Senin, 26 November 2007
KELUARGA SAKINAH
Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Keluarga yang tenteram, penuh cinta, dan kasih sayang. Itulah yang dikemukakan Allah dalam firmanNya di QS. 30:21.
Maka, kita harus mencermati lebih jauh, apakah yang dimaksudkan dengan keluarga yang tenteram, penuh cinta, dan kasih sayang itu.
1. Sakinah alias Tenteram.
Saya kira kita sudah tahu dan paham makna kata ‘tenteram’. Yaitu, tidak terjadi percekcokan, pertengkaran, atau apalagi perkelahian. Ada kedamaian tersirat di dalamnya. Boleh jadi masalah datang silih berganti, tetapi bisa diatasi dengan hati dan kepala dingin.
Ketenteraman hanya bisa muncul jika anggota keluarga itu memiliki persepsi yang sama tentang tujuan berkeluarga. Jika tidak, yang terjadi adalah perselisihan dan pertengkaran. Si suami ingin ke barat, sang istri ingin ke timur. Si suami mengira itu baik. Sang istri sebaliknya. Dan seterusnya. Bagaimana mungkin rumah tangga yang demikian bisa tenteram.
Maka ketenteraman hanya akan muncul jika suami, istri, dan anak memiliki persepsi yang sama tentang segala hal yang berkait dengan aktivitas keluarga. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Setidak-tidaknya lakukanlah hal-hal berikut ini.
a. Melakukan komunikasi
b. Menjaga kejujuran
c. Membangun toleransi
d. Berusaha saling memberi
Keempat hal di atas adalah kunci dari terjadinya ketenteraman. Pertengkaran seringkali dimulai dari buntunya komunikasi. Karena masing-masing pihak tidak mengerti yang dimaksudkan oleh pasangannya.
Sebaliknya, komunikasi yang lancar seringkali menjadi media efektif untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Boleh jadi kita berbeda pendapat tentang sesuatu hal, tetapi jika itu dikomunikasikan dengan baik, tidak akan terjadi salah persepsi. Kita jadi tahu persoalannya dengan segala alasan yang melatar belakangi.
Bahkan hal-hal yang sangat privat sekalipun sebaiknya dibangun lewat komunikasi yang baik. Barangkali ada suami atau istri yang malu-malu menyampaikan suatu hal yang dianggapnya tabu. Padahal kalau itu diterus-teruskan, bisa menyebabkan pertengkaran. Bahkan kadang sampai menjurus ke perceraian.
Ketentraman muncul karena rasa aman atas berbagai keperluan yang bisa terpenuhi. Atau setidak-tidaknya ada kesepahaman untuk memenuhi masing-masing kebutuhan suami dan istri. Ambil contoh urusan di kamar tidur.
Jika karena sesuatu hal, salah satu pasangan merasa tidak terpenuhi hasratnya, maka jangan sungkan-sungkan atau memendam perasaan. Sebab, tidak jarang pertengkaran hebat terjadi dikarenakan persoalan-persoalan yang tadinya dianggap sepele. Tetapi tidak terkomunikasikan dengan baik.
Ini hanyalah soal seni berkomunikasi. Bagaimana kita bisa menyampaikan keinginan secara indah dan elegan kepada pasangan, tanpa harus mengorbankan hal-hal yang bersifat mendasar. Justru di situlah letak seni berumah tangga, antara suami dan istri. Antara anggota-anggota keluarga.
Tetapi pada dasarnya, tetap saja komunikasi yang lancar adalah salah satu sendi terjadinya keharmonisan dalam berkeluarga. Tidak masalah apakah komunikasi itu dilakukan secara terbuka ataukah lewat cara yang lebih tersamar. Yang penting komunikasi antar suami istri harus berjalan lancar.
Akan tetapi, memang tidak semua pasangan suami istri bisa berlaku seperti itu. Terserah saja. Yang penting ada semacam kesepakatan dan kesepahaman antara keduanya. Insya Allah dengan komunikasi yang baik itu, suami dan istri akan merasakan ketenteraman, karena tidak ada yang tersembunyikan.
Yang ke dua, selain komunikasi yang lancar, kejujuran memainkan peranan yang sangat vital dalam membangun ketenteraman berumah tangga. Rumah tangga mana pun dan siapapun, ketika dijalani dengan penuh kebohongan dan khianat, tidak akan menghasilkan ketenteraman.
Selalu ada perasaan was-was, gelisah dan khawatir terhadap pasangannya. Bagaimana mungkin kita merasa tenteram jika setiap cerita dan pengalaman pasangan kita selalu berbau kecurigaan?
Kejujuran mutlak diperlukan dalam membina ketenteraman berumah tangga. Bahkan Rasulullah saw pernah mengatakan kepada seseorang yang baru masuk Islam, bahwa kejujuran adalah syarat untuk masuk Islam. Dan karena kejujurannya itulah orang tersebut lantas bisa beragama dengan baik. Bahkan tidak berani berbuat yang tidak-tidak, karena ia merasa tidak pernah bisa menyembunyikan perbuatan buruknya.
Karena itu, sejak awal berumah tangga kita harus sudah menanamkan komitmen dan kesepakatan untuk selalu jujur kepada pasangan kita. Itulah awal yang baik dari ketenteraman rumah tangga kita. Rumah tangga yang sakinah.
Yang ke tiga, syarat untuk mencapai keluarga sakinah adalah toleransi. Kenapa ini perlu? Sebab suami dan istri sebenarnya adalah dua individu yang berbeda, yang kini berusaha untuk bersatu dalam rumah tangga.
Karena adanya perbedaan itulah maka kita butuh beradaptasi satu sama lain. Di sinilah peranan toleransi. Jangan berharap pasangan kita menjadi sama persis seperti kita. Pasti memiliki perbedaan.
Mulai dari hal-hal kecil sampai mungkin yang mendasar. Misalnya soal selera makan. Ada yang suka makan sama kuah, sedangkan pasangannya lebih suka tanpa kuah. Soal suasana tidur, ada yang suka tidur dalam gelap, tapi ada juga yang lebih suka terang. Ada yang suka pakai AC, lainnya tidak suka. Ada yang suka berlama-lama foreplay, tapi ada juga yang langsung ‘tubruk’.
Pokoknya, suami dan istri adalah dua individu yang berbeda. Pasangan baru ini pasti butuh adaptasi. Dan itu sangat butuh toleransi. Jangan sampai masing-masing pasangan merasa dirinya yang paling benar dan paling berhak. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam menikmati kebahagiaan rumah tangga.
QS. Al Baqarah (2): 228
Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya (terhadap suami) menurut cara yang baik...
Rasulullah juga bersabda:
ketahuilah sesungguhnya kamu mempunyai hak atas istrimu, dan istrimu pun mempunyai hak atasmu.
[HR. Tirmidzi]
Maka, toleransi bakal menyelesaikan banyak kendala dalam rumah tangga. Terutama yang masih baru. Marilah kita pahami pasangan kita apa adanya. Dan kemudian kita berikan ruang gerak untuk saling beradaptasi. Insya Allah dengan cara ini rumah tangga kita terjauhkan dari percekcokan dan pertengkaran. Suami menghargai istri, dan sang istri menghargai suami. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Dan yang ke empat, ketenteraman akan semakin sempurna kita dapatkan, jika kita bisa saling memberi. Bukan saling menuntut. Tuntutan selalu menciptakan ketegangan. Sedangkan pemberian selalu menghasilkan ketenteraman dan kebahagiaan. Apalagi jika pemberian itu sedang menjadi kebutuhan. Wah, betapa nikmatnya.
Maka suami dan istri mesti selalu 'saling intip' kebutuhan pasangannya. Jika istri sedang suntuk, dan ingin refreshing, maka suami yang baik akan berusaha menyempatkan waktu untuk sang istri. Mungkin perlu diajak keluar rumah menikmati suasana yang lebih segar.
Sebaliknya jika suami sedang stres banyak tugas di tempat kerja, si istri dengan tanggap memberikan ketenangan. Mungkin dimasakkan makanan kesukaannya. Atau barangkali melepaskan stres-nya dengan cara dipijit-pijit ringan, yang kalau perlu diteruskan pada hubungan yang lebih intim.
Saya kira kebanyakan suami suka cara itu, dan akan semakin sayang kepada istrinya. Apalagi yang masih pengantin baru. Kebanyakan suami akan terkurangi stres-nya dengan menyalurkan hasrat biologisnya dengan istri yang disayanginya.
‘Memberi’ tidak selalu berupa hal-hal yang besar. Seringkali memberikan perhatian sudah cukup efektif untuk menghasilkan kententeraman. Ada rasa aman, karena orang yang dicintainya selalu memperhatikan segala kebutuhannya. Baik yang bersifat fisik maupun psikis...(Firliana Putri)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar