Selasa, 11 Desember 2007
PARTIKEL UNIVERSAL
Di bagian terakhir bab ini saya ingin mengajak pembaca untuk memahami asal usul makhluk hidup dari sudut pandang yang lebih universal. Allah mencontohkan banyak hal dalam ciptaanNya bahwa sesuatu yang ada ini adalah bagian dari keberadaan yang lebih besar.
Memahami keberadaan manusia dari sudut pandang ini ternyata bisa mengantarkan kita kepada pemahaman yang holistik tentang nenek moyang kita sendiri. Ini memang teori yang dikembangkan bukan berdasar penelitian khusus, melainkan sekadar memahami ayat-ayat Allah secara universal. Qauliyah & Kauniyah.
Saya menyebutnya sebagai ‘Teori Benih’. Bahwa alam semesta ini mulai dari alam besar yang kita kenal sebagai makrokosmos, sampai alam kecil alias mikrokosmos, berfungsi dan bertingkah laku seperti benih.
Apakah sifat benih yang paling menonjol? Setiap benih ternyata sudah memiliki ‘rencana’ di dalam dirinya. Sebutir benih tinggal menerima perlakuan tertentu saja, maka ia akan berkembang biak dengan sendirinya mengikuti tahap-tahapan yang sudah direncanakan.
Ibarat sebutir benih pohon mangga misalnya. Benih itu cukup ditempatkan di tanah dan disirami dengan cukup, maka benih itu bakal tumbuh dengan sendirinya. Tahapan-tahapan tumbuhnya pun sudah diatur dari dalam sesuai kondisi yang menyertainya.
Ia sudah tahu, kapan harus mengeluarkan akar. Kapan keluar batang. Kapan tumbuh daun. Kapan menghasilkan buah. Dan seterusnya. Di dalam dirinya sudah ada rencana, perintah, dan mekanisme untuk menumbuhkan benih menjadi pohon mangga yang berbuah.
Pohon mangga itu tentu saja diciptakan oleh Allah. Dengan kalimat kun fayakun. Tetapi kita melihat pohon mangga itu tetap saja berproses secara alamiah mengikuti sunnatullah yang telah ditetapkan. Proses dan tahapannya telah dimasukkan Allah ke dalam benihnya.
QS. Ar Ra'd (13): 4
Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Begitulah kata Allah, meskipun disirami dengan air yang sama, dan tempat tumbuhnya pun berdampingan, ternyata rasa buah anggur, dan kurma tidaklah sama. Semua itu bukan dikarenakan tanah dan air yang berbeda, melainkan oleh benihnya. Perintah genetika yang berada di dalam inti benih itu.
Hal ini, bukan hanya terjadi pada tumbuhan melainkan juga pada hewan. Ada yang benihnya dimasukkan ke dalam telurnya. Ada pula yang benihnya berupa sperma dan ovum di dalam organ reproduksi dalam. Tapi, semuanya memiliki benih itu.
Kalau anda melihat sebutir telur ayam yang dalam proses menetas, mekanismenya kurang lebih sama. Telur ayam itu hanya butuh suhu tertentu untuk menetas dan ‘melahirkan’ anak ayam. Ketika suhu itu diberikan secara kontinu dalam waktu tertentu, maka telur itu pun menetas. Meskipun, ia tidak dierami oleh induknya. Menggunakan mesin penetas. Asal syaratnya terpenuhi, maka benih itu pun tumbuh menjadi makhluk yang telah diprogramkan di dalam benih tersebut. Hal itu, juga terjadi pada kura-kura, penyu, dan buaya, yang mengeramkan telur-telurnya di hangatnya pasir pantai, misalnya.
Pada makhluk yang tidak bertelur, mereka pun punya benih di dalam sperma dan ovumnya. Mereka membutuhkan keberadaan rahim untuk menggantikan cangkang telur. Tapi, sesungguhnya tidak ada perbedaan prinsip dari sudut pandang benih. Di dalam sperma dan ovum itu terdapat pesan-pesan genetika untuk melakukan proses pembiakan secara terencana.
Saya ingin mengajak anda mencermati makhluk yang lebih besar yang bernama: manusia. Manusia juga tumbuh mengikuti perencanaan yang dibuat di dalam benihnya. Selama sembilan bulan ia berada di dalam rahim, benih tersebut membelah dan bertumbuh mengikuti perintah genetikanya. Ia sudah tahu kapan harus membelah dan dengan cara bagaimana. Kita tidak perlu mengajarinya. Ia juga sudah tahu kapan harus membentuk kepala, tangan, kaki dan organ-organ lainnya. Ia pun sudah tahu, tentang jenis kelamin janin, dan kapan mulai membentuknya. Bahkan ia sebenarnya juga sudah tahu kapan bayi itu harus lahir, dan bagaimana mekanismenya.
Ya, benih manusia yang berada di dalam rahim itu sudah tahu semua apa yang harus diperbuatnya. Ia hanya membutuhkan suasana yang kondusif saja untuk mengamankan proses pertumbuhan yang sedang berlangsung. Jika sudah tiba waktunya, maka terlahirlah bayi manusia seperti program yang telah direncanakan di dalam genetika benih manusia.
Begitu pula makhluk lebih besar, yang bernama planet Bumi. Ia sebenarnya tumbuh dari sebuah ‘benih’. Karena itu ia sudah tahu kapan ia harus melakukan sesuatu, dan bagaimana caranya agar Bumi ini mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Kalau kita melihat perkembangan Bumi sejak miliaran tahun yang lalu sampai kini, kita bakal tahu bahwa Bumi berkembang seperti benih-benih tumbuhan, binatang atau pun manusia. Ia adalah makhluk hidup yang telah menyimpan perintah sejak kelahirannya. Di dalam dirinya sendiri.
Karena itu tidak heran, ia tumbuh dalam tahapan yang sangat terencana. Awalnya berupa gas panas, lantas mendingin dan membentuk daratan. Kemudian memunculkan zat-zat yang dibutuhkan untuk kehidupan selanjutnya. Sampai kemudian memunculkan kehidupan bersel tunggal, bersel lebih banyak, lebih banyak lagi, dan akhirnya spesies manusia yang memilki kualitas tertinggi di antara makhluk hidup lainnya.
Ini persis seperti tanaman atau hewan yang berkembang dan bertumbuh. Benih-benih itu sudah tahu kapan harus memunculkan bagian-bagian tubuh dan tahapan kehidupan. Bumi pun demikian. Ia sudah tahu kapan harus memunculkan daratan, gunun-gunung, sungai-sungai, samudera, atmosfer, tumbuhan, hewan dan akhirnya manusia.
Apakah semua itu berurutan secara evolusi? Tidak harus demikian. Contohnya, ketika seorang janin tumbuh di dalam rahim, pertumbuhan antara organ kepala, dada, kaki dan tangan, tidak harus berurutan. Apalagi, organ satu harus tumbuh dari organ lainnya. Tidak. Semuanya itu tumbuh secara mandiri tetapi terkoordinasi secara harmonis.
Kepala tidak harus tumbuh dari badan. Tangan juga tidak harus tumbuh dari kepala atau dari kaki, dan seterusnya. Dalam waktu yang bersamaan sel-sel membelah dengan sudah memahami tugasnya. Bahwa bagian atas harus membentuk kepala. Sebelah bawah harus membentuk kaki. Dan, sebelah kanan-kirinya membentuk tangan. Semuanya dikendalikan oleh inti benih tersebut.
Bumi pun demikian. Perintah sudah diberikan oleh Allah kepada Bumi, dan sudah terkandung di dalamnya sejak awal kejadian planet ini. Termasuk perintah untuk menghadirkan makhluk hidup di permukaannya.
QS. Al Qamar (54): 49-50
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.
Ayat diatas memberikan gambaran kepada kita bahwa setiap kali Allah menciptakan sesuatu Dia memberikan kadar atau ukuran tertentu. Ukuran itu langsung dimasukkan ke dalam karakteristik makhluk itu. Bentuknya adalah perintah untuk berproses secara alamiah. Inilah yang di bagian depan saya sebut sebagai variabel informasi. Selalu ada di dalam setiap makhluk ciptaan Allah. Variabel informasi itu terdapat di mana saja di bagian alam semesta. Baik di alam makro maupun alam mikro. Baik benda mati, maupun benda hidup. Semuanya menyimpan ‘perintah’.
Apalagi, kemudian kita ketahui bahwa ternyata tidak ada benda mati di alam semesta. Semuanya hidup dalam spesifikasi yang berbeda-beda. Kepada langit dan Bumi Allah telah menempatkan ‘perintahNya’ tersebut secara inheren alias menyatu dengan makhluk ciptaan itu. Maka, mereka pun lantas tahu harus melakukan apa dalam hidupnya. Dan dengan cara bagaimana. Mereka selalu taat menjalankan perintah, tanpa pernah membantah.
QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
QS. Fushshilat (41): 11
Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Jadi, Bumi sudah memperoleh ‘perintah’ justru ketika ia belum diciptakan sebagai planet. Ketika itu langit masih berupa asap panas. Yaitu, saat kondisi awal tatasurya. Dengan kata lain, sebenarnya perintah itu sudah turun kepada tatasurya. Inheren di dalamnya, sebagai sebuah benih. Benih yang akan berkembang biak, dan kemudian menurunkan benih berikutnya berupa planet-planet. Termasuk Bumi.
Dan bukan hanya tatasurya. Lebih tinggi lagi dari itu pun sebenarnya adalah benih yang ditabur oleh Allah di alam semesta ini. Dalam ayat sebelumnya, disebut sebagai langit yang bertingkat tujuh. Semua itu menyimpan perintah Allah dalam bentuk kode-kode dan hukum-hukum alam. Jadi, alam semesta ini pun sebenarnya adalah benih.
Karena itu, kita lantas bisa memahami bahwa langit yang demikian luas itu sebenarnya berasal dari sebuah benih ‘cikal bakal’ yang berukuran sangat kecil di pusat alam semesta. Kosmologi menyebutnya sebagai sop kosmos. Ukurannya hanya sepersekian mikron. Dalam istilah Al Qur’an disebutkan sebagai ‘perpaduan’ antara langit dan Bumi di zaman purba. Yang kemudian dipisahkan dengan cara meledakkan.
QS. Al Anbiyaa' (21): 30
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Dalam bukunya the Brief History of Time dan The Theory of Everything, Stephen Hawking mengajukan suatu gagasan menarik, bahwa seluruh alam semesta ini sebenarnya adalah kesatuan tunggal yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Seluruhnya terikat dalam hukum alam yang sama, yang kemudian bisa dirumuskan secara terpadu. Ia menyebutnya sebagai Grand Theory.
Meskipun teori itu sebenarnya sudah diperkenalkan sebelumnya oleh Prof. Abdus Salam, seorang fisikawan Islam yang memperoleh hadiah Nobel. Ia mengusulkan sebuah teori unifikasi alias penyatuan segala komponen alam semesta. Terutama yang berkaitan dengan jenis-jenis energi. Ia nnenyebutkan, bahwa segala bentuk energi itu sebenarnya adalah penampakan dari sebuah energi tunggal saja. Kadang tampak sebagai energi mekanik, kadang menjadi energi kimiawi, kadang muncul sebagai energi elektromagnetik, energi nuklir, dan sebagainya.
Ide dasarnya adalah, bahwa alam semesta ini sebenarnya berhubungan erat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Bahkan, sebenarnya satu kesatuan. ‘Langit dan Bumi itu dulunya satu padu,’ begitu istilah Al Qur’an.
Ketika cikal bakal alam semesta diledakkan oleh Allah, sebenarnya di dalam sop kosmos itu telah dimasukkan perintah-Nya. Dengan kata lain, sop kosmos itu sebenarnya adalah BENIH dari segala yang ada di jagad raya ini. Benih dari segala realitas yang kini terhampar di sekitar kita. Di langit maupun di Bumi.
Benih alam semesta itu menghasilkan benih berikutnya yang lebih kecil, berupa superkluster. Lebih kecil lagi, berupa galaksi. Lebih kecil lagi, berupa tata surya. Lebih kecil berupa Bumi. Lebih
kecil, berupa makhluk-makhluk yang diciptakan di Bumi. Sampai yang paling kecil, bertriliun-triliun sel hidup. Inti sel, molekul-molekul, atom-atom, partikel-partikel, sampai pada Quark, dan seterusnya, yang entah apa lagi namanya...
Semua itu adalah benih...! Benih melahirkan benih, melahirkan benih, melahirkan benih ... !!
Begitulah berkelanjutan tanpa ketahuan batasnya. Semua benih itu tumbuh mengikuti perintah yang sudah ada di dalamnya. Sudah ada sejak ia diciptakan. Sudah menyatu dalam dirinya. Bahkan sebelum dirinya ada. Semuanya sudah tahu dan taat kepada perintah itu... Dan terbentuklah alam semesta dengan segala isinya.
Manusia adalah salah satu dari benih itu. Benih yang tumbuh dari benih yang lebih besar yang bernama Bumi. Ia tumbuh begitu saja dari permukaan Bumi, dimana-mana di seluruh penjuru Bumi. Di Afrika, di Asia, di Eropa, di Amerika, di Timur Tengah, di Australia. Di mana pun ia berada ketika Bumi itu memang harus ‘melahirkan’ manusia...
Bumi sudah tahu, kapan ia harus menumbuhkan manusia dari dalam dirinya. Ia adalah benih yang sudah menyimpan program untuk menumbuhkan ras manusia ketika ia sudah menjalankan tugas menumbuhkan segala fasilitas untuk menyongsong hadirnya makhluk mulia.
Ketika daratan sudah muncul. Ketika sungai, danau, dan lautan sudah mendeburkan ombak. Ketika berbagai jenis tanaman sudah bertumbuhan di seluruh penjuru Bumi. Ketika hewan-hewan di perairan, di daratan, dan di udara sudah berkeliaran dengan bebasnya. Ketika, Bumi sudah menjadi surga dunia. Saat itulah Bumi tahu, ia harus melahirkan benih baru di permukaan planet ini yang bernama manusia. Maka lahirlah al Basyar. Spesies tertinggi bernama manusia...
QS. Al Hijr (15): 19
Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan segala sesuatu menurut ukuran.
QS. Al An'aam (6): 99
Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda bagi orang-orang yang beriman.
QS. Luqman (31): 10
Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami, tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.
QS. Nuh (71): 17
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,
Maka muncullah benih baru di muka bumi. Benih itu bernama manusia. Dan benih itu lantas tumbuh dengan cara menumbuhkan benih lainnya lagi. Ia memiliki benih di dalam organ reproduksinya. Ia memiliki benih di seluruh sel-selnya yang berjumlah triliunan. Ia memiliki benih di semua bagian tubuhnya.
Sehingga ketika benih-benih itu diambil dan dibiakkan secara kloning, ia akan menghasilkan manusia lagi dengan bertriliun-triliun benih di dalam dirinya. Sebutir benih bakal tumbuh dengan sendirinya ketika diberi suasana yang memungkinkan dia untuk tumbuh.
Maka, alam semesta ini pun berisi bertriliun-triliun benih yang semuanya saling bekerjasama untuk membentuk tatanan seimbang. Yang tidak mengikuti keseimbangan itu bakal menuai masalah. Tak peduli ia makhluk makrokosmos, atau pun mikrokosmos. Tak peduli ia benda ‘mati’ atau pun makhluk hidup. Tak peduli ia segerombolan benih atau pun cuma sebiji benih dalam bentuk partikel universal, seperti proton, elektron & neutron. Semuanya adakah bagian dari tatanan seimbang alam semesta.
QS. Al Mulk (67): 3-4
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan letih.
QS. Al Infithaar (82): 7
Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang.(Firliana Putri)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar