Jumat, 09 November 2007
4. Kesadaran Tauhid
Inilah tingkat Kesadaran yang paling tinggi. Sebuah tingkat lanjut dari proses Kesadaran Spiritual. Kesadaran ini bakal tercapai oleh mereka yang telah menjalani Kesadaran Spiritual dalam kurun waktu tertentu. Biasanya bertahun, atau berpuluh tahun.
Kesadaran Tauhid dicirikan oleh menyatunya segala kepahaman menjadi tauhidullah, alias mengEsakan Allah semata. Bukan hanya dalam persepsi melainkan telah menjalar kepada seluruh sikap dan perbuatannya. Kesadaran tingkat inilah yang bakal melahirkan kepasrahan yang mendalam kepada Allah swt, tingkat tertinggi di dalam agama Islam yang disebut sebagai muslimun.
Dalam proses pencarian Kesadaran, seseorang yang mencari jati diri kehidupan ini bakal selalu mentok. Ujung-ujungnya adalah rasa 'ngeri' atau 'terpesona' atau campuran keduanya, dalam memandang Kebesaran dan Keagungan Allah, dalam puncak Kesadaran Spiritualnya. Ia merasa kecil dan tidak berdaya, karena berhadapan dengan sebuah Kekuatan yang tiada terperikan. Baik KebesaranNya, Kesempurnaan Nya, KehalusanNya, sampai pada Keperkasaan KehendakNya.
Ia telah bertemu Tuhannya dalam pencarian yang tiada henti. Lantas, muncul sebuah pengakuan bahwa dirinya kecil dan lemah, sedangkan Tuhan sangat Kuat dan Perkasa. Ia bodoh dan naif, sedangkan Tuhan sangat Pintar dan Tahu Segala. Ia kasar dan ceroboh, sedangkan Tuhan Sangat Halus dan Teliti. Ia penuh dengan segala kekurangan dan keterbatasan, sedangkan Tuhan Maha Sempurna.
Kesadaran Spiritual telah menghantarkan seseorang kepada sang Pencipta yang Maha Agung dan Mulia. Maka, setelah itu manusia bakal berproses lebih jauh berinteraksi dengan Dzat Ketuhanan itu. Disinilah mulai muncul Kesadaran Tauhid.
Kesadaran Tauhid dimulai dengan munculnya sebuah surprise, bahwa kemana pun kita menghadap, selalu ketemu dengan Allah. Sebagaimana Allah berfirman berikut ini.
QS.A1 Baqarah (2) : 115
Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
QS. Al Baqarah (2) : 255
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar
QS. Asy Syu'araa (26) : 28
Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal".
QS. An Nisaa' (4) : 126
Kepunyaan Allah lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.
QS. Al Israa' (17) : 60
Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya Tuhanmu meliputi segala manusia". Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al-Qur’an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.
QS. Ath Thalaq (65) : 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
QS. Al Baqarah (2) : 186
Dan apabila hamba-hamba Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menggambarkan betapa Allah meliputi segala sesuatu. Kemana pun kita menghadap di situlah kita melihat Allah. Dengan benda apa pun kita berinteraksi, di situ juga ada Allah. Sedang menghadapi problem apa pun, kita juga sedang berhadapan dengan Allah.
Ya, Allah tiba-tiba hadir di mana-mana. Di setiap yang kita lihat. Di segala yang kita dengar. Di persoalan-persoalan yang sedang kita pikirkan. Dan di segala sesuatu yang kita lakukan. Bahkan Allah juga hadir di sekujur tubuh kita. Mulai dari denyut jantung, tarikan nafas, geliat otot-otot, percikan sinyal-sinyal listrik di sel-sel saraf dan otak, serta seluruh aktivitas kehidupan kita. Allah hadir di seluruh penjuru kehidupan kita.
Seseorang yang telah mencapai Kesadaran Tauhid tiba-tiba mejadi begitu jernih melihat kehadiran Allah dalam hidupnya. Ketika sedang sendirian, tiba-tiba ia merasakan betapa Allah, telah hadir di tarikan dan hembusan nafasnya.
la seakan-akan bisa 'melihat' betapa oksigen yang dihirupnya meresap ke dalam paru-parunya, ditangkapi oleh gelembung-gelembung alvioli, kemudian diedarkan ke miliaran sel-sel tubuhnya oleh mekanisme peredaran darah yang mangagumkan.
Ia melihat betapa Allah hadir dan aktif mengendalikan seluruh mekanisme distribusi oksigen itu. la bisa merasakan, betapa ngerinya jika Allah tidak hadir dalam proses pengangkutan oksigen itu.
Proses itu bakal menjadi amburadul tidak terkendali. Jaringan alvioli di dalam paru-paru tidak mampu menangkapi gelembung oksigen. Dan kemudian, darah tidak mengangkuti oksigen itu sebagaimana mestinya. Maka, dalam waktu beberapa menit kemudian, sel-sel di dalam tubuh kita akan mengalami kematian massal dengan sangat dramatis.
Miliaran sel tidak memperoleh pasokan oksigen. Termasuk otak. Secara beruntun orang yang gagal memperoleh oksigen itu bakal mengalami kondisi seperti tercekik, badannya membiru, lantas kehilangan kesadarannya, pingsan, dan kemudian mengalami kerusakan berbagai organnya. Dan, akhirnya menemui kematian.
Betapa dominannya Kekuasaan Allah berperan di dalam proses itu. Dalam waktu yang bersamaan, Allah sedang mempertontonkan berbagai sifat KetuhananNya. 'Kekuasaan', Ketelitian, Kehalusan, Kehendak, dan Kasih SayangNya, bercampur dalam sebuah proses mengendalikan pasokan oksigen ke dalam tubuh makhluk hidup.
Allah menjaganya tanpa henti. Tidak Mengantuk, Tidak Tertidur, dan tidak pernah merasa capai. Persis sebagaimana Dia firmankan dalam ayat-ayatNya: "Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan Nya apa yang di langit dan di bumi".
Allah setiap saat selalu dalam urusan. Di ayat yang lain, Allah juga menegaskan, bahwa DIA selalu dalam kesibukan. Persis seperti ayat berikut ini.
QS. Ar Rahman (55) : 29
Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.
Bisa kita bayangkan seandainya Allah berhenti satu menit saja dalam mengurus makhlukNya. Maka, triliunan benda langit akan mengalami tabrakan yang sangat dramatis. Dan seluruh mahluk hidup bakal mengalami problem serius dalam seluruh proses metabolismenya.
Ya, sebab Allah bukan hanya hadir di dalam nafas kita. Dalam waktu yang bersamaan Ia juga sedang ‘sibuk’ mengatur denyut jantung miliaran makhluk hidup. Bukan hanya manusia yang berjumlah sekitar 5 miliar. Tapi juga jantung jutaan monyet yang sedang bergelantungan di pepohonan, gajah yang sedang tidur, kijang yang berlari kencang, ikan-ikan yang berenang di lautan lepas, dan miliaran binatang lainnya. Semuanya dalam kondisi yang berbeda.
Ada yang perlu berdenyut kencang karena sedang berlari atau marah dan emosi. Ada juga yang berdenyut perlahan karena sedang tertidur atau mungkin bersantai santai saja. Semuanya dikontrol dengan sangat teliti dan kasuistik. Bisakah Anda bayangkan tingkat kerumitannya?!
Bahkan kalau kita cermati lebih jauh, kita bakal bergidik merasakan betapa Dahsyatnya Allah sang Penguasa dan Pencipta itu. Dalam waktu yang bersamaan, Dia sedang mengatur miliaran pepohonan. Ada yang bertunas, berbunga, berbuah, bercabang, layu, rontok dan roboh diterpa angin.
Di bagian yang lain, Allah juga sedang menggerakkan angin, mendorong awan agar bisa turun hujan di daerah yang tandus. Hujan itu tidak diturunkan sekaligus seperti air terjun, melainkan dijatuhkan sebagai butiran-butiran yang terukur sehingga tidak merusakkan daerah yang disirami air hujan itu.
Bayangkan, seandainya hujan turun dalam bentuk air terjun di daerah Anda. Pasti akan terjadi bencana tiada terkira akibat hempasan air bah berjumlah jutaan ton. Allah mengukur jatuhnya hujan sesuai kadarnya. Baik jumlah yang turun maupun cara turunnya.
QS. ZukhRuh (43) : 11
Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).
Dalam waktu yang bersamaan pula, Allah sedang mengendalikan triliunan kejadian di muka bumi mulai dari yang paling halus sampai yang paling besar. Di dalam sel seorang manusia saja, Allah mengendalikan 4-5 miliar genome yang bertanggung jawab terhadap berbagai reaksi biokimiawi terkait dengan sifat-sifat khas seseorang.
Jika untuk urusan genome inj saja kita hitung, maka kita akan memperoleh angka yang sangat fantastis. Anggap saja jumlah manusia di muka bumi ini persis 5 miliar orang, maka dalam waktu yang bersamaan Allah sedang mengendalikan 5 miliar x 5 miliar = 25 juta triliun reaksi biokimiawi di dalam seluruh manusia yang hidup di muka bumi.
Dan semuanya kritis. Jika terjadi penyimpangan satu reaksi saja, maka akan terjadi penyimpangan kesehatan pada seorang manusia. Jadi sehat tidaknya seseorang berada di dalam genggaman Allah, lewat (Salah satunya) keseimbangan reaksi reaksi biokimiawi tersebut.
