Bagi Allah, manusia bukan segala-galanya. Andaikan manusia tidak diciptakan pun, ciptaan Allah yang lain malaikat, alam raya, binatang, tumbuhan, dsb‑sudah lebih dari cukup, Malah mereka jauh lebih tidak “bermasalah” dibanding manusia, Tingkat ketundukan, kepatuhan, dan ketaatannya kepada Allah melebihi manusia. Yang banyak tingkah itu kan manusia dan iblis.
Manusia itu kadang‑kadang “menjengkelkan” Antara lain, suka melakukan perbuatan onar, pertengkaran, pertumpahan darah, dan sebagainya, Tetapi, hebatnya kalau baik, kebaikannya melebihi malaikat, sampai‑sampai Allah perintahkan malaikat sujud kepadanya (Nabi Adam). Tetapi, yang benar‑benar baik itu jumlahnya sedikit. Sebaliknya, kalau sudah jelek, maka perilakunya melebihi iblis, Tetapi yang seperti ini jumlahnya juga tidak banyak. Yang banyak itu yang setenga-hsetengah. Kadang baik, diwaktu lain berubah menjadi jelek. Atau sebaliknya, kadang jelek, tiba-tiba berubah menjadi baik,
Kelelawar, pekerjaanya “mencuri” pisang milik orang di kebun. Tetapi, itu dilakukan karena terpaksa sebab tidak ada alternatif lain, Hebatnya, setiap kali mencuri tidak mau berlebihan, diambil secukupnya, setelah kenyang kembali ke tempatnya, Kelelawar tidak membawa pisang ke rumahnya. Berbeda dengan manusia. Kalau mencuri pisang, biasanya bukan hanya satu biji, atau satu sisir. Yang diambil bisa bertandan-tandan. Bahkan, uang pedagang pisang sepulang dari setor ke luar kota dirampas, orangnya dibacok, dan kendaraannya dibawa kabur. Musang, pekerjaannya menerkam ayam, Tetapi, yang dilakukan karena lapar. Ayam diterkam, dimakan, setelah kenyang kembali lagi ke lubang persembunyiannya. Tetapi manusia? Kalau perilakunya jelek, jika mencuri ayam bukan hanya satu ekor atau dua ekor. Ayam satu kandang dibawa pulang. Uang hasil curiannya untuk judi, minum, dan bersenang‑senang di tempat remang-remang.
Perilaku manusia sering keterlaluan. Sekali lagi, kalau perilakunya rusak, melebihi binatang dan iblis. Perilaku manusia terkadang kebablasen. Contoh, Allah lewat Nabinya melarang budaya sogok dan menyogok (suap‑menyuap). Sebab keduanya sama‑sama masuk neraka. Tetapi dalam praktek, yang nyogok dan yang disogok sama‑sama proaktif. Istilah uang sogok pun diperhalus menjadi uang semir, uang administrasi, uang lelah, uang bensin, uang sabun, dan sebagainya. Kalau ada yang nolak dikatakan sok suci, sok alim, dan sok‑sok yang lain. Sebaliknya, kalau tidak nyogok dicap tidak tahu diri, tidak tahu berterima kasih, Dampaknya, urusan macet, surat tidak lancar, dsb. Allah melarang zina, tetapi praktek seperti ini dikelola secara resmi dan profesional. Di mana-mana tempat penginapan memberi peluang bagi para tamunya untuk berbuat maksiat. Allah melarang judi, tetapi judi tontonan sehari‑hari. Allah melarang menenggak minuman keras, tetapi botol minuman berkadar alkohol tinggi berjejer di kamar rumah, dan tersedia bebas di warung-warung di tepi jalan. Allah melarang ngrasani orang, tetapi hal itu menjadi hobi kita. Sampai‑sampai acara gosip dikemas secara baik di sejumlah TV. Allah melarang fitnah dan adu domba tetapi hal ini menjadi kebiasaan. Allah melarang kita meremehkan orang lain, tetapi dengan perasaan sombong manusia menganggap enteng orang lain. Allah lewat Nabi Muhammad melarang makan dan minum dengan tangan kiri dan sambil berdiri, tetapi dalam kenyataan para elit pimpinan selalu melakukan hal tersebut tanpa perasaan bersalah. Agama juga memerintahkan saat makan jangan sampai ada sebutir nasi pun yang tersisa. Sebab, menghabiskan setiap butiran nasi itu juga bagian dari rasa syukur. Kenyataannya, banyak kita lihat termasuk orang yang mengerti agama kalau makan sering menyisakan makanannya di piring. Dan masih banyak larangan lain dari Allah tetapi dengan tenangnya kita langgar. Sebaliknya, Allah banyak memerintahkan sesuatu kepada kita, tetapi dengan tenang pula kita tinggalkan, Allah memerintah kita shalat lima waktu tetapi masih banyak umat Islam yang tidak melaksanakannya. Ada perintah Allah mengeluarkan zakat (mal, dan fitrah) tetapi masih banyak yang tidak tahu hal itu. Allah memerintahkan berpuasa, tetapi banyak orang yang tidak peduli. Allah perintahkan kita shalat Jum'at, tetapi banyak yang tidak melaksanakan. Allah perintahkan kita menebar kebaikan, tetapi keburukan yang kita pertontonkan, dsb.
Tetapi anehnya, disaat butuh sesuatu manusia merintih, mengadukan nasib, dan memohon pertolongan kepada Allah, Tanpa perasaan malu mereka berdo'a kepada Allah agar dijauhkan dari bencana dan kesulitan hidup. Bagi Allah tidak masalah, Allah itu maha rahman dan rahim. Maka, semua permohonan hamba‑Nya pasti dikabulkan, Tetapi, andaikan Allah seperti kita, Allah akan tersenyum melihat perilaku hamba‑Nya. Sebab, sebagian manusia hanya ingat Allah kalau butuh, Dan lupa kembali setelah kebutuhannya terpenuhi, Ketika kepepet ingat Allah, setelah itu lupa lagi. Perilaku seperti itu sama artinya mempermainkan Allah, Kita tidak layak berdo'a kepada Allah walau dengan derai air mata, Jika seperti itu perilaku kita, maka Allah akan “tersenyum” melihat kita yang pandai bermain sandiwara di hadapan‑Nya.
Browse » Home » » Allah pun Tersenyum Melihat Kita
Kamis, 06 Maret 2008
Allah pun Tersenyum Melihat Kita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar