Kamis, 04 Oktober 2007
Rekaman Memori Otak
Kita semua mengetahui bahwa otak kita bisa merekam perbuatan kita. Ia bekerja sebagai ingatan. Setiap kita melakukan aktivitas, maka otak kita akan merekamnya. Perbuatan yang kita lakukan itu akan menimbulkan kesan lewat panca indera, dan kemudian diteruskan ke otak, dan lantas disimpan sebagai memori.
Misalkan, kita berbuat menyakiti seseorang. Tentu, orang tersebut akan memberikan reaksi. Reaksi itulah yang kita tangkap lewat panca indera. Baik lewat pendengaran, lewat penglihatan, maupun lewat indera yang lainnya.
Reakksi itu akan kita tangkap sebagai gelombang yang menggetarkan sensor di panca indera kita, lantas diteruskan sebagai pulsa-pulsa listrik lewat jaringan saraf menuju otak. Di otak, reaksi tersebut akan disimpan sebagai tegangan listrik tertentu, yang disebut memori.
Kerja otak sangatlah kompleks, dimana manusia belum sepenuhnya memahami. Akan tetapi secara umum, kita tahu bahwa ternyata mekanismenya dalam bentuk pulsa-pulsa listrik.
Kita jadi teringat pada mekanisme kerja sebuah komputer. Akan tetapi kecanggihan otak kita berjuta-juta kali lipat dibandingkan kemampuan komputer, yang tercanggih sekali pun.
Maka, setiap kali kita berbuat, sebenarnya kita sama saja dengan menginput data ke dalam memori otak kita. Hanya saja, rekaman yang dibuat oleh memori otak tersebut adalah data sekunder.
Kenapa saya sebut data sekunder? Sebab yang direkam dalam memori tersebut adalah 'reaksi' dari sekitar kita terhadap apa yang kita lakukan. Bukan 'perbuatan' itu sendiri. Dan, memori itu bersifat tidak langsung, karena sinyal-sinyal yang masuk tersebut harus melewati panca indera terlebih dahulu. Padahal panca indera kita memiliki distorsi (penyimpangan) yang besar terhadap kenyataan. Sebagai contoh, kalau kita melihat sebuah gunung berwarna biru, sebenarnya gunung itu tidaklah berwarna biru. la berwarna hijau, karena memiliki banyak pepohonan. Begitu juga ketika kita melihat rel kereta api, semakin jauh kelihatan semakin menyempit dan pada suatu titik akhirnya bersatu. Padahal keadaan yang sebenarnya tidaklah demikian. Demikian pula, ketika kita melihat bintang di langit terkesan berukuran sangat kecil dan berkedip-kedip. Padahal sesungguhnya bintang adalah benda langit yang sangat besar dan tidak berkedip. Kita mendengar suara klakson mobil yang sedang berjalan, seakan akan berubah dari pelan menjadi keras. Padahal, sesungguhnya suara tersebut sama kerasnya. Dan lain sebagainya. Dan lain sebagainya.
Pada prinsipnya, segala pemahaman yang melewati panca indera kita adalah sebuah 'kebohongan' alias penyimpangan dari kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi itu tetap kita perlukan untuk kelangsungan hidup kita. Karena itu, rekaman yang terjadi di memori kita juga sifatnya terdistorsi. Akan tetapi itu telah membantu kita untuk mengingat masa lampau. Naum demikian, rekaman ini bersifat jangka pendek, ketika kita hidup di dunia, maupun sampai di Akhirat nanti.
Secara struktur, memori otak kita dibagi menjadi tiga bagian, yaitu memori yang sedang berlangsung (Working Memory), memori jangka panjang (Long Term memory), dan memori yang berkait dengan ketrampilan (Skill Memory).
Working memory adalah memori yang berkait dengan apa yang sedang terjadi dan dialami seseorang. Biasanya terkait langsung dengan penglihatan, pendengaran dan perasaan. Bagian ini terletak di permukaan otak sebelah depan yang disebut sebagai Pre Front Cortex.
Long Term Memory berfungsi untuk mengingat hal-hal yang berkait dengan pengalaman sesesorang dalam memahami kenyataan hidup. Bagian ini terletak di Otak sebelah dalam.
Sedangkan Skill memory terdapat di Otak bagian belakang yang disebut Cerebelum. Fungsinya terkait dengan ketrampilan seseorang. Karena itu, ia berhubungan dengan organ-organ motorik, seperti kaki dan tangan. (Bahrul Ulum Gadung)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar