(Persembahan Untuk Para Sahabat)
Sahabat adalah dorongan ketika engkau hampir berhenti, petunjuk jalan ketika engkau tersesat, membiaskan senyuman sabar ketika engkau berduka, memapahmu saat engkau hampir tergelincir dan mengalungkan butir-butir mutiara doa pada dadamu...Ikhwan and akhwat...moga hati kita dipertautkan karena-Nya
Terimakasih Telah Menjadi Sahabat Dalam Hidup kami

rss

Senin, 01 Oktober 2007

Setitik izin


Setahun sudah perjalanan hidup baru telah berlalu. Hanya angin malam yang kian terasa kecongkaannya seakan mengiris sembilu. Engkau telah pergi dalam perjalanan hidup ini. Andai semua dapat kembali seperti sedia kala. Mungkin tak akan ada rasa dalam jiwa. Tapi apalah daya kita hanyalah manusia.
Hari ini adalah kehampaan hatiku yang kian gundah tanpa tempat bersimpuh dalam diri. Tak ada kawan dalam diam. Tak ada tempat bernaungan. Semua hanya kemunafikan.
Andai aku tahu dan semua orang pun tahu, perasaan rinduku yang telah membuncah dalam kalbu, takkan terlupa hingga waktupun berlalu. Kutatap langit biru yang kian menghilang digantikan semburat cakrawala sebelah barat. Sinar jingga yang kian merona, menampakkan kecantikannya, menyambut sang surya demi sebuah rasa kecintaannya pada manusia. Yang telah berjuang dijalannya, hingga terkatupnya mata dalam bayang-bayang kerinduan syorga. Semilir angin yang menerpa wajah dan mengacak-acak tatanan rambutku, bagai semburan nafas sang malaikat yang bergemuruh seakan-akan menyeru kepadaku untuk segera bangkit. Rumput yang ku pandang kini bergoyang-goyang terlihat indah seakan mengikuti lirik alunan sebuah lagu yang didendangkan alam, dan ternyata mampu mengembalikan kesadaranku pada masa-masa silam.
Pelembang, 25 Agustus 2004
Dy… kamu tau nggak kalo aku baru pusing hari ini. Seorang lelaki tua yang biasa mengajariku tentang makna kehidupan kini hanya termangu di kursi tuanya. Kursi yang seharusnya telah rapuh dimakan usia, dengan berbagai hiasan-hiasan ukiran dari Jepara ternyata tetap setia menemaninya mengarungi hari tua. Aku tak tahu apa yang sedang ada dalam benaknya. Dia hanya termangu memandangiku dengan sorot matanya yang tajam bak sorot mata srigala yang ingin menerka mangsanya. Dan tak secuil katapun yang terlepas dari dalam tenggorokannya. Aku jadi serba salah.
Dy … aku tahu kalo aku salah, tapi apakah dengan mendiamkannya juga akan terselesaikan masalah itu? Ah… kutinggalkan dia dalam kepekatan pikirannya yang tak terkira. Aku sedih…
Palembang, 26 Agustus 2004
Kuputuskan hari ini tuk pulang kekampung halamanku. Satu bulan lebih awal dari rencanaku semula. Dengan tetap meningggalkan kesalahan yang belum terselesaikan. Aku berharap sesampainya disana aku dapat melupakan segalanya. Antara cinta dan dusta. Bagaimana mungkin aku dapat menggapainya, aku adalah orang yang hina. Kamu tahu itukan Dy… kamu lah yang selama ini tahu tentang aku. Tapi sayang kau hanyalah seonggok kertas yang terbuang karena kesia-siaan. Tapi kau tetap bermanfaat bagiku, kaulah sahabatku, curahan hatiku yang telah hilang.
Kudus, 28 Agustus 2004
Sore ini aku telah sampai di perbatasan kota, dimana kenangan dulu masa-masa aku menuntut ilmu. Memori yang tak pernah akan terlupa dalam setiap langkah perjalanan panjangku. Aku tak sabar lagi untuk segera menginjakkan kakiku ditanah bersejarah yang telah membesarkanku. Oh ya Dy kamu masih inggatkan ini hari apa? Ini adalah hari bersejarah Dy. Hari dimana aku mulai merasakan kehidupan dunia ini. Tentu kamu nggak akan lupa tentang masalah yang satu inikan Dy? Kemaren disaat masih dalam perjalanan pulang ada pengalaman yang sangat aneh. Kamu ingin tahu Dy? Tapi aku sendiri nggak begitu faham apa maksut dari perkataannya. Dia hanya Tanya “Untuk apa to hidup di dunia ini mas?” aku hanya menjawabnya dengan pandangan tajam, dalam batinku berbisik “ini adalah pertanyaan konyol yang pernah singgah dalam hidupku.” Melihat raut mukaku yang aneh tersebut diapun melanjutkan perkataannya. “Tuhan itu benar-benar ada nggak sih mas?” Akupun sempat terkejut dibuatnya. Di ketuk-ketukannya jari telunjuknya yang tengah ke kepalanya, mungkin dia sedang menunggu jawaban dariku. Tapi aku tetap tak menjawabnya. Dibukanya lagi mulut lebarnya, mungkin dia ingin melanjutkan perkataannya. Dan ternyata tebakanku benar. “Bagaimana mungkin kita bisa percaya pada hal-hal yang tak tampak? Huh…” dia menghempaskan nafasnya dalam-dalam. “Maaf mas saya turun disini duluan.” Tak ku gubris perkataannya lebih lanjut karena aku juga masih dalam benang-benang keruwetan masalah yang seolah tak dapat dibereskan dengan benar.
Pati, 29 Agustus 2004
Pagi yang dingin ini aku telah menginjakkan kakiku di tempat bersejarah. Untuk berkumpul kembali dengan seluruh anggota keluargaku. Ternyata tak ada yang berubah sedikit pun setelah kepergianku selama sepuluh tahun. Perasaan rindu pada ayah-ibu dan adik-adikku segera menyergah dalam dadaku. Aku rindu pada mereka. Sesampainya dirumah kutemukan rona muka ceria pada mereka. Sayang aku tak dapat membawakan bermacam-macam hal untuk mereka. Hari ini juga banyak dari handai taulanku yang dating unhtuk menemuiku.
Pati, 24 Oktober 2004
Hari ini aku pergi ke kota semarang dengan tujuan untuk berbelanja keperluan lebaran yang sebentar lagi. Disana aku terjerembab dalam kemacetan jalan raya, karena aksi sebuah partai yang aku sendiri tak jelas pasti. Dalam kegundahan hatiku, tanpa sengaja mataku terbentur keras kesebuah wajah yang menurutku tak asing lagi. Kucoba memutar kembali VCD yang ada dalam otakku.tapi ternyata nyaris tak tertemukan. Kukorek sisi file-file yang ada sangkutannya dengannya. Kuobrak-abrik semuanya tapi tetap juga tak kutemukan. Kucoba mengulangi pencarianku dari masa kanak-kanak hingga sampai sekarang. Seketika itu terbersitlah dalam otakku masa 15 tahun silam. Masa dimana aku masih menuntut ilmu dibangku kuliahan. Saat aku masih berada disemester 1. ternyata dia adalah teman sekelasku waktu itu. Tak pernah kusangka waktu 15 tahun adalah waktu yang cukup untuk merubah segalanya.
Pati, 30 Oktober 2004
Dy… ternyata dari hari kehari sebuah wajah yang lembut, santun dan enak dipandang itu tak pernah bisa lepas dari dalam benakku. Kenapa ini terjadi ya robby, sedangkan aku pulang kesini adalah untuk menghindari sebuah cinta dari anak tetangga sebelah rumah pamanku. Selama aku masih dalam perantauan. Aku hanya ingin sebuah cintamu Ya Allah, bukan cinta dari manusia yang penuh kehampaan.
Pati, 15 November 2004
Dy… hari ini kedua orang tuaku mengajak bicara sama aku. Mereka mempermasalahkan usiaku yang semakin hari semakin tua. Mereka ingin aku segera punya pendamping hidup. Seorang perempuan yang tentunya pengertian denganku. Aku tahu usiaku kini mulai senja. Kini usiaku telah menginjak kepala tiga dy… dan selama ini belum pernah menemukan pasangan yang memang cocok dalam diriku. Aku coba menjelaskan kepada keduanya dengan sangat hati-hati kalao aku tidak ingin segera menikah. Aku tidak berani untuk mengatakan yang sebenarnya. Tapi semakin hari aku sendiri tak mampu untuk menghindari rasa hati yang kian dalam kurasakan akhir-akhir ini. Mungkin inlah yang dinamakan dengan fitrah manusia. Yang mana manusia tak dapat menghindari dari semuanya. Tapi akua akan tetap berusaha untuk melawan fitrah tersebut.
Pati, 28 November 2004
Semalam aku tak bisa tidur dy… aku masih terngiang dengan perkataan seorang kiai dalam majelis ta’lim yang sempat kuhadiri di desa tetangga. Beliau mengatakan bahwa “Orang yang berkeinginan untuk membujang tidak akan pernah diakui oleh nabi sebagai umatnya.” Sampai pagi ini mataku masih sembab oleh air mata yang menganak sungai. Hingga tarikan nafasku tuk kesekiankali aku telah berbuat kesalahan. Padahal dalam setiap langkah dan niatku adalah ingin mendapatkan cinta dari Illahi. Aku sadar dy… ternyata ketika sebuah niat tanpa diikuti dengan hokum syariat itu adalah perbuatan yang sia-sia bahkan berdosa meski niat kita baik.
Pati 19 Desember 2004
Aku mulai lupa hari apa ini. Sudah beberapa hari ini aku mengurung diriku didalam kamar. Tanpa harus tahu apa yang tengah terjadi diluar sana. Entah desingan mesiu di Palestina ataupun di Irak, Afgan, aku sudah tak dapat mendengarnya lagi. Telinga ini rasanya telah tersumbat dengan kecongkaanku sendiri. Aku hanya ingin kembali ke palembang tuk menemui setengah dari agamaku. Tuk mencari pengakuan dari nabi bahwa aku juga seorang hambanya.
Pati, 20 desember 2004
Telah ku utarakan semua niatanku pada orang tuaku dan Alhamdulillah mereka semua setuju. Hari ini aku serta ditemani kedua adikku membereskan barang-barang apa saja yang akan aku bawa besok.
Pati, 21 Desember 2004
Ini adalah hari keberangkatanku untuk menggapai sebuah kesempurnaan dalam hidupku. Aku sangat bersyukur ternyata orang yang selama ini membimbingku ketika masih disana, mau menerimaku dengan lapang dada dan memaafkan segala kesalahan yang selama ini telah kuperbuat.
Sehabis ashar ini aku telah sampai diterminal Pati, tiket telah kubeli kemarin. “Bismillahirrohmanirrohim” kuseret langkahku tuk menuju pada bangku yang tertera pada karcis yang kupegang. Kebetulan aku berada di bangku paling depan dekat dengan pintu masuk. Buspun melaju dengan kencang, sekencang perasaan rinduku yang telah membuncah dalam dada. Dalam laju kencangnya bus, akupun sudah terbuai dalam mimpi dan angan-anganku.
Semarang 22 Desember 2004
Aku tak tahu kenapa aku berada disini. Trus… kemana mobil yang kemarin mengantarkanku tuk menggapai ridlo illahi? Perasaanku semakin menerawang jauh tanpa kusadari mata kakiku terbentur oleh selembar Koran yang diterbangkan oleh angin. Kupungut dan kubaca, mataku terbelalak ketika kudapati sebuah berita.
News 22 Desember 2004


DUET MAUT
Dua buah mobil bus yang mengangkut lebih dari 70 penumpang kemaren sore harus mengalami nasib naas karena berbenturan satu sama lain. Dalam peristiwa tersebut sebagian penumpang tewas seketika didalam bus yang meledak dekat pompa bensin dan menewaskan sedikitnya 50 orang. Dan melukai 15 orang dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Empat orang dinyatakan selamat dan satu orang dinyatakan hilang. Sampai saat berita ini dikeluarkan, polisi masih mencari-cri seorang korban yang dinyatakan hilang tersebut….
Tetesan air langit dengan serta merta membuyarkan lamunanku digundukan tanah tempat peristirahatanmu yang terakhir. Tak terasa buliran air kecil meluncur dari kedua bola mataku. Engkau gugur dalam kesyahidan. Tapi kenapa aku masih bersedih disini. Resah rintik hujan yang tak henti, menemani sunyinya malam ini, sejak dirimu jauh dari pelukan. Selamat jalan kekasih kejarlah cita-citamu jangan kau ragu tuk melangkah. Demi masa depan dan segala kemungkinan. Ridlo Illahi semoga mengiringi setiap langkah panjangmu menuju syorgaNya.

0 komentar:

 
Terimakasih Atas kunjungan Anda, Semoga Semuanya Dapat Memberikan Manfaat Bagi Kita Semua