Padahal, kita tahu selain manusia di bumi ini hidup hewan dan tumbuhan yang jumlahnya juga bermiliar-miliar. Bahkan jauh lebih, banyak dari jumlah manusia. Dan semuanya berkembang dengan desain yang sangat khas. Tidak ada yang sama antara hewan satu dengan yang lain. Antara tumbuhan satu dengan yang lainnya.
Kalau kita asumsikan ada 10 miliar binatang dan 10 miliar tumbuhan, baik di darat laut maupun udara, maka ada 20 miliar x 5 miliar reaksi biokimia = 100 juta triliun reaksi yang harus dikendalikan Allah dengan ketelitian yang luar biasa.
Bisakah Anda bayangkan, bahwa untuk urusan reaksi biokimiawi saja Allah demikian 'sibuknya' mengendalikan sekitar 125 juta triiun peristiwa, dalam waktu yang bersamaan! Katakanlah, pada saat ini juga, sedetik ketika anda sedang membaca tulisan ini.
Belum lagi hal-hal lain, yang berkait dengan koordinasi antar sel sehingga bisa membentuk koordinasi jaringan, organ dan tubuh makhluk hidup. Cara organisasi seperti apa yang bisa anda bayangkan untuk mengatur dan mengendalikan miliaran reaksi biokimia yang terjadi di dalam miliaran sel, yang kemudian terkoordinasi membentuk miliaran jaringan, organ, dan tubuh dari bermiliar-miliar makhluk hidup?!!
Sungguh demikian dahsyatnya!! Dan semua itu telah berjalan selama sekitar 5 miliar tahun usia planet bumi. Semuanya berjalan dalam kontrol yang sangat teliti dalam skala sangat raksasa. Itupun baru dalam skala planet bumi. Bisakah Anda bayangkan ketika kita berbicara dalam skala makrokosmos alias alam semesta?!
Ada bermiliar-miliar benda angkasa yang juga membutuhkan perhatian Allah dalam urutan waktu yang tiada pernah henti. 'Meleng' sedikit saja hancurlah alam semesta beserta segala isinya.
Dan puncak dari segala yang kita bahas ini adalah: muncul sebuah kefahaman, bahwa semua peristiwa kritis itu hanya dikendalikan oleh 'Sosok Tunggal' saja. Sebab jika tidak, maka seluruh koordinasi itu akan menjadi kacau balau. Persis seperti yang difirmankan Allah berikut ini.
QS. Al Anbiyaa' (21) : 22
Sekiranya di langit dan di bumi ada tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.
Dengan sangat logis Allah memberikan argumentasi kepada kita, tidak mungkin ada beberapa Tuhan sebagai penguasa alam semesta. Jika tidak mengikuti satu aturan saja, maka bisa dipastikan alam semesta akan mengalami kehancuran. Sebab hukum alam yang mengaturnya lantas tidak bisa disinkronkan.
Semua ilmuwan astronomi termasuk Einstein mengakui bahwa di alam semesta ini hanya berlaku satu hukum. Dan itu berarti hanya ada satu Tuhan yang menciptakannya, yaitu Allah Azza WajAla.
QS. Ar Ra'd (13) : 16
Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah" Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?"
Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".
Bahkan, di ayat ini Allah mengembangkan logika itu lebih luas lagi. Apakah ada yang bisa menciptakan makhluk seperti yang telah diciptakanNya? Jawabnya, pasti tidak akan pernah ada. Karena itu, tidak ada pilihan lagi untuk bertuhan, kecuali kepada Allah sang Perkasa.
Sampai disinilah puncak pencarian seseorang terhadap hakikat kehidupan. Tanpa bisa dibantah lagi, ia telah mencapai kesimpulan final bahwa alam semesta ini memang diciptakan. Dan sang Pencipta itu, tiada lain adalah Allah, sebagaimana digambarkan dalam ayat di atas.
Maka, seluruh Jiwa raganya kini telah mengakui keberadaan Allah. Bukan hanya di kiblat shalatnya, tetapi ia merasakan kehadiran Allah di seluruh penjuru kehidupannya. Sejak bangun tidur, kemudian beraktivitas, sampai tidur kembali, ia tidak pernah bisa lepas dari keberadaan Allah sebagai pusat kontrol kehidupannya.
Pada saat itulah seseorang telah mencapai kesadaran tertingginya, yaitu Kesadaran Tauhid. Hidup bagi dia hanya bermakna satu saja, yaitu: laa ilaaha illallah Tidak ada Tuhan (di seluruh penjuru alam semesta ini) kecuali Allah. Yang dirinya beserta seluruh makhluk ada di Genggaman KekuasaanNya. Ia telah mencapai keyakinan final yang tidak bakal tergoyahkan. . .(dahlia Putri)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar