata : Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepadaMu dan aku adalah orang yang pertama-tama. beriman. “

Eksistensi Allah sangatlah dahsyat, di luar kemampuan makhlukNya. Jangankan melihat Allah, melihat matahari ciptaan Allah saja mata kita pasti buta. Atau jangankan mendengar Allah, mendengar petasan meletus di dekat telinga kita saja, pendengaran kita jadi tuli. Jadi jangan pernah berharap kita bisa berkomunikasi dengan Allah melalui panca indera.Yang bisa kita lakukan adalah berkomunikasi dengan Allah lewat hati kita, secara energial. Dan begitulah, sekali lagi, mekanisme turunnya wahyu dari Allah kepada para rasuINya. QS. Asy Syuura (42) : 51

“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata denganNya kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir, atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizinNya apa yang Dia kehendaki Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”

QS. Asy Syu'araa (26)

“Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan Semesta Alam Dia dibawa turun oleh Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang orang yang memberi peringatan.”

Dan ternyata, mekanisme wahyu ini bukan hanya digunakan kepada manusia, tetapi juga kepada malaikat (QS. 8:12), kepada lebah (QS. 16:68), dan kepada langit (QS. 41:12). Di sini kita semakin jelas, bahwa. wahyu dipahami oleh para Rasulullah tidak lewat panca indera. Demikian pula ketika disampaikan kepada malaikat, kepada lebah dan kepada langit, tidak melalui ‘panca indera’. Ada mekanisme lain untuk memahami wahyu. Kalau manusia, memahaminya dengan hati atau indera ke enamnya.

Maka, mekanisme inilah yang harus kita pahami agar kita bisa berkomunikasi dengan Allah. Kalau hati kita belum cukup tajam untuk melakukan komunikasi itu, harus dilatih. Bagaimana cara melatihnya? Lakukanlah banyak-banyak, berdzikir kepada Allah, membaca dan memahami Al Quran, merenungkan alam sekitar dalam kaitannya dengan Sang Pencipta.

Intinya, janganlah melakukan ibadah hanya ikut-ikutan saja, tetapi lakukanlah dengan sepenuh penghayatan dan pemahaman. Insya Allah, Dia akan memberikan kelembutan kepada hati kita, sehingga kita berkomunikasi dengan Allah sebagai para rasul juga berkomunikasi dengan Allah.

Selain pancaran energi yang bersifat vertikal, ketika shalat kita juga memancarkan energi secara horisontal. Energi ini akan meresonansi sekitar kita, manusia, binatang, tumbuhan, rumah dan seluruh lingkungan kita. Apakah dampaknya?

Lingkungan kita maupun orang yang dekat dengan kita akan ikut tentram dan damai. Maka Allah pun mengatakan kepada nabi Muhammad saw: “Tidak Aku utus engkau Muhammad, kecuali untuk menebar rahmat kepada semesta alam (QS. Al Anbiyaa : 10)

Sholat Sebuah Meditasi Energi

Shalat adalah sebuah meditasi energi. Kenapa dikatakan demikian? Karena shalat harus dilakukan dengan penuh kekhusyukan dan konsentrasi agar kita bisa berkomunikasi dengan Allah. Selain itu, doa-doa yang kita baca dalam shalat ternyata menghasilkan energi positif, yang kekuatannya bergantung pada kekhusyukan kita.

Harus kita ingat, bahwa tujuan utama Shalat kita adalah berdzikir kepada Allah. Agar dzikir kita tersebut bermakna, maka kita harus bisa menghadirkan Allah dalam setiap kalimat maupun gerakan gerakan shalat yang sedang kita jalani. Kalau yang terjadi justru kita ingat segala macam, maka tujuan utama shalat kita itu menjadi tidak tercapai.

Apa yang harus kita lakukan agar meditasi energi kita berhasil. Yang pertama, harus kita pahami bahwa kuncinya adalah hati. Hati lebih berfungsi untuk merasakan dan memahami. Sedangkan pikiran (otak) lebih berfungsi, untuk berpikir, mengingat, menganalisa. Pikiran (otak) ada di dalam kepala, sedangkan Hati ada di dalam dada. Dengan pemahaman ini, berarti kita harus mempasifkan pikiran kita yang ada di kepala, dan kemudian mengaktifkan hati yang ada di dalam dada.

Rasakanlah bahwa ketegangan yang terjadi tidak di kepala melainkan di dada. Atau dengan kata lain, janganlah berpikir tentang apa pun termasuk Allah, tetapi rasakanlah atau 'fahami' kehadiran Allah.

Dengan bahasa yang berbeda, bisa juga dikatakan: pasifkanlah panca indera. Kemudian aktifkanlah indera ke enam atau hati. Kenapa demikian? Karena Allah tidak bisa kita lihat dengan mata, atau kita dengar dengan telinga, atau dengan potensi panca indera kita. Yang bisa kita lakukan adalah 'merasakan' atau 'memahami' kehadiran Allah dengan hati atau dengan indera ke enam.


QS. Al A'raaf (7) : 179

“Dan sesungguhnya Kami, jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebi sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

Lihatlah, dalam ayat, ini Allah menyejajarkan penggunaan hati, dengan mata dan dengan telinga Artinya, Allah ingin memberikan kesan kepada kita bahwa fungsi hati adalah seperti panca indera, tetapi dengan mekanisme yang berbeda. Hati digunakan untuk memahami. Artinya, meskipun seseorang tidak bisa melihat dia tetap bisa memahami sesuatu dengan hatinya. Demikian pula, meskipun seseorang tidak bisa mendengar, dia tetap bisa memahami suatu persoalan, dengan cara yang lain.

Pemahaman yang ditangkap oleh hati lebih substansial dibandingkan dengan pancaindera. Memang kebanyakan manusia memahami sekitarnya lewat panca indera. Tetapi kita tahu bahwa orang yang melihat belum tentu memahami apa yang dia lihat. Orang yang mendengar juga belum tentu memahami apa yang dia dengar. Demikian pula orang yang meraba, belum tentu memahami apa yang dia raba. Tetapi kejadiannya bisa sebaliknya, bahwa seseorang bisa memahami pesoalan tertentu tanpa dia harus melihat, atau mendengar atau merabanya.

Karena itu, secara logika praktis, kita bisa melakukan meditasi tertentu, dan kemudian memahami ‘suatu persoalan’ secara langsung tanpa menggunakan panca indera kita. Cara inilah yang kita gunakan untuk mengkhusyukkan shalat kita. Panca indera kita pasifkan, dan yang kita aktifkan hati kita.

Cara ini juga yang digunakan Allah untuk menurunkan wahyu kepada para nabi dan rasul. Beliau-beliau memperoleh pemahaman wahyu itu tanpa harus melewati panca indera kemudian ke otak, melainkan langsung dipahami oleh hati. Hati yang sudah sangat tajam dan lembut, akan memperoleh pemahaman langsung yang lebih akurat dibandingkan pemahaman lewat panca indera. Karena panca indera dengan berbagai keterbatasannya seringkali malah menipu pemahaman kita.

Jadi yang kita lakukan dalam shalat kita itu, pada dasarnya adalah mencoba merasakan kehadiran Allah, sambil melakukan resonansi energi doa-doa yang kita baca untuk membuka hati kita. Mekanisme ini meniru mekanisme turunnya wahyu kepada para rasul, seperti saya jelaskan di atas. Demikian pula, cara ini seperti yang dilakukan oleh nabi Muhammad ketika berada di Sidratul Muntaha, saat Mi'raj di langit yang ke tujuh.

Maka apakah yang sedang terjadi ketika seseorang khusyuk di dalam shalatnya? Dia sebenarnya sedang melatih hatinya untuk bergetar mengikuti getaran-getaran lembut yang dipancarkan oleh doa-doa yang sedang dia ucapkan. Tetapi tentu saja, doa yang penuh dengan pemahaman. Bukan sekedar hafalan.

Jika ini yang terjadi dalam shalat kita, maka hati (indera ke enam) kita ini seperti sedang direparasi oleh Allah. Bintik-bintik hitam seperti kata Rasulullah akibat dosa-dosa kita itu, secara bertahap akan menghilang, sesuai dengan tingkat kekhusyukan kita. Jika sebelumnya hati kita tidak bisa beresonansi (bergetar) akibat banyak melakukan dosa, maka kekhusyukan shalat kita itu akan melembutkannya. Seperti sebuah pijat relaksasi yang kita lakukan terhadap badan kita ketika kita terlalu tegang atau capai. Maka, kekakuan hati kita akan mulai sirna. Hati menjadi lebih gampang bergetar oleh doa dan ayat-ayat yang kita baca pada saat shalat. Sebagaimana disebutkan Allah bahwa hati orang orang yang beriman itu gampang bergetar ketika disebut nama Allah.

Bahkan Allah mengatakan, bukan hanya hatinya yang lembut, tetapi kulitnya juga akan ikut melembut. Ketika tercapai tingkatan ini, maka efek psikologisnya hidup kita akan menjadi tentram. Orang yang hidupnya tentram, sabar, tidak grusa grusu, dan penuh keikhlasan, akan menemui keteraturan dan kedamaian selama di dunia dan di akhirat. Masalah boleh berdatangan dalam hidupnya, tetapi ia menghadapinya dengan penuh ketenangan, dan tawakal kepada Allah Sang Maha Perkasa dan Maha Menyayangi.

Buta Hati Di Dunia Buta Di Akhirat

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa sasaran penggarapan peribadatan dalam Islam adalah Hati. Sebelumnya juga telah dijelaskan bagaimana cara melembutkan hati agar bisa memunculkan aura jernih, yang menjadi ciri khas ahli Surga nantinya.

Disisi lain Allah juga memberikan gambaran bahwa hati ternyata menjadi indera utama kita ketika hidup di akhirat nanti. Hal tersebut dikemukakan oleh Allah di dalam ayat berikut,

QS. Al Israa (17) : 72

“Dan barangsiapa di dunia ini buta hatinya, maka di akhirat nanti juga akan buta, dan lebih sesat lagi jalannya.”

Sangat jelas Allah memberikan gambaran dalam ayat di atas bahwa kalau hati kita buta di dunia ini, maka nanti di akhirat kita tidak akan bisa melihat, dan kemudian hidup kita menjadi sangat susah di sana karena tidak tahu jalan. Tersesatlah kita. Kenapa bisa demikian? Bagaimana menjelaskannya?



Indera ke Enam

Manusia sebenarnya memiliki enam indera. yang lima indera disebut sebagai panca indera, sedangkan yang keenam disebut sebagai indera ke enam atau hati. Fungsi dan mekanisme panca indera dan indera ke enam sangatlah berbeda.

Panca indera terdiri dari mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit. Mata digunakan untuk melihat. Dan hanya bisa melihat ketika ada pantulan cahaya dari benda yang ingin dilihat ke mata kita. Jika tidak ada pantulan cahaya, meskipun ada benda di depan kita, benda tersebut tidak bisa kita. lihat. Misalnya dalam kegelapan yang sangat, kita pun tidak mampu melihat tangan kita sendiri.

Indera penglihatan ini memiliki berbagai keterbatasannya. la hanya mampu melihat jika ada pantulan ’cahaya Tampak’ pada frekuensi 10 pangkat 14 Hz. Ia tidak bisa melihat benda yang terlalu jauh. la juga tidak bisa melihat benda yang terlalu kecil seperti atom atau elektron. Juga tidak bisa melihat benda-benda di balik tembok. Bahkan mata kita gampang tertipu dengan berbagai kejadian, misalnya fatamorgana. Atau juga pembiasan benda lurus di dalam air, sehingga kelihatan bengkok. Dan lain sebagainya.

Penglihatan oleh mata kita sangatlah kondisional, dan tidak 'menceritakan' fakta yang sesungguhnya kepada otak kita. Ambillah contoh, gunung kelihatan biru bila kita lihat dari jauh. Padahal fakta yang sesungguhnya : pepohonan di gunung itu berwarna hijau. Contoh lain, bintang-bintang di langit kelihatan sangat kecil dan berkedip-kedip. Padahal sesungguhnya ia sangatlah besar, ratusan sampai ribuan kali lebih besar dibanding bumi yang kita tempati dan tidak berkedip-kedip.

Juga jika kita menganggap bahwa besi adalah benda padat yang massif dan diam. Pada kenyataannya, besi itu berisi jutaan elektron yang bergerak berputar-putar dan penuh dengan lubang. Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang membuktikan bahwa penglihatan kita ini mengalami distrorsi alias penyimpangan yang sangat besar.

Namun demikian mata inilah yang kita gunakan untuk memahami dunia kita. Ya, dunia di luar diri kita. Mata tidak bisa kita gunakan untuk ‘melihat’ dunia di dalam diri kita, seperti pikiran dan kehendak.

Keterbatasan penglihatan kita ini sebenarnya karunia dari Allah. Bayangkan jika penglihatan kita tidak terbatas. Kita pasti bisa melihat setan, bisa melihat manusia lain di balik tembok, atau melihat elektron-elektron pada air yang mau kita minum, atau melihat molekul-molekul udara yang mau kita hirup untuk bernafas. Hidup kita akan sangat kacau dan menakutkan...

Telinga, demikian pula adanya. Telinga adalah alat kelengkapan kita untuk memahami suara yang berasal dari dunia di luar diri kita. Telinga juga memliki berbagai keterbatasannya. la hanya bisa mendengar suara dengan frekuensi 20 s/d 20.000 Hertz (getaran per detik). Suara yang memiliki frekuensi tersebut akan menggetarkan gendang telinga kita, untuk kemudian diteruskan ke otak oleh saraf-saraf pendengar. Maka, hasilnya kita bisa ‘mendengar’ frekuensi suara yang berasal dari dunia luar kita itu.

Jika ada suara-suara yang getarannya di luar frekuensi tersebut (lebih tinggi atau pun lebih rendah) maka kita tidak akan bisa mendengarnya. Misalnya suara kelelawar dengan frekuensinya yang sangat tinggi. Atau juga suara belalang. Dan beberapa jenis suara lainnya. Kita juga tidak mampu menangkap suara yang terlalu lemah intensitasnya, seperti orang yang berbisik. Atau, kita juga tidak mampu menangkap suara yang terlalu jauh sumbernya dari kita. Juga tidak mungkin kita mampu menangkap suara-suara pada frekuensi sangat tinggi, seperti pada gelombang radio, dan lain sebagainya.

Pada intinya, telinga kita memiliki keterbatasannya. Sebagaimana mata, juga sering mengalami distorsi alias penyimpangan. Di tempat yang riuh misalnya, telinga kita tidak mampu menangkap pembicaraan dengan volume normal. Dan jika digunakan untuk mendengar suara yang terlalu keras, gendang telinga kita bisa mengalami kerusakan.

Allah memberikan batas pendengaran kita sebagai karunia dan rahmat. Bayangkan jika pendengaran kita tidak dibatasi, maka kita akan bisa mendengarkan suara-suara berbagai binatang malam. Juga kita bisa mendengarkan suara jin, dan lain sebagainya. sehingga kita pasti tidak akan bisa tidur karenanya...

Indera yang ketiga adalah hidung. Indera ini digunakan untuk memahami bau. Gas yang mengandung partikel-partikel bau menyentuh ujung-ujung saraf pembau di lubang hidung kita bagian dalam. Maka, dikatakan kita bisa membaui benda atau masakan tertentu, karena rangsangan yang ditangkap oleh saraf pembau itu akan diteruskan ke otak kita, dan kemudian memberikan ‘kesan’ bau tertentu kepada kita.

Namun ini juga memiliki berbagai keterbatasannya, serta memberikan distorsi yang beragam. Jika kita membaui aroma yang terlalu 'pedas' misalnya, maka hidung kita akan bersin-bersin. Demikian pula jika kita membaui aroma busuk terlalu lama, maka hidung kita akan beradaptasi dan kemudian memberikan kesan bahwa aroma tersebut tidaklah busuk lagi. Dan sebagainya.

Dan kemudian indera pengecap dan peraba, yaitu lidah dan Kulit. Lidah digunakan untuk mengecap rasa, sedangkan kulit digunakan untuk merasakan kasar halusnya sebuah benda. Sebagaimana indera indera sebelumnya, maka kedua indera ini juga memiliki banyak keterbatasan dalam memahami fakta yang ada di luar dirinya. Kalau kulit kita dibiasakan dengan benda kasar terus dalam kurun waktu yang panjang, maka kepekaan kulit kita untuk memahami benda yang halus juga akan berkurang. Kalau kulit dibiasakan dengan suhu panas dalam kurun waktu yang lama, maka ia juga tidak mampu mendeteksi suhu dingin dengan baik. Begitu juga dengan kemampuan lidah kita. Dalam kondisi terlalu pedas, misalnya, kepekaan lidah kita akan sangat berkurang. Dan lain sebagainya.

Dengan berbagai penjelasan di atas, saya hanya ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa indera kita bekerja dalam keadaan yang sangat kondisional, dan kurang bisa dipercaya. Juga memiliki keterbatasan-keterbatasan yang sangat sempit dalam memahami fakta yang sesungguhnya. terjadi. Panca indera hanya bisa digunakan untuk melihat ‘Dunia Luar’ dalam kondisi yang sangat terbatas!

Sebenarnya, manusia memiliki indera yang jauh lebih hebat dibandingkan dengan panca inderanya. Itulah Indera ke enam. Setiap orang memiliki indera ke enam yang bisa berfungsi melibat, mendengar, meraba, merasakan, dan membaui sekaligus. Indera ini ada di dalam Hati kita.

Kenapa tidak semua kita bisa menggunakannya? ya, karena kita tidak melatihnya. Sejak kecil, setiap manusia memiliki indera ke enamnya, dan berfungsi dengan baik. Karena itu, seorang bayi bisa melihat dunia Dalamnya. la menangis dan tertawa sendiri, karena melihat ada ‘Dunia Lain’, selain yang bisa ‘dilihat’ oleh panca indera orang dewasa. Seorang anak sampai usia balita bisa melihat dunia jin.

Akan tetapi seiring dengan pertambahan waktu, kemampuan indera ke enam kita itu menurun drastis. Sebabnya adalah orang tua kita tidak melatih indera ke enam kita itu. Mereka lebih melatih panca indera

kita untuk memahami ‘Dunia Luar’. Orang tua kita lebih risau jika kita tidak bisa memfungsikan panca indera ketimbang indera yang ke enam. Padahal kemampuan indera ke enam ini jauh lebih dahsyat.

Kita bisa membuktikannya pada beberapa orang yang mengalami masalah dengan penglihatannya, tetapi ia memiliki 'perasaan' (feeling) yang lebih kuat dibandingkan dengan orang normal.

Dan yang menarik, Allah mengatakan di dalam ayat di atas bahwa kehidupan akhirat nanti akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan indera ke enam. Barang siapa buta hatinya di dunia, maka di akhirat nanti akan buta juga, bahkan lebih sesat lagi jalannya. Kenapa demikian? Karena memang panca indera kita itu tidaklah bisa diandalkan untuk memahami kenyataan. Apalagi untuk 'bertemu' Allah.

Apa yang kita lihat sekarang ini, bukanlah fakta yang sebenarnya dari kehidupan ini. Apa yang kita dengar, juga bukanlah fakta yang sebenarnya dari alam sekitar ini. Semua yang kita pahami lewat panca indera kita di dunia ini sebenarnya bukanlah fakta yang sesungguhnya. Fakta yang sesungguhnya akan terungkap ketika kita hidup di akhirat. Allah berfirman di dalam QS. At Thaariq : 9

“Pada hari terbongkar segala rahasia....”

QS. Qaaf (50) : 42

“Pada hari mereka mendengar suara dengan sebenarnya. Itulah hari keluar dari kubur”

QS. Qaaf (50) : 22

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”

Ketiga ayat tersebut di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa pendengaran dan penglihatan yang sebenarnya itu adalah ketika, kita berada di alam akhirat. Pendengaran dan penglihatan di dunia ini serba menipu. Pada saatnya nanti, yang tidak nampak kini, akan dinampakkan oleh Allah.

Kenapa demikian? Karena alam akhirat adalah alam berdimensi 9 di langit yang ketujuh yang memungkinkan kita untuk melihat alam berdimensi lebih rendah langit 1 sampai dengan langit 6 dengan lebih gamblang.

Kita, manusia, hidup di langit pertama yang berdimensi 3. Sedangkan bangsa jin, menempati langit kedua yang berdimensi 4. Dan malaikat adalah makhluk Allah yang bisa bergerak lintas dimensi, sampai ke langit yang ketujuh. (Pembahasan lebih lanjut tentang dimensi langit ini akan saya paparkan di lain kesempatan, karena penjelasannya panjang).

Akan tetapi secara ringkas, saya ingin mengatakan bahwa di alam akhirat yang berdimensi 9 itu kita, tidak bisa menggunakan panca indera kita. Seperti halnya, kita tidak bisa melihat jin dan malaikat dengan mata kita. Bisanya hanya dengan indera ke enam. Apalagi untuk 'melihat' Allah. Mata kita tidak berfungsi. Allah hanya bisa 'dilihat' dengan mata batin, alias Hati.

Karena itu, orang yang tidak melatih hatinya saat hidup di dunia sehingga hatinya tertutup maka mereka akan dibangkitkan Allah di akhirat nanti dalam keadaan buta. Hal ini diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut.

QS. Thahaa, (20) : 124

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”

QS. Israa (17) : 97

“Dan barangsiapa yang ditunjuki Allah, dialah yang mendapat petunjuk dan barangsiapa yang Dia sesatkan maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia. Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahannam. Tiap-tiap kali nyala api Jahannan, itu akan padam Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya.”

Bagaimana cara melatih hati kita agar terbuka? Banyak banyaklah melakukan berbagai peribadatan yang diajarkan Rasulullah kepada kita, seperti shalat yang khusyuk, puasa, dzikir, berhaji, dan lain sebagainya dengan tulus dan ikhlas. (Bahrul Ulum)

Pancaran Cahaya Illahiah

Allah berfirman di dalam QS Al Hadiid (57) : 12 bahwa orang orang beriman ketika dibangkitkan di akhirat nanti akan mengeluarkan cahaya di wajah dan di sebelah kanannya.

“(yaitu) pada hari ketika kamu melibat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): ‘Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak.’”

Bagaimana hal ini bisa dijelaskan? Seperti telah saya sampaikan sebelumnya, bahwa tubuh manusia mengandung milyaran bio elektron, yang tersusun dalam sebuah sistem energial yang memiliki simpul utama jantung atau hati.

Dalam sebuah jaringan PLN, pusatnya adalah sebuah mesin pembangkit listrik. Dari mesin pembangkit ini, listrik disebarkan kepada gardu gardu induk, dilanjutkan ke gardu yang lebih kecil, dan akhimya menuju ke rumah kita. Di rumah kita jaringan listrik itu masih kita pecah untuk berbagai keperluan seperti lampu, AC, pompa air, mesin cuci dan lain sebagainya.

Jaringan tubuh kita juga memiliki sistem jaringan energi yang hampir sama. Dari simpul utama di jantung, jaringan itu menuju ke organ-organ tubuh lainnya, seperti otak, ginjal, paru, dan sebagainya. Di dalam organ tersebut jaringan terpecah menuju sel-sel. Di dalam sel-sel, jaringan listrik itu dipecah lagi menuju molekul-molekul berjumlah jutaan molekul. Dan akhimya seluruh jaringan itu berujung pada elektron-elektron yang berjumlah milyaran.

Hanya saja, sistem ini memiliki perbedaan dengan sistem dalam jaringan PLN. Pada jaringan listrik PLN, pusatnya adalah mesin pembangkit listrik. Disanalah listrik itu dihasilkan, kemudian di distribusikan. Tetapi dalam jaringan energi tubuh manusia, justru sebaliknya. Penghasil listrik yang sesungguhnya ada pada unit terkecil yaitu bioelektron. Dari milyaran elektron itulah muncul sistem kelistrikan yang menjurus ke molekul-molekul, lantas mengisi sistem sel, mengaliri sistem organ, dan akhirnya membentuk sistem energi di seluruh tubuh manusia. Jantung atau hati menjadi simpul utama, semacam pusat kendalinya.

Dengan sistem energi yang demikian terstruktur itu, maka tubuh manusia memang harus dilihat dalam pandangan yang komprehensif. Setiap terjadi perubahan pada salah satu strukturnya, maka perubahan itu akan mengimbas ke seluruh sistem energialnya. Gangguan pada organ seperti ginjal, paru, atau apalagi jantung, akan menyebabkan keseimbangan energinya juga terganggu.

Tentu saja, yang paling vital adalah jantung, sebagai salah satu simpul energi yang paling dominan. Salah satu fakta yang menarik adalah lewat jantung ini kita bisa mengukur denyutan listrik yang terkait dengan gerak hati atau jiwa kita. Pengukuran lewat ECG (Electric Cardio Graph) akan memberikan informasi kepada kita apakah seseorang sedang marah, sedih atau sedang tenang. Jantung adalah cermin dari sikap, hati kita.

Jadi, kembali kepada persoalan semula, bahwa seluruh sistem energi tubuh kita itu bisa kita pengaruhi dari sisi mana saja. Bisa kita stimulasi lewat organ, lewat sel, maupun lewat bioelektron. Dan yang paling mendasar adalah bahwa sistem itu memiliki frekuensi tertentu.

Jika seseorang sedang marah, maka seluruh sistem energi dalam tubuh kita itu akan bergetar dengan frekuensi kemarahan tersebut. Yang mula-mula terserang adalah jantung hati kita. Jantung akan berdetak detak dengan frekuensi yang kasar. Getaran jantung itu lantas akan menyebar ke seluruh organ tubuh, menjalar ke jutaan sel dalam tubuh kita, dan akhirnya menggetarkan milyaran. bioelektron di dalam tubuh kita. Karena itu, ketika seseorang marah, maka bukan hanya jantungnya yang berdenyut tidak beraturan, melainkan juga seluruh tubuhnya gemetaran.

Demikian pula sebaliknya., orang yang sedang dalam kondisi kejiwaan yang stabil. Orang yang sedang tenang hatinya, maka denyut jantungnya juga akan tenang, stabil dan lembut. Getaran itu juga akan mengimbas ke seluruh tubuhnya lewat organ, sel-sel dan bioelektron. Karena itu Allah mengatakan di dalam Al. Quran, QS. Ar Ra'duu (13) : 28

“Yaitu orang‑orang yang beriman dan tenang hatinya ketika mengingat Allah, ketahuilah sesungguhnya dengan mengingat Allah itu hatimu akan menjadi tenang.”

QS. Az Zumar (39) : 23

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (Mutu ayat‑ayatnya) lagi berulang‑ulang, gemetar karenanya kulit orang‑orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan bati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikebendaki‑Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.”

Betapa jelasnya Allah mengatakan dalam ayat-ayat di atas, bahwa hati manusia yang tentram itu akan mengimbas sampai ke kulitnya. Kulitnya akan ikut ‘tenang’ dan lembut. Hal ini bisa kita lihat dalam kehidupan kita sehari‑hari. Orang‑orang yang rileks dan tentram, kulitnya akan terasa lembut dan cerah di wajahnya.

Sebaliknya orang yang stress, tegang dan marah, maka kulitnya akan ikut tegang. Juga roman wajahnya. Maka relaksasi biasanya dilakukan dengan cara pemijatan untuk mengendurkan otot‑otot dan kulit yang tegang. Kulit yang tegang juga bisa menjadi indikasi terjadinya ketidak seimbangan energi dalam tubuh seseorang. Pemijatan yang benar akan bisa mengembalikan ketidak seimbangan itu.

Yang lebih menarik, Allah mengatakan bahwa ketentraman itu bisa diperoleh lewat dzikir‑dzikir kepada Allah. Dengan kata lain, keseimbangan energi dalam tubuh dan kelembutan serta kesehatan kulit kita bisa kita dapatkan lewat dzikir kepada Allah. Kenapa dzikir bisa menghantarkan kita pada ketenangan dan kesehatan?

Allah menceritakan dalam beberapa ayat bahwa berdzikir dan membaca Quran itu sama dengan melakukan stimulasi berupa resonansi getaran‑getaran elektromagnetik kepada sistem energi tubuh kita.

Firman Allah di atas mengatakan kepada kita bahwa jika ayat‑ayat Al Quran ini dibaca berulang-ulang akan bisa menyebabkan munculnya gelombang elektromagnetik yang menggetarkan kulit kita, dan menenangkan hati. Asalkan waktu membaca itu kita dalam keadaan yang khusyuk dan penuh ketakwaan.

Kenapa demikian? Karena sesungguhnyalah ayat‑ayat Al Quran itu mengandung energi yang dahsyat bagi mereka yang mengimaninya. Memang kuncinya adalah keimanan alias keyakinan. Dengan keyakinan itu, energi yang tersimpan di dalam Al Quran akan bisa dikeluarkan dan mengimbas ke segala benda yang ada di sekitar kita. Sebaliknya orang yang tidak yakin, tidak akan bisa mengeluarkan energi itu.

QS Ar ra'du (13) : 31

“Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentu Al Quran itulah dia). Sebenarnya segala itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.”

Sungguh dahsyat gambaran Allah di dalam ayat tersebut. Energi itu bukan hanya bisa berpengaruh pada diri kita, tetapi gunung, bumi dan manusia yang sudah meninggalkan pun bisa distimulasi oleh energi Al Quran itu. Sungguh ini kekuatan yang luar biasa dahsyatnya.

Tetapi sekali lagi, energi itu hanya bisa dikeluarkan oleh orang orang yang sudah sangat dekat dengan Allah. Seperti yang dilakukan oleh Musa ketika membelah Laut Merah dengan tongkat mukjizatnya : Atau dilakukan oleh Ibrahim ketika mendinginkan api yang membakar dirinya. Atau dilakukan nabi Muhammad saat memancarkan air dari sela sela jari tangannya.

Namun demikian, dalam skala yang jauh lebih kecil kita bisa memohon energi itu untuk kemaslahatan kita. Di antaranya adalah untuk menentramkan hati dan pengobatan misalnya. Allah memberikan jaminan secara universal kepada setiap manusia yang mau berdzikir kepada Allah dan membaca Al Quran berulang-ulang, maka tubuh dan hatinya akan terimbas oleh gelombang elektromagnetik yang bersifat positif.

QS An Nisaa (4) : 174

“Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang.”

QS Al Hadiid (57) : 9

“Dialah yang menurunkan kepada hamba-bambaNya ayat-ayat yang terang supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan menuju pada cahaya.”

Dalam ayat-ayat di atas, Allah mengatakan bahwa ayat-ayat Quran itu sebenarnya adalah cahaya. Karena cahaya memiliki frekuensi, maka cahaya ini bisa memberikan resonansi kepada hati kita. Artinya, jika kita membaca ayat Quran berulang-ulang maka frekuensinya akan mengimbas kepada hati kita. Apa Akibatnya? Hati kita akan ikut begetar dengan frekuensi cahaya yang dihasilkan oleh ayat-ayat Quran itu.

Telah kita bahas di depan bahwa hati yang kasar memiliki frekuensi rendah, sedangkan hati yang baik dan lembut memiliki frekuensi yang sangat tinggi. Kita tahu bahwa frekuensi cahaya adalah frekuensi tinggi, yang menghasilkan getaran di sekitar frekuensi 10 pangkat 14 hertz. Getaran ini sangatlah tinggi dan lembut. Frekuensi 10 pangkat 14 Hz adalah frekuensi cahaya tampak. Sedangkan frekuensi di bawah dan di atasnya menghasilkan cahaya-cahaya yang tidak kasat mata, seperti Sinar X, Infra Merah, sinar alfa, Beta, Gama, dan Ultra violet.

Jadi kalau hati kita terimbas oleh cahaya Quran, maka hati kita sedang terimbas oleh frekuensi yang sangat tinggi dan lembut. Karena itu, kenapa orang yang banyak membaca ayat-ayat Quran hatinya akan ikut menjadi lembut, ini karena proses resonansi itu. Dan jika proses resonansi tersebut sering dilakukan, maka hati yang lembut itu akan meresonansi seluruh bioelektron yang ada di seluruh tubuhnya. Kulitnya akan ikut lembut. Dan keluarlah aura dari wajah dan badan orang tersebut. Ini juga bisa menjelaskan, kenapa seorang ahli ibadah biasanya memiliki roman wajah yang menyejukkan.

Selain membaca ayat-ayat Quran, berdzikir dan menyebut Nama Allah juga akan menghasilkan cahaya di hati dan seluruh tubuh kita. Dengan demikian menyebut nama Allah sama saja dengan memancarkan cahaya dari mulut kita, yang kemudian meresonansi hati dan milyaran bioelektron di tubuh kita. Allah berfirman di dalam Al Quran,

QS. An Nuur (24) : 35.

“Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, dan kaca itu seakan akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak yang banyak berkahnya, (yaitu) Pohon zaitun yang tumbuh tidak sebelah timur, dan tidak pula di sebelab barat, yang minyaknya hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada cahayaNya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah mengetahui segala sesuatu.”

Ayat di atas menggambarkan bahwa Allah sendiri memancarkan cahaya dari seluruh eksistensiNya. Menyebut nama Allah akan menghasilkan resonansi cahaya. Karena itu perbanyaklah berdzikir menyebut nama Allah, karena bisa melembutkan hati kita sesuai dengan energi yang tersimpan di dalam setiap Namanya.

Dan secara umum, Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang menjalankan agama Islam dengan baik, akan memperoleh cahaya dari berbagai aktivitas peribadatannya. Hal ini disampaikan Allah dibawah ini.

QS. Az Zumar (39) : 22

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allah hatinya untuk agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan Orang-orang yang membatu hatinya)?

Karena. itu, kita lantas bisa memahami ayat terdahulu yang mengatakan bahwa orang-orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan akan dibangkitkan oleh Allah di akhirat nanti dalam keadaan yang bercahaya. Itu disebabkan oleh peribadatan sepanjang hidupnya yang telah menghasilkan aura positip di sekujur tubuh dan hatinya.

Kamis, 20 Desember 2007

Hikmah Hari Ini


"Orang mukmin itu pemimpin atas dirinya. Sesungguhnya ringanlah hisab atas suatu kaum yang menghisab dirinya di dunia.Dan sesungguhnya sukarlah hisab pada hari kiamat atas suatu kaum yang mengambil persoalan ini tanpa hisab" (Hasan Al Bashri)

Sholat Berpahala 100.000 Kali Lipat


Rasulullah bersabda bahwa shalat sendirian menghasilkan pahala satu. Shalat berjamaah berpahala 27 kali lipat. Dan shalat berjamaah di Masjid Al Haram. berpahala 100.000 kali lipat. Kenapa bisa demikian? Sebelum kita melangkah lebih jauh, maka kita harus sepakat dulu mengenai apa yang disebut pahala.



Konsep Pahala Dan Dosa

Agama kita mengenal reward dan punishment, seperti dalam sebuah manajemen modern. Reward atau penghargaan, dalam Islam disebut sebagai pahala. Sedangkan punisbment atau hukuman, dikenal dengan istilah dosa. Tetapi, sebagaimana dalam sebuah proses manajemen, kedua cara itu digunakan untuk tujuan kemajuan perusahaan. Bukan sebaliknya.

Demikian pula dalam Islam. Pahala dan dosa adalah salah satu cara yang digunakan oleh ‘manajemen’ agama kita agar tujuan ‘perusahaan’ ini tercapai. Siapakah yang mengambil keuntungan jika ‘perusahaan’ ini baik dan maju? Ternyata kita semua. Para hamba Allah. Bagaimana dengan Allah? Allah, sebagai pemilik 'perusahaan', sama sekali tidak mengambil keuntungan apa-apa. Karena Dia tidak membutuhkan apa apa. Allah adalah Dzat Maha Kaya yang memiliki seluruh eksistensi ini. yang setiap saat telah berada dalam GenggamanNya.

Apakah yang disebut pahala? Pahala adalah sebentuk 'penghargaan' yang diberikan Allah kepada kita kalau kita berbuat sesuatu yang membawa ‘manfaat’ Manfaat kepada siapa? Manfaat kepada diri kita sendiri dan makhlukNya secara kolektif Bagaimana dengan Allah? Allah tidak butuh 'manfaat' dari perbuatan kita.

Sebaliknya, apakah dosa? Dosa adalah sebentuk 'hukuman' yang diberikan kepada kita karena kita melakukan sesuatu yang membawa 'mudharat' (problem) pada diri kita sendiri maupun makhlukNya secara kolektif. Bagaimana dengan Allah? Apakah kita bisa berbuat dosa atau mudbarat kepada Allah? Tentu tidak. Karena tidak satu perbuatan pun yang bisa memberikan mudharat kepada Allah.

Jadi, konsep pahala dan dosa itu sepenuhnya berkiblat pada manfaat dan mudharat buat makhluk Allah. Bukan buat Allah. Karena itu, setiap perintah Allah, pasti ujung-ujungnya adalah memberikan manfaat buat kehidupan makhlukNya. Sebaliknya, setiap larangan Allah ujung-ujungnya selalu memberikan mudharat kepada makhlukNya. Lantas dimana posisi Allah dalam hal ini? Allah adalah Fasilitator sekaligus Penguasa drama kehidupan ini. Bahkan, Dialah pemilik segala yang ada. Karena itu, sama sekali Dia tidak 'kena dampak' permainan ini. Justru Dialah yang ‘memainkannya.’

Bagaimanakah contoh konkretnya? Jika kita berjudi, maka kita berdosa. Apakah dosa ini membawa mudharat pada Allah? Sama sekali tidak. Judi membawa mudharat pada diri kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan sistem perekonomian negara kita.

Kalau kita berbuat zina, apakah itu juga membawa mudharat pada kita sendiri? Tentu saja, karena zina itu merusak tatanan moral bermasyarakat, menebarkan penyakit fisik dan penyakit kejiwaan, serta mewariskan keturunan dan generasi yang berantakan.

Demikian juga minuman keras, perampokan dan pencurian, pembunuhan, korupsi, dan lain sebagainya yang dilarang Allah itu, ujung-ujungnya adalah menyebabkan mudharat buat kehidupan, kita sendiri.

Bahkan ketika kita tidak shalat, tidak puasa, atau pun tidak menjalankan peribadatan yang semestinya dilakukan oleh seorang muslim, itu sama sekali tidak membawa mudharat kepada Allah. Mudharatnya akan menimpa diri kita sendiri. Baik sebagai pribadi maupun sebagai manusia kolektif.

Seringkali orang beranggapan salah. Bahwa kalau kita tidak shalat, tidak puasa, maka Allah akan marah kepada kita, karena seakan akan kita tidak menghiraukan Allah sebagai Tuhan. Ini tidak betul, dan cara berpikir yang salah kaprah. Allah sama sekali tidak terganggu EksistensiNya jika seluruh manusia di muka bumi ini tidak menyembahNya.

QS. An Nisaa' (4) : 131

“Dan kepunyaan Allah lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu, bertakwalah kepada Allah Tetapi jika kamu kafir, maka (ketabuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Pemahaman ini sangat perlu, supaya kita bisa memposisikan diri secara benar di hadapan Allah. Sekali lagi jangan sampai kita menjalani agama, ini dengan pikiran bahwa Allah butuh ibadah kita. Sama sekali tidak. Seluruh petunjuk Allah di dalam Al Quran itu adalah demi kebaikan dan keselamatan kita sendiri, di dunia dan di akhirat.

Jika kita tidak menuruti instruksi-instruksi yang diberikan Al Quran, maka dijamin hidup kita akan amburadul dan hancur sebelum waktunya. Baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Sebaliknya kalau kita mengikuti saran-saran Al Quran maka hidup, kita akan selamat di dunia dan selamat di akhirat.

Nah, dalam konteks inilah, maka yang disebut dosa itu adalah ketika kita tidak mengikuti saran-saran Al Quran dalam menjalani kehidupan ini. Dipastikan kita akan memperoleh mudharat atas perbuatan-perbuatan kita. Sebaliknya, yang disebut pahala itu adalah ketika kita memperoleh manfaat atas perbuatan kita, karena sesuai dengan anjuran Al Quran.


Pahala Sholat

Dalam konteks shalat, maka yang disebut pahala adalah jika shalat kita itu menghasilkan manfaat bagi kehidupan kita. Jika kita sudah menjalani shalat, tetapi belum menghasilkan manfaat bagi diri kita pribadi maupun lingkungan kita secara kolektif, maka sebenarnya shalat kita belum betul. Meskipun kita telah tertib mengikuti tatacara shalat yang diajarkan kepada kita.

Karena, shalat dalam pandangan ini dikatakan sudah benar jika sudah menghasilkan manfaat sesuai fungsinya. Apakah fungsi shalat kita? Di antaranya adalah untuk ‘mengingat Allah’ dan untuk ‘mencegah kita dari perbuatan keji dan munka’

QS. Thahaa (20) : 14

“Sesungguhnya Aku Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikan sbalat untuk mengingatKu.”

QS. Al Ankabuut (29) : 45

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya sbalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (pahalanya). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dua ayat tersebut di atas memberikan gambaran yang jelas kepada kita bahwa shalat kita itu dimaksudkan untuk selalu ingat kepada Allah. Dan dengan selalu ingat kepada Allah, maka kita akan terjauhkan dari perbuatan perbuatan yang keji dan munkar.

Kemudian Allah menegaskan bahwa mengingat Allah itu pahalanya sangatlah besar. Kenapa mengingat Allah punya pahala (manfaat) yang besar? Apakah karena Allah butuh untuk diingat-ingat oleh hambaNya? Bukan demikian. Seperti telah kita bahas di depan, bahwa orang yang selalu mengingat Allah hatinya akan menjadi tentram. Dengan demikian, tujuan utama dari shalat kita itu adalah dzikrullah, selalu ingat Allah.

Kalau memang demikian tujuannya, maka shalat kita dikatakan berhasil (berpahala bermanfaat) jika kita memperoleh 2 hal. Yaitu pertama, selalu merasa dekat dengan Allah, selama shalat maupun sesudah menjalani shalat. Sehingga, kita tidak memiliki rasa takut kepada apa pun, dan selalu merasa tentram. Yang kedua, kita merasa selalu dilihat oleh Allah dalam setiap langkah kehidupan kita, sehingga kita tidak berani melakukan perbuatan-perbuatan yang keji dan munkar.(Bahrul Ulum)

Neraka Sebagai Konsekuensi Negatif

Berbicara Surga tentu menjadi tidak lengkap kalau tidak bebicara tentang Neraka. Neraka disediakan Allah untuk orang-orang yang berbuat dosa. Siapakah orang-orang yang berbuat dosa itu?

Mereka adalah orang-orang yang ‘tidak paham’ atau ‘tidak mau memahami’ atau ‘tidak sempat memahami’ bahwa hidup ini sesungguhnya bukan sebuah proses yang kebetulan ada. Bahwa drama kehidupan ini ada yang membuat secara sengaja, Dialah Sang Pencipta, Allah Azza wajalla.

Banyak orang di sekeliling kita tidak paham tentang hal ini. Atau ada juga yang tidak sempat memahami karena, disibukkan oleh urusan 'remeh-remeh' dalam kehidupannya. Bahkan banyak pula yang 'sombong' dan ‘merasa pintar’, sehingga tidak mau memahami hal tersebut. Sungguh sangat disayangkan.

Orang yang seperti ini, ibarat orang yang membeli mobil tetapi tidak tahu untuk apa mobil itu dia beli. Dikiranya sekadar untuk pajangan atau gengsi-gengsian saja. Atau, ibarat orang yang tahu tujuan beli mobil, tetapi mereka tidak mau belajar bagaimana cara-cara mengoperasikan dan merawat mobil tersebut. Tentu saja, akibatnya akan sangat fatal.

Bagi orang yang tidak tahu tujuan beli mobil, tentu apa yang dia miliki itu menjadi tidak bermakna dan tidak bermanfaat sebagaimana mestinya. Dia memang memiliki, tetapi tidak bisa mengambil manfaat sama sekali. Untuk apa dia punya mobil. Lebih baik nggak usah saja!

Sama, untuk apa seseorang menjalani kehidupan ini jika ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Hidupnya tidak bermakna dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sia-sia belaka.

Atau, bisa juga, seperti orang yang beli mobil tetapi tidak tahu cara mengoperasikan dan merawatnya. Sama saja, tidak berguna. Atau bahkan lebih buruk lagi, karena kalau pun dia memaksa memakainya, mobil tersebut akan mengalami kerusakan. Baik karena salah operasi maupun karena salah perawatan.

Begitulah, orang yang tidak paham agama. Mereka akan mengalami berbagai macam problem dalam hidupnya, karena tidak tahu bagaimana seharusnya menjalani kehidupan. Hal-hal yang dikiranya benar ternyata salah. Perbuatan-perbuatan yang dikiranya bermanfaat tenyata bermasalah. Orang yang demikian bakal menemui Neraka, kalau tidak di dunia, ya di Akhirat nanti.

Maka, Neraka sebenarnya adalah sebuah konsekuensi negatif dari apa yang dilakukan oleh seorang manusia. Ia jangan diartikan sebagai 'ganjaran jelek' atau apalagi sebuah 'balas dendam' yang disebabkan oleh 'kemarahan' Allah, karena tidak patuhnya seseorang kepada Allah.

Kehidupan ini adalah sebuah permainan. Allah menciptakan permainan ini dengan segala macam regulasinya. Mirip, dengan katakanlah permainan sepak bola.

Bagi yang berhasil mencetak goal ia mendapat nilai positif, sedangkan bagi yang tidak berhasil mencetak goal atau bahkan kebobolan, ya dapat nilai negatif. Yang satunya menang, yang lainnya kalah. Dan untuk menjaga berlangsungnya permainan. itu, maka ada aturan-aturan tentang tendangan bebas, off side, dan berbagai pelanggaran.

QS Al An’aam (6) : 32
"Dan.tiadalah kehidupan dunia ini kecuali main-main dan sendau gurau belaka. Dan sungguh kampung Akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?"

QS, An Nisa' (4) : 13
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta'at kepada Allah dan Rasul Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai sungai, sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.”

Kita semua adalah pemain. Kalau kita menang kita dapat Surga dan kalau kalah dapat Neraka. Supaya kita berpotensi menang, tentu kita harus memahami terlebih dahulu aturan permainan ini. Setelah itu barulah kita berusaha mati-matian untuk bisa mencetak goal atau setidak-tidaknya tidak kebobolan, tanpa harus melakukan pelanggaran yang bisa mengurangi nilai kita.

Siapakah lawan kita. Ternyata adalah setan dan 'konco-konconya'. Setan itu bisa berbentuk manusia tetapi bisa juga berbentuk jin. Yang jelas, setan adalah sebuah peran antagonis dalam drama kehidupan kita. la adalah lawan yang harus kita kalahkan, sebab dia juga sudah dipasang sebagai lawan yang akan membuat goal ke gawang dan mengalahkan kita.

QS Al Hijr (15) : 39
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbualan maksiat) di muka Bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.”

QS. An Naas (114) : 6
"Dari (golongan) jin dan manusia"

Apakah tugas setan? Tugas utamanya aadalah menjauhkan manusia dari Allah. Dengan jauh dari Allah itu manusia akan kehilangan ‘arah dan tempo permainannya’ sehingga 'permainan' manusia melawan setan akan menjadi kacau. Lantas, pasti manusia tidak bisa membuat gol, bahkan akan sering kebobolan.

Ditilik dari kemampuan aslinya, sebenarnya manusia di bawah kemampuan setan. Kenapa demikian? Karena setan memiliki banyak kelebihan dibandingkan manusia. Ia diciptakan lebih awal dibandingkan manusia. Maka, ibaratnya ia adalah 'pemain senior' yang sudah berpengalaman dan memiliki skill yang lebih baik.

Mereka juga memiliki fisik yang lebih 'hebat' dibandingkan manusia, sebab mereka bisa melihat kita, sedangkan kita tidak bisa melihat mereka. Ditambah lagi, semangat yang 'pantang menyerah', karena mereka memang sudah tidak punya pilihan lain, kecuali 'bertugas' menjerumuskan manusia. Itulah yang dipilih lblis ketika memulai perseterunnya dengan Adam.
QS. Al A'raaf (7) : 27
“…sesungguhnya ia dan pengikut pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”

Jadi, ini merupakan pertandingan yang tidak seimbang. Seperti dua tim yang berhadapan : satunya ditutup matanya, dan yang lainnya dengan mata terbuka. Kita pasti kalah!

Bagaimana caranya supaya tidak kalah? Cari bantuan! Kepada siapa? Kepada yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui. Apakah kita memang tidak mampu mengalahkan setan? Tidak akan mampu. Karena itu Allah mengajarkan kepada kita untuk minta bantuan kepadaNya.
"A'udzu billaahi minasy syaithaahir rajiim."
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”

Kalimat ini diajarkan oleh Allah kepada kita karena ternyata manusia memang tidak pemah menang melawan setan. Kita akan menang, hanya jika berlindung kepada Allah. Dekat dengan Allah. Dan hal ini memang telah diucapkan iblis sejak awal mula.

QS. Al Hijr (15) : 40
"kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka"

Kita dipengaruhi oleh Iblis dan para setan agar mengikuti ritme permainan mereka. Kalau sudah demikian maka kita pasti kalah. Apakah wujud kekalahan itu? Allah mengingatkan di berbagai ayatnya.

QS. Ar Rum (30) : 41 - akan berbuat kerusakan
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada Mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

QS. An Naml (27) : 4 - memandang indah kesesatan
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman, kepada negeri Akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam kesesatan).”

QS. Ali Imran (3) : 117 - menganiaya diri sendiri
“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

QS. Al A’raaf (7) : 51 - Ditipu oleh dunia
“Yaitu orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan sendau gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.”

QS. Furqaan (25) : 18 - dibuat lupa terhadap Allah
"Mereka (yang disembah itu) menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagi kami mengambil selain Engkau (untuk jadi) pelindung, akan tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup, sampai mereka lupa mengingati (Engkau); dan mereka adalah kaum yang binasa."

Kalau sudah demikian, maka rusaklah tempo permainan manusia. Mereka kehilangan motivasi hidupnya. Mereka lupa misi utamanya. Mestinya manusia bertugas untuk mengelola Bumi ini supaya tercipta kehidupan yang berbahagia, sejahtera, adil dan penuh manfaat.

Kenyataannya, manusia mau saja dijerumuskan oleh setan untuk membuat berbagai kerusakan dan ketidak adilan di muka Bumi. Mereka menciptakan problem dalam kehidupan mereka sendiri. Dan semua itu bakal membawa konsekuensi bagi masa depannya. 'Konsekuensi negatif dalam bentuk 'Neraka' ketika berada dalam kehidupan Akhirat nanti.

Brings words and photos together (easily) with
PhotoMail - it's free and works with Yahoo! Mail.
Neraka Sebagai Konsekuensi Negatif

Berbicara Surga tentu menjadi tidak lengkap kalau tidak bebicara tentang Neraka. Neraka disediakan Allah untuk orang-orang yang berbuat dosa. Siapakah orang-orang yang berbuat dosa itu?

Mereka adalah orang-orang yang ‘tidak paham’ atau ‘tidak mau memahami’ atau ‘tidak sempat memahami’ bahwa hidup ini sesungguhnya bukan sebuah proses yang kebetulan ada. Bahwa drama kehidupan ini ada yang membuat secara sengaja, Dialah Sang Pencipta, Allah Azza wajalla.

Banyak orang di sekeliling kita tidak paham tentang hal ini. Atau ada juga yang tidak sempat memahami karena, disibukkan oleh urusan 'remeh-remeh' dalam kehidupannya. Bahkan banyak pula yang 'sombong' dan ‘merasa pintar’, sehingga tidak mau memahami hal tersebut. Sungguh sangat disayangkan.

Orang yang seperti ini, ibarat orang yang membeli mobil tetapi tidak tahu untuk apa mobil itu dia beli. Dikiranya sekadar untuk pajangan atau gengsi-gengsian saja. Atau, ibarat orang yang tahu tujuan beli mobil, tetapi mereka tidak mau belajar bagaimana cara-cara mengoperasikan dan merawat mobil tersebut. Tentu saja, akibatnya akan sangat fatal.

Bagi orang yang tidak tahu tujuan beli mobil, tentu apa yang dia miliki itu menjadi tidak bermakna dan tidak bermanfaat sebagaimana mestinya. Dia memang memiliki, tetapi tidak bisa mengambil manfaat sama sekali. Untuk apa dia punya mobil. Lebih baik nggak usah saja!

Sama, untuk apa seseorang menjalani kehidupan ini jika ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Hidupnya tidak bermakna dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sia-sia belaka.

Atau, bisa juga, seperti orang yang beli mobil tetapi tidak tahu cara mengoperasikan dan merawatnya. Sama saja, tidak berguna. Atau bahkan lebih buruk lagi, karena kalau pun dia memaksa memakainya, mobil tersebut akan mengalami kerusakan. Baik karena salah operasi maupun karena salah perawatan.

Begitulah, orang yang tidak paham agama. Mereka akan mengalami berbagai macam problem dalam hidupnya, karena tidak tahu bagaimana seharusnya menjalani kehidupan. Hal-hal yang dikiranya benar ternyata salah. Perbuatan-perbuatan yang dikiranya bermanfaat tenyata bermasalah. Orang yang demikian bakal menemui Neraka, kalau tidak di dunia, ya di Akhirat nanti.

Maka, Neraka sebenarnya adalah sebuah konsekuensi negatif dari apa yang dilakukan oleh seorang manusia. Ia jangan diartikan sebagai 'ganjaran jelek' atau apalagi sebuah 'balas dendam' yang disebabkan oleh 'kemarahan' Allah, karena tidak patuhnya seseorang kepada Allah.

Kehidupan ini adalah sebuah permainan. Allah menciptakan permainan ini dengan segala macam regulasinya. Mirip, dengan katakanlah permainan sepak bola.

Bagi yang berhasil mencetak goal ia mendapat nilai positif, sedangkan bagi yang tidak berhasil mencetak goal atau bahkan kebobolan, ya dapat nilai negatif. Yang satunya menang, yang lainnya kalah. Dan untuk menjaga berlangsungnya permainan. itu, maka ada aturan-aturan tentang tendangan bebas, off side, dan berbagai pelanggaran.

QS Al An’aam (6) : 32
"Dan.tiadalah kehidupan dunia ini kecuali main-main dan sendau gurau belaka. Dan sungguh kampung Akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?"

QS, An Nisa' (4) : 13
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta'at kepada Allah dan Rasul Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai sungai, sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.”

Kita semua adalah pemain. Kalau kita menang kita dapat Surga dan kalau kalah dapat Neraka. Supaya kita berpotensi menang, tentu kita harus memahami terlebih dahulu aturan permainan ini. Setelah itu barulah kita berusaha mati-matian untuk bisa mencetak goal atau setidak-tidaknya tidak kebobolan, tanpa harus melakukan pelanggaran yang bisa mengurangi nilai kita.

Siapakah lawan kita. Ternyata adalah setan dan 'konco-konconya'. Setan itu bisa berbentuk manusia tetapi bisa juga berbentuk jin. Yang jelas, setan adalah sebuah peran antagonis dalam drama kehidupan kita. la adalah lawan yang harus kita kalahkan, sebab dia juga sudah dipasang sebagai lawan yang akan membuat goal ke gawang dan mengalahkan kita.

QS Al Hijr (15) : 39
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbualan maksiat) di muka Bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.”

QS. An Naas (114) : 6
"Dari (golongan) jin dan manusia"

Apakah tugas setan? Tugas utamanya aadalah menjauhkan manusia dari Allah. Dengan jauh dari Allah itu manusia akan kehilangan ‘arah dan tempo permainannya’ sehingga 'permainan' manusia melawan setan akan menjadi kacau. Lantas, pasti manusia tidak bisa membuat gol, bahkan akan sering kebobolan.

Ditilik dari kemampuan aslinya, sebenarnya manusia di bawah kemampuan setan. Kenapa demikian? Karena setan memiliki banyak kelebihan dibandingkan manusia. Ia diciptakan lebih awal dibandingkan manusia. Maka, ibaratnya ia adalah 'pemain senior' yang sudah berpengalaman dan memiliki skill yang lebih baik.

Mereka juga memiliki fisik yang lebih 'hebat' dibandingkan manusia, sebab mereka bisa melihat kita, sedangkan kita tidak bisa melihat mereka. Ditambah lagi, semangat yang 'pantang menyerah', karena mereka memang sudah tidak punya pilihan lain, kecuali 'bertugas' menjerumuskan manusia. Itulah yang dipilih lblis ketika memulai perseterunnya dengan Adam.
QS. Al A'raaf (7) : 27
“…sesungguhnya ia dan pengikut pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”

Jadi, ini merupakan pertandingan yang tidak seimbang. Seperti dua tim yang berhadapan : satunya ditutup matanya, dan yang lainnya dengan mata terbuka. Kita pasti kalah!

Bagaimana caranya supaya tidak kalah? Cari bantuan! Kepada siapa? Kepada yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui. Apakah kita memang tidak mampu mengalahkan setan? Tidak akan mampu. Karena itu Allah mengajarkan kepada kita untuk minta bantuan kepadaNya.
"A'udzu billaahi minasy syaithaahir rajiim."
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”

Kalimat ini diajarkan oleh Allah kepada kita karena ternyata manusia memang tidak pemah menang melawan setan. Kita akan menang, hanya jika berlindung kepada Allah. Dekat dengan Allah. Dan hal ini memang telah diucapkan iblis sejak awal mula.

QS. Al Hijr (15) : 40
"kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka"

Kita dipengaruhi oleh Iblis dan para setan agar mengikuti ritme permainan mereka. Kalau sudah demikian maka kita pasti kalah. Apakah wujud kekalahan itu? Allah mengingatkan di berbagai ayatnya.

QS. Ar Rum (30) : 41 - akan berbuat kerusakan
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada Mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

QS. An Naml (27) : 4 - memandang indah kesesatan
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman, kepada negeri Akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam kesesatan).”

QS. Ali Imran (3) : 117 - menganiaya diri sendiri
“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

QS. Al A’raaf (7) : 51 - Ditipu oleh dunia
“Yaitu orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan sendau gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.”

QS. Furqaan (25) : 18 - dibuat lupa terhadap Allah
"Mereka (yang disembah itu) menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagi kami mengambil selain Engkau (untuk jadi) pelindung, akan tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup, sampai mereka lupa mengingati (Engkau); dan mereka adalah kaum yang binasa."

Kalau sudah demikian, maka rusaklah tempo permainan manusia. Mereka kehilangan motivasi hidupnya. Mereka lupa misi utamanya. Mestinya manusia bertugas untuk mengelola Bumi ini supaya tercipta kehidupan yang berbahagia, sejahtera, adil dan penuh manfaat.

Kenyataannya, manusia mau saja dijerumuskan oleh setan untuk membuat berbagai kerusakan dan ketidak adilan di muka Bumi. Mereka menciptakan problem dalam kehidupan mereka sendiri. Dan semua itu bakal membawa konsekuensi bagi masa depannya. 'Konsekuensi negatif dalam bentuk 'Neraka' ketika berada dalam kehidupan Akhirat nanti.(Dahlia Putri)

RESONANSI HATI

Hati adalah tempat terjadinya resonansi. Apakah resonansi? Secara sederhana bisa dikatakan bahwa resonansi adalah ‘penularan’ getaran kepada benda lain. Artinya, jika kita menggetarkan suatu benda, lantas ada benda lain yang ikut bergetar, maka dikatakan benda lain tersebut terkena resonansi alias ‘tertular’ getaran alias frekuensi.



Ambillah contoh gitar akustik. Ia memiliki tabung resonansi yang lubangnya, menghadap ke arah deretan senarnya. Jika senar tersebut digetarkan dengan cara dipetik, maka udara di dalam ruang resonansinya akan ikut bergetar. Inilah yang menyebabkan suara senar gitar itu terdengar keras dan merdu.



Apa yang terjadi jika lubang gitar tersebut disumpal dengan kain? Maka bisa dipastikan tidak akan terjadi resonansi di dalam gitar itu. Maka, suara gitar pun menjadi terdengar sangat pelan dan tidak merdu.



Hati atau jantung manusia bagaikan sebuah tabung resonansi gitar. Setiap kita berbuat sesuatu, baik itu pada taraf berpikir maupun berbuat, selalu terjadi getaran di hati kita. Getaran tersebut bisa kasar, bisa juga lembut. Bergantung bagaimana getaran itu muncul. Ketika kita gembira, hati kita bergetar. Ketika sedang bersedih, hati kita juga bergetar. Ketika marah, hati kita juga bergetar.



Secara umum getaran tersebut berasal dari 2 sumber, Hawa Nafsu dan Getaran Ilahiah. Hawa Nafsu adalah keinginan untuk melampiaskan segala kebutuhan diri. Getarannya cenderung kasar dan bergejolak-gejolak tidak beraturan. Dalam tinjauan Fisika, getaran semacam ini disebut memiliki frekuensi rendah, dengan amplitudo yang besar yang termasuk dalam getaran hawa nafsu ini diantaranya adalah kemarahan, kebencian, dendam, iri, dengki, berbohong, menipu, kesombongan dan lain sebagainya.



Sedangkan Getaran Ilahiah adalah dorongan untuk mencapai tingkatan kualitas yang lebih tinggi. Getarannya cenderung lembut dan halus, dengan frekuensi getaran yang sangat tinggi dan teratur. Termasuk dalam getaran Ilahiah ini adalah membaca Firman Allah di dalam Al Quran. Berdzikir menyebut Asmaul Husna. Sifat sabar, ikhlas, dan kepasrahan diri dalam beragama.



Sebagai contoh, adalah seseorang yang sedang marah. Ketika marah, seseorang akan mengeluarkan getaran kasar hawa nafsu dari hatinya. Jantung hatinya akan bergejolak dan berdetak-detak tidak beraturan. Mukanya merah, telinganya panas, dan tangannya gemetaran. Frekuensinya rendah dan kasar, dengan amplitudo yang besar. Jika dilihat pada alat pengukur getaran jantung (ECG Electric Cardio Graph), akan terlihat betapa grafik yang dihasilkan sangatlah kasar dan bergejolak.



Getaran yang domikian memiliki efek negatif terhadap, tubuh kita. Sebuah benda yang dikenai getaran kasar terus-menerus akan mengalami kekakuan dan kemudian mengeras. Demikian Pula jantung kita. Orang yang pemarah akan memiliki resiko sakit jantung dan mengerasnya pembuluh-pembuluh darahnya. Dan secara psikologis dikatakan hatinya semakin mengeras dan tidak mudah bergetar oleh kebajikan.



Bukti lain bahwa hati semakin keras jika dipengaruhi hawa nafsu terus adalah orang yang suka berbohong dan menipu. Pada awalnya, orang yang berbohong selalu bergetar hatinya. Akan tetapi, kalau ia sering berbohong, maka hatinya tidak bergetar lagi saat ia membohongi orang lain. Ini menunjukkan betapa hatinya semakin keras dan sulit bergetar.



Karena itu, apa yang diungkapkan oleh Allah di dalam. Quran tentang lima tingkatan hati, sebenarnya bisa dijelaskan secara ilmiah, bahwa hati memang akan menuju kualitas yang semakin jelek jika digunakan untuk kejahatan terus-menerus.



Jika hati kita berpenyakit, dan kemudian sering mengeluarkan getaran-getaran yang kasar, maka getaran itu akan menyebabkan hati kita mengeras. Kekerasan hati kita itu akan terus meningkat, hingga dikatakan Allah seperti batu atau lebih keras lagi. Hati yang keras adalah hati yang sulit bergetar. Semakin lama semakin tidak bisa bergetar.



Jika ini diteruskan maka hati kita tidak mampu lagi beresonansi. Hati yang demikian adalah hati yang tidak peka tehadap lingkungannya. Maka, pada tingkatan ini hati kita seperti tertutup karena tidak mampu lagi beresonansi alias bergetar. Bagaikan lubang gitar yang tersumpal oleh kain atau benda-benda lain. Tidak bisa menghasilkan getaran dan suara yang merdu. Dan akhirnya, kata Allah, hati yang seperti itu dikunci mati. Na'udzubillahi min dzaalik.



Sebaliknya, hati yang baik adalah hati yang lembut. Hati yang gampang bergetar. Bagaikan buluh perindu yang menghasilkan suara merdu ketika ditiup. Kenapa bisa demikian? Karena, hati yang lembut bagaikan sebuah tabung resonansi yang bagus. Getarannya menghasilkan frekuensi yang semakin lama semakin tinggi. Semakin lembut hati seseorang, semakin tinggi pula frekuensinya. Pada frekuensi 10 pangkat 8 akan menghasilkan gelombang radio. Dan jika lebih tinggi lagi, pada frekuensi 10 pangkat 14, akan menghasilkan gelombang cahaya.



Jadi, seseorang yang hatinya lembut akan bisa menghasilkan cahaya di dalam hatinya. Dan jika cahaya ini semakin menguat, maka ia akan ‘merembet’ keluar menggetarkan seluruh bio elektron di dalam tubuhnya untuk mengikuti frekuensi cahaya tersebut. Hasilnya, tubuhnya akan mengeluarkan cahaya alias aura yang jernih. Dan jika kelembutan itu semakin menguat, maka aura itu akan merembes semakin jauh mempengaruhi lingkungan sekitarnya.



Karena itu, kalau kita berdekatan dengan orang-orang yang ikhlas dan penuh kesabaran, hati kita juga merasa tentram dan damai. Sebab hati kita teresonansi oleh getaran frekuensi tinggi yang bersumber dari hati dan aura tubuhnya. Sebaliknya, kalau kita berdekatan dengan seseorang yang pemarah, maka hati kita akan ikut merasa ‘panas’ dan gelisah. Semua itu akibat adanya resonansi gelombang elektromagnetik yang memancar dari tubuh seseorang kepada sekitarnya. (Bahrul Ulum)

HATI YANG LEMBUT DAN PENYANTUN

Rasulullah menginformasikan kepada kita bahwa di dalam diri manusia ada segumpal daging, yang jika baik daging itu maka baik pula manusia tersebut. Sebaliknya jika buruk daging itu, maka buruk pula kualitas orang tersebut. Daging itu adalah Hati.



Di kali lain, Rasulullah juga mengajarkan kepada kita bahwa setiap amaliah bergantung kepada niatnya. Jika niatnya jelek, maka jelek pula amaliahnya. Dan jika niatnya baik, maka baik pula amaliahnya. Kedua pelajaran ini sebetulnya mengajarkan hal yang sama, bahwa kualitas keagamaan kita sebagai muslim bisa dilihat dari niat hati kita pada saat melakukan perbuatan itu.



Hati adalah ‘cermin’ dari segala perbuatan kita. Setiap kita melakukan perbuatan, maka hati kita akan mencerminkan niat yang sesungguhnya dari perbuatan itu. Katakanlah, kita memberi uang kepada seorang miskin. Kelihatannya itu adalah perbuatan mulia. Tetapi jika niatan kita untuk menyombongkan diri kepada orang lain bukan karena belas kasihan kepada si miskin maka perbuatan itu sebenarnya tidak mulia lagi. Jadi, hati lebih menggambarkan kualitas yang sesungguhnya dari perbuatan kita. Sedangkan amaliah, lebih sulit untuk dinilai kualitasnya.



Karena itu, agama Islam lebih condong ‘menggarap’ hati daripada perbuatan. Kalau hatinya sudah baik, maka perbuatannya pasti baik. Sebaliknya meski perbuatannya kelihatan ‘baik’, belum tentu hatinya baik. Bisa saja ada niat jelek yang tersembunyi.



Seluruh jenis peribadatan yang diajarkan Rasulullah kepada kita sebenarnya dimaksudkan untuk menggarap hati kita agar menjadi baik. Sebutlah puasa. Puasa ini tujuan akhirnya adalah kemampuan mengendalikan diri. Atau disebut Takwa dalam terminologi Islam. Takwa adalah kualitas hati. Orang yang bertakwa memiliki keteguhan hati untuk selalu berbuat baik dan menjauhi yang jelek.



Demikian juga shalat. Tujuan utama shalat adalah membuka kepekaan hati. Orang yang shalatnya baik, memiliki kepekaan hati untuk membedakan mana yang baik, mana yang buruk Mana yang bermanfaat, mana yang membawa mudharat. Karena itu, shalat yang baik bisa menyebabkan kita jauh dari hal hal yang keji dan munkar.



Juga zakat. Tujuan utama zakat adalah melatih hati kita untuk peduli kepada orang-orang yang lemah dan tidak berdaya. Hidup harus saling menolong, supaya tidak terjadi ketimpangan yang menyebabkan terjadinya kejahatan. Itu secara sosial. Tetapi secara pribadi, kebiasaan menolong orang lain dengan zakat akan menyebabkan hati kita menjadi lembut dan penyantun.



Demikianlah, seluruh aktifitas ibadah kita termasuk haji yang menjadi bahasan utama kita kali ini, semuanya menuju kepada pelembutan hati kita. Kenapa hati yang lembut ini perlu?



Karena hati yang lembut itulah yang akan menyelamatkan kita ketika hidup di akhirat nanti. Hati yang lembut adalah hati yang terbuka dan tanggap terhadap sekitarnya. Sedangkan hati yang kasar dan keras adalah hati yang tertutup terhadap sekitarnya. Allah berfirman dalam firman Alah berikut ini.

QS. Al Israa (17) : 72

“Dan barangsiapa di dunia ini buta hatinya, maka di akbirat nanti juga akan buta, dan lebih sesat lagi jalannya.”



Ayat tersebut di atas memberikan gambaran yang sangat jelas kepada kita bahwa hati menjadi sasaran utama peribadatan kita. Karena itu Al Quran memberikan informasi yang sangat banyak tentang hati ini. Tidak kurang dari 188 kali informasi tentang hati ini diulang-ulang oleh Allah di dalam Al Quran.



Ada beberapa tingkatan kualitas hati yang diinformasikan Allah di dalam Quran. Hati yang jelek dikategorikan dalam 5 tingkatan. Yang pertama adalah hati yang berpenyakit. Orang-orang yang di hatinya ada rasa iri, benci, dendam, pembohong, munafik, kasar, pemarah dan lain sebagainya, disebut memiliki hati yang berpenyakit, sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat diantaranya,

QS. Al Baqarah (2) : 10

“Di dalam hati mereka ada Penyakit, lala ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”



QS Al Hajj (22) : 53

“Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleb setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar batinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar benar dalam permusuhan yang sangat.”



Tingkatan kedua hati yang jelek adalah hati yang mengeras. Hati yang berpenyakit, jika tidak segera diobati akan menjadi mengeras. Mereka yang terbiasa melakukan kejahatan, hatinya tidak lagi peka terhadap kejelekan perbuatannya. Mereka menganggap bahwa apa yang mereka kerjakan adalah benar adanya.



QS. Al An'aam (6) : 43

“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.



Tingkatan ketiga, adalah hati yang membatu. Hati yang keras kalau tidak segera disadari akan meningkat kualitas keburukannya. Al Quran menyebutnya sebagai hati yang membatu alias semakin mengeras dari sebelumnya.

QS. Al Baqarah (2) : 74

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”



Tingkatan keempat, adalah hati yang tertutup. Pada bagian berikutnya akan kita bahas, bahwa hati kita itu bagaikan sebuah tabung resonansi. Jika tertutup, maka hati kita tidak bisa lagi menerima getaran petunjuk dari luar. Allah mengatakan hal itu di dalam firmanNya.

QS Al Muthaffiffin : 14

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.”



Dan yang kelima, adalah hati yang dikunci mati. Jika hati sudah tertutup, maka tingkatan berikutnya adalah hati yang terkunci mati. Sama saja bagi mereka diberi petunjuk atau tidak. Hal ini diungkapkan Allah berikut ini.

Al Baqarah : 6-7

“Sesungguhnya orang-orang kafir itu, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglibatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.”



Sebaliknya hati yang baik adalah hati yang gampang bergetar, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam

QS. Al Hajj (22) : 35

“(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rizkikan kepada mereka.”



Hati orang-orang yang demikian itu lembut adanya. Mereka gampang iba melihat penderitaan orang lain. Suka menolong. Tidak suka kekerasan. Penyantun dan penuh kasih sayang kepada siapapun. Itulah nabi Ibrahim yang dijadikan teladan oleh Allah serta menjadi kesayangan Allah. Sebagaimana diinformasikan dalam firman berikut.

At Taubah (9) : 114

“Dan Permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diirarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (Bahrul Ulum)
 
Terimakasih Atas kunjungan Anda, Semoga Semuanya Dapat Memberikan Manfaat Bagi Kita Semua