Senin, 03 Desember 2007
MANUSIA KEPITING
Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan
kepiting sawah. Kepiting itu ukurannya kecil, namun rasanya cukup
lezat. Kepiting-kepiting itu ditangkap pada malam hari, lalu dimasukkan
ke dalam baskom, tanpa diikat. Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini
akan direbus, lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari.
Yang menarik, tentu saja kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha
untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan
capit-capitnya yang kuat. Namun, seorang penangkap kepiting yang handal
selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri.
Jurusnya hanya satu, si penangkap tahu betul sifat para kepiting itu.
Jika ada seekor kepiting yang nyaris meloloskan diri keluar dari
baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar.
Bila ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi
temannya akan menariknya turun. Begitu seterusnya, sampai akhirnya tak
seekor kepiting pun yang berhasil kabur dari baskom.
Keesokan harinya, sang penangkap tinggal merebus mereka semua dan
matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.
Begitu pula dalam kehidupan ini, tanpa sadar kita juga terkadang
menjadi seperti kepiting-kepiting itu.
Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita meraih
keberhasilan, kita malahan berprasangka buruk: jangan-jangan
keberhasilan itu diraihnya dengan jalan yang tidak benar.
Apalagi dalam bisnis atau bidang lain yang mengandung unsur kompetisi.
Sifat iri, tak mau kalah, atau munafik, akan semakin nyata dan kalau
tidak segera kita sadari, tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita
sendiri.
Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis
atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih
penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita
seutuhnya.
Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau bahkan bisa juga
kalah dalam suatu persaingan, namun yang pasti: kita menang dalam
kehidupan ini.
Gelagat seseorang adalah "kepiting" antara lain:
1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain atau situasi)
dan menjadikannya sebagai acuan dalam bertindak.
2. Hobi membicarakan kelemahan orang lain, tapi tidak mengetahui
kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk merintangi orang lain
yang akan sukses dan melupakan usaha mensukseskan dirinya dengan cara
yang positif.
Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom,
namun yaah... dibutuhkan jiwa yang besar untuk melakukannya….
Coba renungkan, berapa waktu yang kita pakai untuk memikirkan cara-cara
menjadi "pemenang" dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama.
Seandainya kita bisa menggunakan waktu tersebut untuk memikirkan cara-
cara pengembangan diri yang positif, niscaya kita akan berkembang
menjadi pribadi yang lebih sehat dan dewasa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar