Kamis, 20 Desember 2007
Sholat Berpahala 100.000 Kali Lipat
Rasulullah bersabda bahwa shalat sendirian menghasilkan pahala satu. Shalat berjamaah berpahala 27 kali lipat. Dan shalat berjamaah di Masjid Al Haram. berpahala 100.000 kali lipat. Kenapa bisa demikian? Sebelum kita melangkah lebih jauh, maka kita harus sepakat dulu mengenai apa yang disebut pahala.
Konsep Pahala Dan Dosa
Agama kita mengenal reward dan punishment, seperti dalam sebuah manajemen modern. Reward atau penghargaan, dalam Islam disebut sebagai pahala. Sedangkan punisbment atau hukuman, dikenal dengan istilah dosa. Tetapi, sebagaimana dalam sebuah proses manajemen, kedua cara itu digunakan untuk tujuan kemajuan perusahaan. Bukan sebaliknya.
Demikian pula dalam Islam. Pahala dan dosa adalah salah satu cara yang digunakan oleh ‘manajemen’ agama kita agar tujuan ‘perusahaan’ ini tercapai. Siapakah yang mengambil keuntungan jika ‘perusahaan’ ini baik dan maju? Ternyata kita semua. Para hamba Allah. Bagaimana dengan Allah? Allah, sebagai pemilik 'perusahaan', sama sekali tidak mengambil keuntungan apa-apa. Karena Dia tidak membutuhkan apa apa. Allah adalah Dzat Maha Kaya yang memiliki seluruh eksistensi ini. yang setiap saat telah berada dalam GenggamanNya.
Apakah yang disebut pahala? Pahala adalah sebentuk 'penghargaan' yang diberikan Allah kepada kita kalau kita berbuat sesuatu yang membawa ‘manfaat’ Manfaat kepada siapa? Manfaat kepada diri kita sendiri dan makhlukNya secara kolektif Bagaimana dengan Allah? Allah tidak butuh 'manfaat' dari perbuatan kita.
Sebaliknya, apakah dosa? Dosa adalah sebentuk 'hukuman' yang diberikan kepada kita karena kita melakukan sesuatu yang membawa 'mudharat' (problem) pada diri kita sendiri maupun makhlukNya secara kolektif. Bagaimana dengan Allah? Apakah kita bisa berbuat dosa atau mudbarat kepada Allah? Tentu tidak. Karena tidak satu perbuatan pun yang bisa memberikan mudharat kepada Allah.
Jadi, konsep pahala dan dosa itu sepenuhnya berkiblat pada manfaat dan mudharat buat makhluk Allah. Bukan buat Allah. Karena itu, setiap perintah Allah, pasti ujung-ujungnya adalah memberikan manfaat buat kehidupan makhlukNya. Sebaliknya, setiap larangan Allah ujung-ujungnya selalu memberikan mudharat kepada makhlukNya. Lantas dimana posisi Allah dalam hal ini? Allah adalah Fasilitator sekaligus Penguasa drama kehidupan ini. Bahkan, Dialah pemilik segala yang ada. Karena itu, sama sekali Dia tidak 'kena dampak' permainan ini. Justru Dialah yang ‘memainkannya.’
Bagaimanakah contoh konkretnya? Jika kita berjudi, maka kita berdosa. Apakah dosa ini membawa mudharat pada Allah? Sama sekali tidak. Judi membawa mudharat pada diri kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan sistem perekonomian negara kita.
Kalau kita berbuat zina, apakah itu juga membawa mudharat pada kita sendiri? Tentu saja, karena zina itu merusak tatanan moral bermasyarakat, menebarkan penyakit fisik dan penyakit kejiwaan, serta mewariskan keturunan dan generasi yang berantakan.
Demikian juga minuman keras, perampokan dan pencurian, pembunuhan, korupsi, dan lain sebagainya yang dilarang Allah itu, ujung-ujungnya adalah menyebabkan mudharat buat kehidupan, kita sendiri.
Bahkan ketika kita tidak shalat, tidak puasa, atau pun tidak menjalankan peribadatan yang semestinya dilakukan oleh seorang muslim, itu sama sekali tidak membawa mudharat kepada Allah. Mudharatnya akan menimpa diri kita sendiri. Baik sebagai pribadi maupun sebagai manusia kolektif.
Seringkali orang beranggapan salah. Bahwa kalau kita tidak shalat, tidak puasa, maka Allah akan marah kepada kita, karena seakan akan kita tidak menghiraukan Allah sebagai Tuhan. Ini tidak betul, dan cara berpikir yang salah kaprah. Allah sama sekali tidak terganggu EksistensiNya jika seluruh manusia di muka bumi ini tidak menyembahNya.
QS. An Nisaa' (4) : 131
“Dan kepunyaan Allah lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu, bertakwalah kepada Allah Tetapi jika kamu kafir, maka (ketabuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Pemahaman ini sangat perlu, supaya kita bisa memposisikan diri secara benar di hadapan Allah. Sekali lagi jangan sampai kita menjalani agama, ini dengan pikiran bahwa Allah butuh ibadah kita. Sama sekali tidak. Seluruh petunjuk Allah di dalam Al Quran itu adalah demi kebaikan dan keselamatan kita sendiri, di dunia dan di akhirat.
Jika kita tidak menuruti instruksi-instruksi yang diberikan Al Quran, maka dijamin hidup kita akan amburadul dan hancur sebelum waktunya. Baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Sebaliknya kalau kita mengikuti saran-saran Al Quran maka hidup, kita akan selamat di dunia dan selamat di akhirat.
Nah, dalam konteks inilah, maka yang disebut dosa itu adalah ketika kita tidak mengikuti saran-saran Al Quran dalam menjalani kehidupan ini. Dipastikan kita akan memperoleh mudharat atas perbuatan-perbuatan kita. Sebaliknya, yang disebut pahala itu adalah ketika kita memperoleh manfaat atas perbuatan kita, karena sesuai dengan anjuran Al Quran.
Pahala Sholat
Dalam konteks shalat, maka yang disebut pahala adalah jika shalat kita itu menghasilkan manfaat bagi kehidupan kita. Jika kita sudah menjalani shalat, tetapi belum menghasilkan manfaat bagi diri kita pribadi maupun lingkungan kita secara kolektif, maka sebenarnya shalat kita belum betul. Meskipun kita telah tertib mengikuti tatacara shalat yang diajarkan kepada kita.
Karena, shalat dalam pandangan ini dikatakan sudah benar jika sudah menghasilkan manfaat sesuai fungsinya. Apakah fungsi shalat kita? Di antaranya adalah untuk ‘mengingat Allah’ dan untuk ‘mencegah kita dari perbuatan keji dan munka’
QS. Thahaa (20) : 14
“Sesungguhnya Aku Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikan sbalat untuk mengingatKu.”
QS. Al Ankabuut (29) : 45
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya sbalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (pahalanya). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dua ayat tersebut di atas memberikan gambaran yang jelas kepada kita bahwa shalat kita itu dimaksudkan untuk selalu ingat kepada Allah. Dan dengan selalu ingat kepada Allah, maka kita akan terjauhkan dari perbuatan perbuatan yang keji dan munkar.
Kemudian Allah menegaskan bahwa mengingat Allah itu pahalanya sangatlah besar. Kenapa mengingat Allah punya pahala (manfaat) yang besar? Apakah karena Allah butuh untuk diingat-ingat oleh hambaNya? Bukan demikian. Seperti telah kita bahas di depan, bahwa orang yang selalu mengingat Allah hatinya akan menjadi tentram. Dengan demikian, tujuan utama dari shalat kita itu adalah dzikrullah, selalu ingat Allah.
Kalau memang demikian tujuannya, maka shalat kita dikatakan berhasil (berpahala bermanfaat) jika kita memperoleh 2 hal. Yaitu pertama, selalu merasa dekat dengan Allah, selama shalat maupun sesudah menjalani shalat. Sehingga, kita tidak memiliki rasa takut kepada apa pun, dan selalu merasa tentram. Yang kedua, kita merasa selalu dilihat oleh Allah dalam setiap langkah kehidupan kita, sehingga kita tidak berani melakukan perbuatan-perbuatan yang keji dan munkar.(Bahrul Ulum)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar