(Persembahan Untuk Para Sahabat)
Sahabat adalah dorongan ketika engkau hampir berhenti, petunjuk jalan ketika engkau tersesat, membiaskan senyuman sabar ketika engkau berduka, memapahmu saat engkau hampir tergelincir dan mengalungkan butir-butir mutiara doa pada dadamu...Ikhwan and akhwat...moga hati kita dipertautkan karena-Nya
Terimakasih Telah Menjadi Sahabat Dalam Hidup kami

rss

Selasa, 13 November 2007

JIWA YANG BERGETAR SISTEM JARINGAN INFORMASI



Saya mengumpamakan manusia sebagai sebuah komputer canggih. Prosesor utamanya berada di otak, dan kemudian didukung oleh sistem motherboard (papan rangkaian elektronik), berupa badan dan susunan saraf di sekujur tubuh.

Komputer ini, kemudian dihubungkan dengan sistem jaringan raksasa: alam semesta. Universe merupakan motherboard komputer raksasa yang besarnya tidak berhingga. Di komputer ini tersimpan mekanisme canggih, dengan lalu lintas informasi yang luar biasa rumit. Jauh lebih rumit dari tubuh manusia. Sehingga Allah mengatakan di dalam Al Qur’an tentang hal itu.

QS. An Naazi'aat (79) : 27-28
Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangun strukturnya, meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya,

Alam semesta jauh lebih rumit dan raksasa dibanding badan manusia. Badan manusia hanya merupakan sebagian saja dari sistem alam semesta. Manusia hanya menjadi salah satu penyusun sistem alam semesta.

Kalau boleh saya umpamakan dengan sistem jaringan komputer, maka alam semesta adalah komputer induk. Pusatnya ada di Arsy Allah. Di sanalah terdapat prosesor utamanya. Ada suatu sistem memori yang disebut Lauh Mahfuzh. Di sinilah segala peristiwa tersimpan datanya.

Data-data di Lauh Mahfuzh itu bekerja mengikuti mekanisme komputer raksasa. Sistemnya disebut Sunnatullah. Lewat sistem operasi yang disebut sunnatullah itulah seluruh isi alam ini berfungsi. Termasuk manusia.

Manusia bagaikan sebuah komputer kecil yang terhubung ke sistem jaringan komputer alam semesta. Kita bisa mengakses masuk ke dalam sistem jaringan jika kita menyamakan sistem operasinya terlebih dahulu dan memiliki password alias kata sandinya.

Jika tidak, kita akan terkungkung dalam diri kita sendiri. Tidak bisa masuk ke jaringan alam semesta. Ibaratnya bermain radio komunikasi, frekuensi kita tidak match dengan pengguna lain, maka tidak bisa nyambung. Atau ibarat pengguna handphone, kita berada di luar service area, di luar jangkauan jaringan pemancar. Tidak bisa connect dengan sistem yang ada.

Begitulah, meskipun secara fisik kita sudah berada di dalam alam semesta, jika kita tidak bisa nyambung secara informasi, kita pun jadi terasa jauh dari siapa-siapa. Jauh dari mana-mana. Persis seperti orang yang membawa handphone tapi sedang terkungkung di suatu gedung bertingkat sehingga tidak memperoleh sinyal. Dalam istilah Al Qur’an kita sedang jauh dari Allah.

QS. Ibrahim (14) : 3
(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.

QS. Fushshilat (41) : 52
Katakanlah: "Bagaimana pendapatmu jika (Al Qur’an) itu datang dari sisi Allah, kemudian kamu mengingkarinya. Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang selalu berada dalam penyimpangan yang jauh?"

Kata Allah, orang-orang yang terjebak pada kehidupan dunia adalah orang-orang yang tersesat jauh. Karena dia hanya terpaku pada realitas fisik saja. Padahal realitas kehidupan ini kan bukan hanya itu. Jauh lebih canggih dari itu. Ada yang bersifat lahiriah, tapi ingat ada juga yang bersifat batiniah.

Orang-orang yang terjauhkan dari informasi Al Qur’an juga disebut jauh dari Allah dan tersesat. Tetapi, orang-orang yang membaca Al Qur’an tanpa menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya, juga disebut tersesat. Seperti orang yang membaca petunjuk operasi komputer atau hand-phone, tetapi tidak menggunakannya untuk berkomunikasi.

Padahal, sebenarnya Allah tidak jauh dari kita. Cuma kita saja yang berada di luar service area. Tidak nge-match. Tidak memiliki dan menggunakan password untuk masuk jaringan komputer semesta.

QS. Al A'raaf (7) : 7
maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka, sedang (Kami) mengetahui, dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).

Nah, dalam konteks berdzikir, kita tidak akan pernah bisa bertemu dengan Allah jika tidak menyelaraskan dulu operating system kita dengan sunnatullah. Kita juga mesti tahu kata-kata sandinya. Sampai getaran jiwa kita bisa masuk ke dalam sistem jaringan alam semesta, yang berpusat di Arsy Allah.

Dalam sudut pandang getaran, maka diri manusia memiliki dua sistem getaran. Yang pertama adalah clock alias denyut berirama yang mengantarkan seseorang untuk memasuki sistem universal. Sedangkan yang kedua adalah frekuensi jiwa yang menggambarkan kualitas jiwa seseorang.

Clock itu dipancarkan oleh otak, menggambarkan tingkat kesadaran seseorang. Jika pancaran gelombang otaknya di atas 13 Hz, seseorang dikatakan sedang berada dalam kondisi Beta.

la dalam keadaan sadar penuh. Beraktifitas penuh semangat. Panca inderanya bekerja maksimal. Perhatiannya lebih kepada hal-hal yang bisa ditangkap oleh indera Berkonsentrasi pada outer cosmos. Dunia fisik.

Tetapi, kondisi ini ternyata malah tidak mengantarkan seseorang nge-match dengan alam semesta, melainkan terjebak pada kondisi di luar service area. Ia terkungkung oleh ke'diri'annya'. Kesadaran individual. la menyadari lingkungamya hanya sebatas kesadaran yang bersifat fisik. Inilah yang dalam ayat sebelumnya, disebut: mereka lebih tertarik kepada dunia daripada akhirat. Mereka bakal merasa jauh dari Allah.

Pada tingkat berikutnya, seseorang memasuki wilayah yang lebih ke 'dalam'. Misalnya pada orang-orang yang merenung. Jika seseorang melakukan proses perenungan, maka denyut clock itu akan menurun menjadi berada di wilayah Alfa. Yaitu wilayah gelombang otak sekitar 8 Hz - 13 Hz.

Dalam kondisi ini seseorang mulai masuk ke inner cosmos, dunia dalam. Dia tidak lagi sangat bertumpu kepada inderawinya. Meskipun inderanya masih tetap aktif. Ia mulai mengaktifkan rasionalitas secara lebih holistik.

Inilah yang kita sebut sebagai kesadaran rasional atau kesadaran ilmiah. Kebanyakan para ilmuwan yang sedang merenung, atau seniman yang sedang menuangkan karyanya, akan memasuki kondisi alfa ini. Clock otaknya berdenyut dengan frekuensi 8-13 Hz. Kondisi jiwanya lebih tenang dibandingkan dengan Beta.

Orang yang sedang berproses ke arah tidur pun memasuki kondisi Alfa. Demikian pula orang-orang yang sedang bermeditasi atau dzikir dan shalat. Dalam kondisi ini, seseorang bisa mengeksplorasi dunia di dalam dirinya lebih intensif.

Dalam konteks jaringan komputer alam semesta, orang tersebut mulai berusaha mengakses masuk. Tetapi, memang masih bergantung kepada password dan kualitas frekuensinya. Jika sesuai, dia akan memperoleh akses. Jika tidak, ia tidak akan bisa masuk.

Kondisi clock yang lebih rendah lagi disebut sebagai wilayah Teta. Inilah wilayah yang sangat rawan karena berada di antara sadar dan tidak. Clock-nya bergetar di antara 4 Hz-7 Hz. Bagi orang-orang yang sedang menuju tidur, kondisi ini adalah mulai hilangnya kesadaran, sampai kemudian tertidur. Di sinilah seseorang bisa dipengaruhi secara hipnotisme atau kerasukan makhluk ghaib. Alam bawah sadarnya berperan lebih dominan dari kondisi sadarnya.

Jika diteruskan, maka orang itu akan menjadi tidur lelap. Pada saat itu frekuensi clocknya berada di bawah 4 Hz. Atau sekitar 0,5 Hz - 3,5 Hz. Pada kondisi ini seseorang telah kehilangan kesadaramya sama sekali. Sepenuhnya dikendalikan alam bawah sadar.
Nah, dimanakah kondisi yang baik untuk berdzikir secara khusyuk? Ternyata berada di peralihan antara kondisi Alfa dan Teta. Di sinilah seseorang mulai bisa melepaskan kungkungan panca inderanya dan masuk ke wilayah kesadaran universal. Atau ada juga yang menyebutnya sebagai ketaksadaran universal.

Tapi, saya lebih suka menyebut sebagai 'KESADARAN UNIVERSAL'. Karena kita justru ingin memasuki wilayah 'ketaksadaran' itu secara sadar sepenuhnya. Tidur yang terjaga. Relaksasi sempurna dalam keadaan berdzikir, ingat Allah.

Pada saat itulah seseorang yang memiliki password bisa masuk ke jaringan universal. Maka dia akan masuk ke sebuah sistem informasi canggih bebas hambatan. Frekuensi getaran jiwanya akan nyambung dengan frekuensi alam semesta.

Di sinilah kita mulai memahami, bahwa selain getaran clock, ada getaran lain yang justru berisi informasi tentang kondisi jiwa kita saat sedang berdzikir. Clock hanya berfungsi sebagai pintu masuk. Sedangkan frekuensi jiwa adalah muatan informasi yang ingin kita kirim lewat jaringan.

Maka, ketika kita sudah bisa terhubung ke dalam jaringan tersebut, kita bisa melakukan kontak-kontak dengan miliaran 'komputer' lainnya, seperti berada dalam jaringan Internet.

Bahkan, kita juga bisa kontak dua arah dengan 'komputer induk' yang berada di pusat alam semesta. Di Arsy Allah. Tidak ada lagi kendala jarak dan waktu yang menghambat. Seperti ketika kita sedang chatting lewat internet. Lawan bicara kita serasa dekat saja. Cuma, karena komputer dan provider Internet itu memiliki keterbatasan kapasitas jaringan, maka kecepatamya bisa menjadi lamban.

Tapi, itu tidak akan terjadi pada sistem jaringan alam semesta. Karena jaringamya didesain berdasar sistem cahaya dan struktur dimensi langit yang tujuh. Pusatnya berada di langit ke tujuh yang sangat dekat. Bahkan meliputi kita. Dan sinyalnya berbasis pada cahaya, dikendalikan oleh para malaikat. Maka kecepatan informasi itu seakan-akan bergerak melebihi kecepatan cahaya. Padahal sebenarnya tidak. Beberapa kawan tidak sepakat dengan pendapat bahwa 'cahaya adalah kecepatan tertinggi' di alam semesta. Saya sedang menunggu pembuktian itu. Tetapi sejauh ini, saya masih menyepakatinya.

Memang kalau hanya dipahami sebagai gerakan cahaya yang melengkung di langit pertama, seakan-akan kecepatannya lebih tinggi dari 300 ribu km/detik. Padahal, sinyal cahaya itu melewati jalan tembus di dimensi langit yang lebih tinggi. Tentu saja ia lebih cepat sampai ke pusat, dibandingkan yang harus melengkung di langit pertama...

QS. An Naazi'aat (79) : 3-5
dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, dan (para malaikat) yang mengatur urusan.

QS. Al Qadr (97) : 4
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Dalam banyak ayat, Allah menginformasikan kepada kita bahwa para malaikat adalah petugas yang bertanggung jawab terhadap lalu lintas urusan dari seluruh penjuru langit ke pusat pemerintahan alam semesta. Akan tetapi, semuanya lewat izin Allah. Di bawah kendali Kekuasaamya.

QS. Yunus (10) : 3
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izinnya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
Kecepatan para malaikat itu berbeda-beda. Bergantung kepada siapa yang membawa, lewat mana, dan urusan apa yang sedang dibawa. Karena itu, waktu tempuhnya pun bisa beragam. Ada yang sehari dengan kadar 1000 tahun. Ada pula yang seharinya berkadar 50.000 tahun.
QS. As Sajdah (32) : 5
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitunganmu.

QS. Al Ma'arij (70) : 4
Para malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.

Betapa dahsyat kecepatan informasi dalam jaringan alam semesta itu. Bandingkan dengan kecepatan pengiriman informasi dewasa ini. Yang paling rendah adalah lewat jaringan internet, hanya sekitar puluhan ribu atau ratusan ribu bit per detik. Yang lebih tinggi, lewat jaringan satelit, bisa mencapai jutaan bit per detik. Bit adalah unit terkecil dari informasi.

Dengan menggunakan satelit, anda bisa melihat siaran langsung dari sebuah acara televisi yang terjadi antar benua. Misalnya pertandingan sepak bola Piala Dunia. Pelaksanaannya di Eropa, kita melihat dalam waktu yang 'hampir bersamaan' di Indonesia. Jarak ribuan meter itu ditempuh dalam orde detik saja.

Jaringan informasi alam semesta lebih dahsyat lagi. Kecepatamya ribuan sampai jutaan kali lebih hebat. Karena itu Allah mengatakan 1 hari sama dengan 1000 tahun. Artinya berlipat 365.000 kali lebih cepat. Dan suatu ketika bisa lebih cepat lagi sehingga mencapai 50.000 x 365 = 18.250.000 kali.

Itulah yang dikatakan oleh Allah dalam surat An Naazi'aat : 3-5, bahwa 'para malaikat turun dari langit dengan cepat, dan mendahului dengan kencang, untuk mengatur segala urusan'.

Sistem informasi itu demikian canggih. Tinggal bagaimana kita bisa mengakses masuk ke dalamnya. Maka, selain clock sebagai jalan masuk, setiap diri kita memiliki kualitas informasi yang akan kita kirimkan lewat jaringan tersebut.

Clock berkait erat dengan keselarasan. Dengan kekhusyukan dan keikhlasan. Sedangkan kualitas informasi berkaitan dengan isi doa dan kepahaman dzikir yang kita panjatkan.

Jika kita tidak ikhlas dan tidak khusyuk, maka kita tidak akan bisa masuk ke dalam sistem jaringan informasi tersebut. Meskipun isi doa kita bagus. Karena itu jangan heran banyak orang berdoa yang tidak terkabulkan. Dia tidak bisa menyelaraskan kondisi jiwanya dengan sistem alam. Tidak ikhlas. Tidak khusyuk. Tidak berserah diri. Maka, jangan heran dia terpental dari pusaran...
KHUSYUK BISA IUKUR

Maka pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana kita bisa khusyuk dalam berkomunikasi dengan Allah lewat sistem informasi tersebut? Bagaimana pula kita bisa tahu bahwa dzikir dan do'a telah khusyuk. Dan bisakah semua itu diukur, supaya kita bisa memperoleh kemantapan?

lni memang pertanyaan yang sangat mendasar, dan tidak pernah terjawab dengan tuntas. Meskipun secara kualitatif, sebenarnya Allah telah mengajarkan cara mencapai kekhusyukan, dan sekaligus mengukurnya. Namun demikian, memang muncul berbagai persepsi dan pendapat tentang yang disebut khusyuk. Baik cara mencapainya, maupun cara mengukurnya.

Di antaranya ada yang berpendapat bahwa khusyuk adalah suatu kondisi dimana seseorang bisa berkonsentrasi penuh sehingga tidak ingat lagi akan sekitarnya. Pendapat yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud khusyuk adalah suatu kondisi dimana kita bisa merelaksasi pikiran dan jiwa kita sehingga memperoleh jiwa yang tenang.

Dan, ada lagi lainnya yang berpendapat, bahwa yang dimaksud khusyuk adalah ketika kita bisa merasakan sedang dilihat Allah, karena kita tidak bisa melihatNya. Atau, mungkin masih ada lagi pendapat-pendapat lainnya yang berbeda.

Tapi, sebenarnya bagaimanakah yang dimaksud khusyuk menurut versi Al Qur’an? Dan bagaimana cara mencapai kekhusyukan itu? Dalam berbagai ayatNya, Allah menyinggung tentang kekhusyukan. Di antaranya adalah ayat berikut ini.

QS. Al Baqarah (2) : 45-46
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.

Menurut ayat di atas, yang dimaksud khusyuk adalah orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan bertemu Tuhannya saat berkomunikasi, dan suatu ketika akan 'kembali' bertemu dengamya.

Definisi ini memang agak berbeda dengan kepahaman selama ini. Tapi kalau kita cermati isinya sungguh mendalam. Bahwa seseorang baru akan bisa khusyuk dan disebut telah khusyuk, jika dia menyadari dengan penuh keyakinan bahwa dia bisa bertemu dengan Allah. Baik dalam dzikir dan shalatnya, maupun suatu saat nanti ketika dia mati.

Inilah pondasi paling dasar untuk mencapai kekhusyukan, sekaligus definisinya. Jadi, orang yang tidak memantapkan keyakinan dalam hatinya bahwa dia akan bertemu Allah, disebut tidak khusyuk. Termasuk, dipastikan tidak akan bisa-khusyuk.

Berarti untuk bisa mencapai kekhusyukan tidak bisa instant. Melainkan membutuhkan proses kepahaman sampai memperoleh keyakinan. Bahwa Allah bisa ditemui, kapan pun dan dimana pun. Bahwa Allah demikian dekat dengan kita, lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Bahwa Allah meliputi segala makhlukNya termasuk manusia. Bahwa kita harus mengerti konsep tauhid secara holistik. Karena itu, jika tauhidnya salah, dipastikan kita tidak akan bisa khusyuk.

Maka, kita lantas bisa memahami deretan ayat berikut ini, yang bercerita tentang orang yang bisa bertambah khusyuk setelah memahami Al Qur’an, kemudian menjadi beriman dan yakin atas petunjuk yang ada di dalamnya. Orang yang demikian itu bakal tersungkur bersujud, sambil menangis, berdoa dan berdzikir.

QS. Al Israa (17) : 106-110
Dan Al Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakamya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkamya bagian demi bagian.
Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama sekali). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,
dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi".
Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu"

Deretan ayat di atas memberikan gambaran panjang lebar kepada kita tentang kekhusyukan dan cara mencapainya.

Yang pertama, kekhusyukan berkait erat dengan kepahaman kita terhadap isi Al Qur’an. Karena itu, Allah menurunkan Al Qur’an secara berangsur-angsur dan kemudian kita diperintahkan untuk membaca dan memahaminya secara perlahan-lahan.

Kedua, berdasar pada proses pembelajaran itu kita lantas menjadi yakin dan beriman kepada apa yang diajarkan oleh Allah. Berimanlah atau tidak lama sekali! Begitulah konsekuensinya. Tapi bagi orang yang berilmu pengetahuan, tidak bisa tidak, akan gemetar membaca al Quran yang berisi ilmu pengetahuan tingkat tinggi itu. Mereka bakal tersungkur dan bersujud.

Ketiga, dengan sendirinya mereka bakal bertasbih mengagungkan Allah, dengan mengucapkan: Maha Suci Allah. Maka, semakin mantaplah keyakinannya akan kebenaran Allah.

Keempat, puncaknya mereka tersungkur kembali, menangis sambil bersujud kepada Allah yang Maha Agung. Mereka bertambah khusyuk dalam ibadahnya.

Kalimat 'bertambah khusyuk' di atas menunjukkan bahwa proses yang dilalui itu sudah merupakan kekhusyukan. Mulai dari membaca Al Qur’an, memahami, meyakini, beriman, sampai puncaknya tersungkur, bersujud dan menangis.

Dan sebagai penutup dari deretan ayat itu, Allah mengajarkan sebuah tatacara yang semakin memantapkan kekhusyukan:
Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkamya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu"

Jadi substansi dari apa yang disebut khusyuk adalah: paham tentang Allah, kenal, yakin bisa bertemu, yakin bakal kembali kepadaNya, bertasbih dan bersujud sampai menangis, serta berdoa dan berdzikir dalam suara yang lembut...

Selain itu, untuk mencapai kekhusyukan, Allah memberikan contoh tambahan lewat kisah nabi Zakariya dan istrinya. Bahwa orang yang khusyuk, bukan hanya saat shalat. Tapi, seperti nabi Zakariya, yang selalu bersegera dalam berbuat kebaikan, dan harap-harap cemas ketika berdoa.

QS. Al Anbiyaa (21) : 90
Maka Kami memperkenankan do'anya (Zakariya), dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami.

Begitulah, kita perlu menyamakan persepsi dulu tentang apa yang disebut sebagai khusyuk. Agar pembahasan selanjutnya bisa lebih nyambung.

Maka, dalam bahasa yang lugas dan sederhana, khusyuk adalah perasaan bisa bertemu Allah ketika berdoa, berdzikir atau sembahyang. Bukan berarti bisa melihat dengan mata, atau mendengar dengan telinga, dan panca indera lainnya. Tetapi 'MERASA BERTEMU'. Dan kemudian bisa curhat, mencurahkan perasaan gundah gulananya, memohon bantuan kepada Allah. Ketika seseorang merasa 'plong' hatinya setelah curhat itu, berarti dia benar-benar telah bertemu Allah. Itulah khusyuk...

Dalam konteks berdzikir, khusyuk juga bermakna merasa bertemu Allah. Cuma, agak beda dengan berdo'a. Kalau berdo'a, isinya meminta pertolongan. Sedangkan dzikir bertujuan untuk membangun keakraban dengan Allah.

Karena itu isi dzikir adalah memuji kebesaran Allah, memuji keagungan Allah, memuji kekuasaan Allah, dan menegaskan ke-Esa-an-Nya.

Untuk apa? Apakah karena Allah senang dipuji-puji, dan diagung-agungkan? Kayaknya bukan. Sebab, bukankah tanpa kita puji, Allah sudah Maha Terpuji dengan segala sifatNya?

Allah cuma ingin mengajarkan positioning kepada kita. Siapakah DIA, dan siapakah kita. Dengan positioning yang tepat itu, kita akan bisa bertemu dengan Allah.

Jadi tujuan dzikir sebenarnya adalah latihan menyambungkan jiwa kita dengan Allah. Melatih untuk selalu bisa bertemu. Dan akhirnya 'MERASA SELALU BERTEMU' dengamya. Hal ini akan kita bahas dalam bagian terpisah di akhir pembahasan Diskusi ini. Bagaimanakah sebaiknya posisi hati kita saat melakukan dzikir. Dan kemudian barulah kita berdoa. Jadi dzikir sangat baik digunakan sebagai pengantar doa. Dalam kesempatan ini saya hanya ingin mengajak pembaca untuk memahami, bahwa kekhusyukan dzikir dan shalat kita itu bisa diukur. Bagaimana caranya?

Selama ini, yang kita tahu adalah mengukur secara' kualitatif seperti telah kita bicarakan di awal bagian ini. Bahwa jika kita sudah 'merasa bertemu' Allah, maka kita sebenarnya sudah melakukan ibadah itu dengan khusyuk. Dan kekhusyukan itu akan membekas, meskipun kita sudah selesai dzikir, do'a ataupun shalat. Itulah khusyuk yang sebaik-baiknya. Khusyuk di dalam shalat, dan khusyuk di luar shalat. Khusyuk saat berdzikir, khusyuk juga di luar dzikir.

Kini, kita bisa mengukur kekhusyukan dengan menggunakan peralatan modern. Di antaranya adalah dengan Kamera Aura. Kenapa kamera aura bisa mengukur kekhusyukan seseorang? Sebab, kamera ini bekerja berdasarkan sensor getaran yang dihasilkan oleh jiwa. Sementara itu, kita tahu bahwa jiwa kita bergetar-getar seiring dengan naik turunnya tingkat kekhusyukan. Di dalam dzikir maupun di luar dzikir. Di dalam sahalat atau pun di luarnya.

Orang yang tidak khusyuk adalah orang yang jiwanya sedang kacau, stress, bergejolak dalam emosi, egois, memberontak dan semacamnya. Sebaliknya orang yang khusyuk adalah orang yang jiwanya sedang tenang, tawadhu', sabar, ikhlas, dan berserah diri kepada Allah.

Dua kondisi yang berbeda itu ternyata menghasilkan getaran jiwa yang bertolak belakang. Orang yang sedang emosi akan memancarkan gelombang berfrekuensi rendah dengan amplitudo kasar. Jika diukur dengan alat perekam gelombang jantung misalnya, akan menghasilkan grafik yang bergejolak kasar pula. Dalam istilah orang awam, orang yang emosinya tinggi dikatakan memiliki hati yang kasar. Ucapan-ucapamya pun kasar, menyakitkan hati orang yang mendengarnya.

Sebaliknya, orang yang penyabar akan menghasilkan gelombang lembut. Hatinya lembut. Ucapan dan tindak tanduknya pun lembut. Menyenangkan dan menyejukkan hati orang-orang yang berada di sekitarnya.

Nah, pancaran gelombang itu bisa diukur. Hasilnya menginformasikan berbagai macam data tentang orang tersebut. Di antaranya bisa menunjukkan karakter. Tipikal kepribadian. Dan, bisa menunjukkan kemampuan kontrol diri yang terkait dengan kekhusyukan.

Alhamdulillah, sekitar 2 bulan sebelum menulis diskusi ini saya bisa membeli seperangkat alat Aura. Alat ini bisa memotret 'kepribadian' seseorang, dan juga bisa digunakan merekam secara video pergerakan batinnya.

Selama 2 bulan itu saya berkesempatan untuk mengamati banyak hal berkaitan dengan kekhusyukan dzikir. Bahkan karakter seseorang. Alat ini memang sangat bermanfaat.

Suatu ketika saya mencoba memotret kondisi keponakan saya yang sedang flu berat. Ia masih kanak-kanak. Ternyata, ia memancarkan warna merah. Padahal biasanya, anak-anak memancarkan aura berwarna-warni.

Aura merah memang menunjukkan getaran jiwa yang sedang bermasalah. Baik secara fisik maupun psikis. Di kali lain saya juga memotret seorang anak perempuan yang sedang beranjak dewasa. Usianya hampir 20 tahun. Ia mengaku sedang menanggung masalah yang berat. Ternyata , Ia juga memancarkan warna merah.

Maka, perempuan itu saya ajari berdzikir untuk mengatasi tekanan jiwanya. Ia berdzikir sampai menangis. Penuh penyesalan, memohon ampun kepada Allah. Dan berserah diri minta petunjuk menyelesaikan masalahnya.

Tiba-tiba auranya bergerak ke arah frekuensi tinggi. Dari semula merah, perlahan-lahan berubah ke arah oranye, kuning, hijau, biru, nila, ungu dan bersemu putih. Ia berdzikir penuh kekhusyukan. Dan berserah diri. Kejadian tersebut saya rekam dengan menggunakan kamera video. Hasilnya saya sajikan dalam VCD.

Di kali lain, saya merekam aura laki-laki dewasa yang penuh semangat dan vitalitas hidup. Ada beberapa orang. Ada yang berprofesi jadi pengusaha, ada yang salesman, ada pula yang karyawan di sebuah perusahaan multimedia.

Hasilnya merah agak jingga. Paling tinggi kuning keemasan. Mereka memiliki tipikal yang hampir sama, bersemangat, ambisius, sedikit meledak-ledak, memiliki cita-cita untuk menjadi orang sukses, dan egonya tergolong tinggi seiring dengan kemampuan memimpin dalam ketegasan.

Mereka mengakui, bahwa sifat-sifat mereka memang begitu. Uniknya, ternyata mereka memiliki kemampuan kontrol diri yang berbeda. Sehingga hasilnya auranya juga berbeda ketika disuruh mengendalikan perasaamya.

Saya memang selalu membandingkan aura yang direkam apa adanya, dengan aura yang direkam sambil bermeditasi, berdo'a atau berdzikir. Hasilnya menarik. Dua diantara beberapa orang itu, tidak mampu mengontrol dan meredam perasaannya. Maka selama beberapa menit rekaman itu pun warna mereka tidak berubah. Tetap saja bergerak naik turun di antara warna merah, jingga dan kuning.

Tapi salah satu di antara mereka bisa melakukan dzikir dengan efektif. Ternyata auranya bergerak ke arah frekuensi tinggi. Dari warna merah berubah ke arah jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu, bahkan ke arah warna putih.

lni sekali lagi menunjukkan, jiwa yang emosional dan jiwa yang tentram menghasilkan warna aura berbeda. Dan itu, bisa dikendalikan secara sengaja.

Di kali lain lagi, saya kedatangan tamu dua orang kawan saya. keduanya laki-laki. Profesi mereka adalah peneliti. Ilmuwan. Satunya doktor, dan yang lainnya S-2.

Saya coba merekam warna aura mereka. Saya sudah menduga aura mereka bakal berada di atas rata-rata. Yaitu di atas warna hijau. Sekitar biru, nila, dan ungu. Karena saya membaca dalam berbagai literatur, warna para ilmuwan kebanyakan di sekitar biru dan ungu.

Ternyata betul. Kawan saya yang S-2 di bidang Energi Nuklir itu memancarkan aura dengan dominan warna biru. Kadang-kadang bergeser ke arah ungu. Dan uniknya ketika dipakai berdzikir, auranya meningkat lebih tinggi lagi ke arah putih. Saya tahu, dia memang orang yang cukup tawadhu. Saya akrab dengan dia. Kami suka ngaji bareng.

Kawan yang kedua, seorang doktor Nuklir lulusan Prancis. Dia aktif dalam kegiatan masjid. Bahkan dia adalah ketua takmir masjid di lingkungan rumah tinggalnya. Auranya banyak didominasi warna ungu. Dan sering muncul warna putih ketika dia berdzikir...

Cerita menarik lainnya adalah ketika saya menerima tamu seorang muallaf berkebangsaan Swiss. la sudah sudah bekeluarga, kawin dengan wanita Indonesia . Selama hampir 2 jam kami berdiskusi tentang agama.

Dia sangat rasional dalam memandang agama. Dan begitulah memang budaya dia mengajarkan. "Saya tidak bisa mengikuti sesuatu yang saya tidak mengerti," tegasnya. Wah, saya senang bisa berdiskusi dengan orang yang berprinsip seperti ini. Bukankah Islam juga mengajarkan prinsip seperti itu. Saya sempat menunjukkan QS. 17:36 , bahwa beragama memang tidak boleh ikut-ikutan. Segalanya menjadi lebih jelas patokan standarnya.

Dia sangat percaya diri terhadap apa yang telah diyakininya. Bahkan cenderung berlebihan, sehingga agak sulit menerima pendapat orang lain. Dia merasa dirinya sudah baik dan benar. Maka, dia merasa tidak terlalu perlu untuk shalat dan puasa, meskipun sudah masuk Islam.
Untuk apa shalat, kalau dia sudah bisa mencegah perbuatamya dari yang keji dan mungkar. Bukankah manfaat shalat adalah untuk mencegah dari perbuatan keji dan munkar? Begitu juga untuk apa berpuasa, kalau dia sudah merasa mampu mengendalikan diri lebih sabar dan punya empati pada penderitaan orang lain.

Ah, dia terlalu percaya diri, bahwa ia adalah orang baik dan benar, pikir saya. Saya sudah coba jelaskan kehebatan isi Al Qur’an lewat pedekatan rasional. Dan dia mengatakan, o ya saya no problem dengan Islam dan Al Qur’an. Saya kira semua agama sama saja. Mengajarkan kebaikan.

Akhirnya saya tawarkan kepada dia untuk mencoba kamera aura saya. Dia tertarik. Istrinya juga antusias. Mereka pernah membaca bahwa kualitas jiwa seseorang memang bisa diukur lewat auranya. Bahkan si Istri mengaku pernah berlatih melihat aura dengan mata telanjang.

Maka, keduanya pun saya bawa ke ruang laboratorium Aura. Beberapa menit mereka saya rekam di depan kamera. Sambil bercanda, si suami mencoba menebak warna auranya, penuh percaya diri. Saya kira, minimal warna aura saya kuning. Tapi, apa yang terjadi? Ternyata hasilnya: MERAH.

Dia termangu melihat hasil rekaman auranya di layar komputer. Saya tanya: ada komentar? Dia menggelengkan kepala, dengan pandangan menerawang. Entah apa yang ada di pikirannya..!

Setelah itu saya tunjukkan hasil rekaman orang lain yang bisa mengubah auranya dari merah meningkat menjadi ungu keputih-putihan dengan cara berdzikir. Sedangkan dia, tak pernah bisa beranjak dari warna merah tua, meskipun telah berusaha serileks mungkin...

Cerita tentang aura ini semakin menarik. Beberapa kali kami merekam aura orang yang sedang tidur, dan orang kesurupan. Kami ingin tahu, apakah warna aura orang yang sedang tidur. "Bukankah orang yang tidur berada dalam kondisi rileks sempurna?" begitu pikir kami. Maka kami siapkan sensor aura di tepi pembaringan, untuk pengamatan tersebut.
Kali pertama, kami rekam seorang wanita. Dan kali berikutnya dua orang laki-laki. Pada kondisi biasa si wanita itu selalu memancarkan aura berwarna hijau, biru, ungu, atau tak jarang berwarna keputih-putihan.

Ketika rekaman itu dimulai, auranya masih bergeser-geser di antara warna biru dan ungu. Dia masih dalam kondisi sadar penuh, selama beberapa menit. Lantas, dia terlihat mulai memasuki kantuknya. Warnanya mulai bergeser ke arah nila dan ungu. Puncaknya, ketika dia tak mampu menahan kantuknya, dan sempat tertidur untuk beberapa saat. Ternyata, auranya terpancar berwarna ungu sempurna. Oh, ternyata benar dugaan kami bahwa tidur adalah relaksasi sempurna. Dan itu diwakili oleh warna ungu.

Kondisi ini sesuai dengan berbagai literatur tentang meditasi. Bahwa puncak sebuah meditasi adalah relaksasi sempurna. Karena itu meditasi bisa menyebabkan terjadinya proses pemulihan kebugaran badan. Kalau kita capai, kita bisa beristirahat dengan cara tidur. Maka kebugaran kita akan kembali. Tetapi, kebugaran itu pun bisa kita dapatkan dengan cara bermeditasi. Hasilnya, badan kita juga kembali bugar.

Nah, kondisi ini ternyata bisa dideteksi dengan kamera aura. Orang yang berada di dalam kondisi bugar, rileks sempurna, akan memancarkan warna ungu. Kondisi jiwa dan fisiknya sedang dalam kualitas terbaiknya.

Warna ungu, juga kita dapatkan dari orang-orang yang usai menjalani terapi pijat. Dan olah raga pagi. Kondisi badan dan pikiramya sedang benar-benar rileks.

Pada orang-orang yang memilki aura dasar berwarna merah, ketika dia dalam kondisi tidur, ternyata juga memancarkan warna ungu. Beberapa kali kami melakukan pengamatan tersebut.

Sehingga kami memperoleh kesimpulan yang berharga, bahwa warna aura memang bisa digeser ke arah frekuensi tinggi -warna ungu- dengan cara merelaksasi pikiran dan tubuh kita.

Jika seseorang mengalami ketegangan fisik maupun jiwa, maka pancaran auranya akan begeser ke arah merah. Sebaliknya, kalau berada dalam kondisi rileks jiwa dan raganya, aura bakal bergeser ke arah ungu.

Kasus orang kesurupan, ternyata mirip dengan kejadian orang tidur. Kebetulan, ketika sedang melakukan pemotretan di sebuah perguruan tinggi di Malang , ada orang yang sedang kesurupan. Maka, orang tersebut kami potret dan kami rekam secara video. Hasilnya menarik. la memancarkan warna ungu. lni mengindikasikan bahwa orang tersebut memang sedang kesurupan. Hilang kesadaran. Seperti orang yang tidur pulas. Yang aktif adalah jin yang masuk ke dalam dirinya. Dan ketika, usai disembuhkan dengan bacaan doa-doa dari dalam Al Qur’an, rekaman auranya menunjukkan warna-warni yang dinamis lagi. Ia telah kembali memperoleh kesadarannya.

Pertanyaan lain muncul berkait dengan warna putih. Darimanakah munculnya warna putih? Karena kami berkali-kali melihat pancaran warna putih pada orang-orang tertentu yang sedang kami rekam.

Warna putih bukanlah warna yang frekuensinya di atas ungu. Putih akan muncul jika seluruh warna digabungkan menjadi satu. Sebagaimana spektrum pelangi jika disatukan lewat prisma akan menghasilkan warna putih. Tentu saja ini sangat menarik untuk diamati. Dan pada kasus orang tidur, yang mengambarkan kondisi rileks sempurna, ternyata warnanya bukan putih melainkan ungu.

Jadi, kapankah warna putih muncul? Ternyata dari orang-orang yang banyak berdzikir dan berdo'a kepada Allah. Orang-orang yang khusyuk. Warna putih adalah warna keselarasan. Bergabungnya seluruh spektrum dalam skala yang seimbang dan harmonis.

Warna putih seringkali saya amati terjadi pada orang-orang yang bisa berdzikir dengan khusyuk. Bahkan meskipun semula ia memancarkan aura merah. Jika, kemudian ia bisa berdzikir dengan khusyuk, maka warna aura itu akan bergeser kearah ungu. Dan memuncak di warna putih jernih.

Saya jadi teringat adzan Subuh. Salah satu kalimat yang diucapkan muadzin adalah: ashshalatu khairum minamaum. Bahwa shalat adalah lebih baik daripada tidur.

Selama ini kita bertanya-tanya, benarkah shalat itu lebih baik dari pada tidur? Apa kelebihan shalat daripada tidur. Dan bagaimana mengukurnya? Ternyata, hal itu telah bisa dibuktikan lewat kamera aura! Warna putih tidak muncul dari orang yang serileks apa pun. Bahkan tidak muncul dengan cara meditasi apa pun. Ia hanya muncul karena kepasrahan dan kekhusyukan seorang hamba yang bermunajat kepada Tuhannya...

Karena itu, ketika mendengar kalimat tersebut kita diajari untuk mengucapkan: Shiddiq ya rasulullah - Benar engkau ya rasulullah... Subhanallah...!


HARMONISASI AURA

Kita telah memperoleh bukti yang meyakinkan bahwa kondisi kejiwaan seseorang ternyata bisa diukur. Khususnya tingkat kekhusyukan dzikir. Dalam hal ini, kita menggunakan video aura.

Lantas apa yang harus kita lakukan sehingga aura kita bisa mencapai warna-warna cerah atau bahkan putih, yang menggambarkan kekhusyukan tersebut. Apa langkah praktisnya?

ltulah yang akan kita diskusikan pada bagian ini. Bagaimana kita bisa mengontrol hati agar tercapai warna aura yang tinggi. Untuk itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui apakah sebenarnya aura. Darimana munculnya. Benarkah ia mewakili kondisi kejiwaan kita?

Sekitar 2 tahun terakhir ini saya begitu tertarik untuk memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan aura. Sehingga akhirnya saya memutuskan untuk membeli peralatan itu, setelah meyakini manfaatnya.

Alat ini sebenarnya ditemukan oleh seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia pada tahun 1930an. Profesor Semyon Kirlian, menemukamya tanpa sengaja, ketika memperbaiki sebuah mesin bertegangan tinggi. Tiba-tiba tangannya berpendar mengeluarkan cahaya aura, akibat terimbas oleh arus elektron di mesin tersebut. Keanehan itu pun diabadikanya dengan cara memotret tangan yang berpendar itu.

Maka pada tahun 1939, Kirlian dan istrinya membuat alat fotografi bertegangan tinggi yang dikenal sebagai Foto Kirlian. Alat itu digunakan untuk melihat medan energi yang terpancar dari tangan dan kaki manusia, dan bisa memberikan berbagai informasi tentang aktifitas kejiwaan dan kesehatan orang yang bersangkutan.

Penemuan tersebut menyulut penelitian lebih lanjut. Sekitar tahun 80-an, sejumlah ahli riset menemukan teknologi baru yang dikenal sebagai Fotografi Aura. Teknologi ini menggunakan sensor biofeedback pada kedua tangan dan mengirimnya ke kamera, yang kemudian mencetaknya dalam bentuk foto polaroid. Maka, kita pun dapat melihat aura kita sendiri secara statis yang tercetak dalam lembaran foto.

Perkembangan berikutnya semakin maju. karena dipadukan dengan teknologi komputer yang semakin canggih. Maka, sejak tahun 1998 muncul peralatan fotografi aura yang lebih canggih yang disebut Computerized Multimedia Biofeedback System. Peratatan itu ditemukan oleh seorang periset Jerman bernama Fisslinger. Alat inilah yang sekarang saya pakai di laboratorium PADMA AURA. Dan menjadi fasilitas utama dalam Pelatihan untuk meningkatkan kekhusyukan ibadah.

Dengan menggunakan sistem komputer ini, kita dapat melihat secara langsung dan dinamis aura seseorang pada layar monitor. Dan kemudian kita bisa merekamnya secara video.

Yang menarik dari peralatan ini adalah kemampuamya untuk menangkap frekuensi tinggi yang dipancarkan oleh tubuh manusia. Dan ternyata frekuensi tinggi itu muncul seiring dengan gejolak emosi seseorang. Jika emosi tinggi, badan akan terimbas oleh gelombang berfrekuensi kasar. Sebaliknya, jika sedang emosi rendah akan muncul gelombang berfrekuensi tinggi.

Darimana frekuensi itu muncul? Ternyata dari gejolak jiwa yang merembet ke seluruh organ tubuh, jaringan sel, sampai kepada atom-atom penyusun tubuh yang mengandung miliaran bioelektron.

Bahwa tubuh manusia ini mengandung sistem kelistrikan. Mulai dari mekanisme otak, jantung, ginjal, paru, sistem pencernaan, sistem hormonal, otot-otot dan berbagai jaringan lainnya. Semuanya bekerja berdasar sistem kelistrikan. Karena itu kita bisa mengukur tegangan listrik di bagian tubuh mana pun yang kita mau. Semuanya ada tegangan listriknya. Bahkan setiap sel di tubuh kita memiliki tegangan antara -90 mvolt pada saat rileks sampai 40 mvott pada saat beraktifitas.

Maka, tubuh kita boleh disebut sebagai sistem elektromagnetik. Sebab, kelistrikan sangat erat kaitannya dengan kemagnetan. Otak kita memiliki medan kemagnetan. Sebagaimana jantung ataupun bagian-bagian lain di tubuh kita.

Pancaran elektromagnetik itu berubah-ubah sesuai kondisi tubuh yang dipengaruhi oleh emosi. Sebagai contoh, orang yang sedang marah. Getaran kemarahan itu awatnya muncul secara abstrak dari jiwa. Akan tetapi begitu marah itu muncul, tubuh kita akan ikut bergetar.
Jantung akan berdegup lebih kencang dari pada biasanya. Jika kemarahan meningkat, maka getaran jantung juga akan meningkat. Dan kemudian merembet ke organ lainnya. Nafas kita tiba-tiba ikut ngos-ngosan. Muka menjadi merah. Telinga panas. Mata melotot. Dan tangan pun ikut gemetaran.

Getaran kemarahan yang semula abstrak itu telah menjadi getaran yang bersifat fisik. Dan lantas menghasilkan gelombang kasar dengan frekuensi rendah. Inilah yang terukur oleh sensor aura. Muncul sebagai gelombang warna merah.

Sebaliknya, orang yang sabar dan khusyuk. la akan berada dalam kondisi kejiwaan tenang dan tenteram. Jiwanya tidak bergejolak. Jantungnya berdenyut lembut. Nafasnya normal. Dan seluruh kondisi tubuhnya dalam keadaan yang seimbang. Maka, sistem energial tubuhnya memancarkan gelombang lembut dengan frekuensi tinggi. Terpancarlah aura ungu.

Dan puncaknya, ketika frekuensi tinggi itu mencapai harmonisasi. Seluruh badannya dalam keadaan seimbang, homeostasis, maka yang terpancar adalah aura berwarna putih.

Secara lebih teknis, konsep aura ini banyak dipelajari oleh pelaku-pelaku meditasi. Sistem kelistrikan dan energi tubuh itu dibagi menjadi generator-generator energi yang disebut sebagai cakra. Ada sekitar 365 cakra yang dikenal oleh kalangan meditasi. Tetapi hanya ada 7 cakra utama yang banyak dipelajari, dan terletak di sepanjang ubun-ubun turun ke arah tulang belakang, sampai ke tulang ekor.

Ke tujuh cakra utama itu dikenal sebagai Cakra Mahkota, letaknya di ubun-ubun, Cakra Tenggorok di leher, Cakra Jantung di sekitar jantung, Cakra Solar Pleksus ada di atas pusar, Cakra Seks ada di bawah pusar, dan Cakra Dasar di tulang ekor.

Cakra ini dipersepsi sebagai wilayah tubuh yang menjadi pusat pembangkitan energi. lni memang konsep Kedokteran Timur. Sebagaimana Tusuk Jarum. Bahwa titik-titik tertentu di dalam tubuh manusia memiliki kemampuan menghasilkan energi atau terkait dengan sistem energial secara holistik. Dan secara ilmiah, memang telah bisa dibuktikan adanya tegangan listrik antar titik-titik akupuntur dengan organ-organ tertentu di dalam tubuh manusia. Demikian pula dengan cakra.

Ke tujuh cakra utama itu secara empirik telah dibuktikan fungsi dan pengaruhnya. Meskipun masih perlu diteliti terus secara lebih mendalam. Di antaranya, cakra dasar adalah cakra yang disebut-sebut sangat berpengaruh pada munculnya warna merah pada aura seseorang.

Padahal sebagaimana kita ketahui, warna merah adalah warna yang menunjukkan sifat-sifat emosional, jiwa yang tertekan, ketergesa-gesaan, perhatian pada dunia fisik secara berlebihan, dan keberanian mengambil resiko. Maka berarti cakra dasar adalah cakra yang bertanggung jawab terhadap munculnya sifat-sifat tersebut.

Cakra kedua adalah cakra Seks. Cakra ini dikenal sebagai pusat munculnya warna jingga alias oranye. Disinilah pusat kreatifitas fisik. Warna jingga yang dominan menunjukkan sifat ketertarikan pada penampilan diri secara fisik. Baik diri sendiri maupun orang lain.
Orang yang memiliki warna jingga suka berdandan dan menjadi pusat perhatian. Ia senang bergaul dan bersifat hedonistik alias suka bersenang-senang.

Cakra ketiga disebut Cakra Solar pleksus, letaknya di atas pusar. Ia adalah pusat energi yang bertanggungjawab terhadap munculnya warna kuning. Warna ini menunjukkan sifat-sifat egoistik dan ambisi.

Orang yang memiliki warna kuning memiliki ambisi dan cita-cita kuat untuk menjadi penguasa. Energik dan cerdik. Tapi warna ini juga berkait erat dengan tingkat stress yang tinggi.

Cakra ke empat adalah Cakra Jantung, bertanggungjawab terhadap munculnya warna hijau. Di sini muncul getaran-getaran halus yang berkait dengan sifat-sifat lemah lembut. Rasa empati dan kasih sayang, muncul dari generator energi di sini.

Cakra ke lima adalah Cakra Tenggorokan. lnilah cakra penghasil warna biru. Jika cakra ini aktif, maka tubuh kita akan didominasi warna biru. Warna ini erat kaitannya dengan keilmuan dan rasionatitas. Perlumbuhan dan progresifitas. Keinginan mencari realitas hakikat. Makna hidup.

Cakra ke enam berada di kening. Sering disebut sebagai Cakra Mata Ketiga. Generator energi ini menghasilkan warna nila. Ia menggambarkan munculnya intuisi dan spiritualitas pada pemilik aura tersebut. Ia semakin tertarik kepada realitas-realitas di 'dunia dalam'. Inner cosmos. Hal-hal gaib.

Cakra ke tujuh berada di ubun-ubun, menghasilkan warna ungu. Warna ini menunjukkan intensitas spiritualitas yang tinggi. Perhatiamya kepada hal-hal yang bersifat duniawi sangat rendah. Ia lebih tertarik kepada meditasi, tafakur, berdzikir, menyendiri, mencari hubungan dengan Tuhan, dan hal-hal yang bersifat spiritual.

Warna ini sering juga muncul pada para seniman yang sedang asyik menuangkan karya-karyanya. Atau pada para ilmuwan yang sedang asyik meneliti rahasia alam. Membuka tabir keilmuan semesta.

Ketika membaca berbagai literatur tentang aura, saya sempat membandingkan dengan ilmu kedokteran Barat. Terutama yang berkaitan dengan sistem saraf dan sistem endokrin alias sistem hormonal. Saya melihat ada korelasinya. Meskipun masih perlu terus diperdalam.

Posisi ke tujuh cakra itu ternyata terkait erat dengan beberapa kelenjar hormonal yang ada di tubuh. Sebagai contoh, Cakra Mahkota. Di sekitar cakra ini ternyata ada Kelenjar Pineal yang berfungsi mengatur kondisi sadar dan tidaknya seseorang.

Kelenjar ini menghasilkan hormon yang disebut melatonin. Jika hormon ini ditepaskan ke seluruh tubuh, maka orang tersebut akan mengalami rasa tenang, kemudian mengantuk dan akhirnya tertidur.

Saya jadi teringat dengan suatu ayat yang menyinggung tentang fungsi jiwa. Ayat itu memberikan gambaran bahwa Allah-lah yang mengendalikan jiwa seseorang ketika mati atau tidurnya. Saya sangat 'mencurigai', letak jiwa itu ada di balik otak.

Yang menjadi point saya pada kesempatan kali ini adalah, bahwa Cakra Mahkota yang bertanggung jawab atas munculnya mekanisme spiritual itu ternyata sesuai dengan fungsi Kelenjar pineal yang menghasilkan hormon pengatur ketenangan, yaitu melatonin. Coba cermati ayat-ayat berikut ini.

QS. Az Zumar (39) : 42
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiamya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

QS. Al Anfaal (8) : 11
(Ingatlah ), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman daripadaNya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan don untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengamya telapak kaki (mu).

QS. Ar Ra'd (13) : 28
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Ketiga ayat tersebut memberikan gambaran yang saling melengkapi. Di ayat pertama, Allah mengatakan, Dialah yang menahan jiwa seseorang di waktu tidurnya. Hal ini erat kaitanya dengan penjelasan saya tentang posisi jiwa yang berada di balik otak

Ayat kedua, menjelaskan bahwa orang yang sedang mengantuk dan berproses menuju kondisi tertidur, dia akan mengalami situasi tenteram. Inilah yang saya jelaskan di bagian sebelum ini, bahwa orang tersebut memasuki wilayah gelombang Alfa. Frekuensi otaknya bergetar antara 8-13 Hz. Dalam kondisi ini, perhatian ke dunia luar akan menurun. Cenderung memasuki dunia di dalam dirinya sendiri. Inner cosmos. Kalau diukur lewat aura, dia akan memancarkan warna ungu.

Dan pada ayat ke tiga, Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang berdzikir hatinya akan menuju pada ketenteraman. Dan kalau diukur dengan kamera aura pun, akan memancarkan warna ungu. Meskipun, kalau dzikir itu diteruskan, akan menghasilkan warna putih.

Jadi kita melihat korelasi yang jelas di sini. Bahwa orang yang berdzikir akan menghasilkan ketenteraman karena dzikirnya itu menstimulasi kelenjar pineal. Hasilnya, adalah terlepasnya hormon melatonin yang memunculkan ketenteraman pada orang tersebut. Inilah agaknya alasannya, kenapa Cakra mahkota disebut sebagai Cakra spiritual. Cakra Ketuhanan.

Mekanisme ini juga terjadi pada orang-orang yang bermeditasi. Orang-orang yang berdo'a. Dan orang-orang yang shalat. Akan tetapi, khusus orang yang dzikirnya khusyuk hanya kepada Allah SWT ternyata warna ungu itu masih bergerak lebih tinggi menuju warna putih.

Ini menunjukkan mulai terjadinya keselarasan dalam jiwa orang itu. Seluruh generator energi di dalam tubuhnya bergetar seirama dalam keharmonisan. Sebab dia hanya berkomunikasi dengan Allah yang Tunggal saja. Tidak kemana-mana...

Cakra yang lain, misalnya yang berada di atas pusar. Yaitu Cakra Solar Pleksus. Cakra ini dipersepsi sebagai cakra yang bertanggung jawab terhadap munculnya warna kuning. Orangnya energik dan ambisius...

Secara medic, di wilayah ini ada dua kelenjar endokrin, yaitu Adrenal dan Pankreas. Kelenjar Adrenal melepaskan hormon adrenalin atau epinefrin, sedangkan Pankreas mengeluarkan insulin.

Kedua hormon ini memang sangat terkait dengan energi dan ambisi. Insulin adalah pemasok energi, karena dia mengendalikan kadar gula di dalam darah. Gula adalah bahan baku energi di dalam tubuh kita. Sedangkan, adrenal mengeluarkan hormon adrenalin yang terkait dengan pengaturan daya tahan tubuh, dan mekanisme stress.

Seseorang yang mengalami nervous atau stress, bakal memicu keluarnya epinefrin dari kelenjar ini. Sehingga, orang itu akan gemetaran, keluar keringat dingin, bahkan sampai terkencing-kencing. Atau, sebaliknya, dia bisa menjadi marah dan tidak terkontrol perilakunya...

Cakra Seks ternyata juga terkait dengan fungsi kelenjar reproduksi. Karena itu, jika cakra seks ini aktif, orang itu akan memiliki sifat-sifat yang berkaitan dengan keindahan fisik. Ketertarikan antar lawan jenis. Pesolek. Ingin jadi pusat perhatian. Dan suka bersenang-senang.

Jadi, sangat menarik untuk mengkaji aura. Karena ternyata, disini bisa dipertemukan berbagai macam analisa yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Ini menggambarkan betapa canggihnya sistem yang ada di dalam tubuh manusia. Dari mana pun kita mempelajari, kita akan kembali ke muara yang sama. Karena yang menciptakamya memang hanya DIA, 'Sosok Tunggal' : Allah Azza wajalla...

Maka, kini kita telah memperoleh pemahaman holistik tentang Aura. Sebuah pancaran energi yang keluar dari dalam diri manusia, yang bersumber dari getaran jiwanya.

Aura ini bisa menjadi tolak ukur bagi kualitas jiwa seseorang. Intinya adalah semakin kasar gelombangnya akan menghasilkan frekuensi rendah dan menghasilkan warna merah. Sebaliknya, semakin lembut gelombangnya akan menghasilkan frekuensi tinggi, bergeser ke warna ungu.

Jika seluruh warna itu bisa ditundukkan, diselaraskan dan diharmoniskan, maka kita akan bisa memancarkan warna putih. Gabungan dari seluruh warna pelangi aura itu...

MELEMBUTKAN GETARAN

WARNA-WARNA CERAH

Selain berubah ke arah frekuensi tinggi, merah ke ungu, ternyata aura kita berubah ke arah gelap dan terang. Dalam berbagai pengamatan yang saya lakukan, saya memperoleh kesimpulan yang menarik tentang gelap dan terang ini.

Al Qur’an sendiri memberikan informasi yang banyak, tentang gelap dan terang. Dan justru sangat sedikit, tentang perbedaan warna pelangi aura. Warna-warna pelangi menunjukkan perbedaan frekuensi. Sedangkan gelap terang memberikan informasi kejernihan dari berbagai pengotor.

Warna-warna gelap diidentikkan dengan kekotoran dan kejahatan. Sedangkan warna-warna terang dipersepsi sebagai kemurnian dan kebaikan.

Sehingga Al Qur’an selalu menggunakan istitah cahaya yang terang benderang untuk orang-orang yang beriman serta berbuat kebaikan. Dan, gelap gulita untuk orang-orang kafir, munafik, dan banyak berbuat dosa.

QS. Al Hadiid (57) : 12
(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mu'min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak.

QS. Yunus (10) : 27
Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Dua ayat yang berbeda di atas memberikan gambaran dua kondisi yang berbalikan. Yang pertama mengatakan bahwa orang mukmin, pada hari kiamat nanti bakal memancarkan cahaya yang terang di wajahnya. Mereka memperoleh kabar gembira tentang surga.

Sedangkan orang-orang kafir digambarkan diliputi oleh 'cahaya' gelap gulita. Mereka banyak berbuat dosa. Dan bakal masuk ke dalam neraka. Kekal di dalamnya.

Kedua ayat tersebut sangat menarik, karena Allah secara langsung menggunakan idiom cahaya terang dan gelap untuk menggambarkan baik dan buruk. Dan pada praktiknya, memang itu terlihat pada aura seseorang.

Orang-orang yang wajahnya memancarkan cahaya terang memiliki sifat-sifat yang baik. Sebaliknya orang-orang yang memancarkan 'cahaya' gelap memiliki sifat-sifat buruk, jahat dan culas.

Lantas, bagaimana kita menjelaskan hubungan antara warna-warna pelangi dengan terang-gelap itu, berkait dengan aura seseorang? Mana yang lebih dominan dan mana yang substansial?

Di depan, telah saya jelaskan bahwa jiwa kita memancarkan dua macam frekuensi. Yang pertama adalah clock alias frekuensi pembawa. Dan yang kedua content atau isi informasi.

Fungsi clock itu adalah untuk menyelaraskan jiwa kita dengan frekuensi alam semesta. Dengan Arsy Allah. Kalau clock-nya selaras maka kita masuk ke dalam sistem informasi alam semesta. Ibarat orang bermain handphone, kita bisa masuk ke dalam jaringan pemancar. Sebaliknya kalau tidak nyambung, ibaratnya sedang berada di luar service area. Kita tidak bisa kontak dengan nomer yang kita tuju.

Nah, itulah yang disebut frekuensi clock. Dalam konteks Aura, kita akan semakin khusyuk dan gampang nyambung dengan Allah ketika frekuensi auranya meninggi. Mengarah ke warna ungu. Orang itu akan semakin gampang berkomunikasi dengan Allah. Sebab pada saat itu jiwanya sedang melembut. Sedang memasuki inner cosmos. Sedang kontemplatif dan transenden.

Sebaliknya, jika sedang merah, jiwa orang itu sedang bergejolak. Sedang menggebu-gebu, atau tertekan, dan cenderung kasar. Dia sedang berada di outer cosmos. Dan terikat pada dunia fisik.

Inilah yang telah kita bahas di depan. Bahwa, warna-warna aura bisa digunakan untuk mengukur tingkat kekhusyukan. Aura merah, frekuensinya rendah, tidak khusyuk atau sulit untuk khusyuk. Sedangkan aura ungu, menunjukkan khusyuk atau gampang untuk menjadi khusyuk.

Akan tetapi, ada frekuensi lain yang berkait dengan content alias isi hubungan kita dengan Allah itu. Inilah yang berkait dengan baik dan buruk, benar dan salah. Kualitas keimanan. Dalam bahasa Al Qur’an adalah terang dan gelap. Dan memang, kita bisa melihat aura seseorang dari sisi brightnessnya. Dari kecerlangamya.

Semakin terang auranya, semakin baiklah dia. Kata Al Qur’an: terang benderang. Nah, inilah yang harus kita tuju. Sebaliknya, semakin gelap auranya, semakin jahat pula dia. Ini yang harus kita hindari jauh-jauh.

QS. An Nisaa' (4) : 174
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an).

QS. Al Maidah (5) : 16
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaamya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus

Orang yang beraura gelap sedang terperangkap oleh setan. Dipimpin olehnya. Dan dijerumuskan. Setelah itu, ditinggal pergi. Begitulah kerjaan setan, yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan orang-orang yang beriman dibimbing Allah menuju jalan keimanan yang terang benderang. Allah menjadi pelindungnya. Dan akan selalu mendampinginya dalam segala permasalahan yang sedang dihadapinya. Memberi jalan keluar yang terbaik.

QS. Al Bagarah (2) : 257
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

QS. Al Anfaal (8) : 48
Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: "Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu". Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: "Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah". Dan Allah sangat keras siksa-Nya.

Dari berbagai kasus pengamatan aura, saya memperoleh data-data menarik sepular kecemerlangan aura ini. Mereka yang sedang bermasalah, selalu menampilkan warna-warna gelap. Jika merah, merahnya gelap. Jika kuning, kuningnya juga gelap. Bahkan, jika ungu, ungunya pun berwarna gelap.

Jadi, jangan merasa senang dulu dengan warna berfrekuensi tinggi. Karena, itu baru bersifat potensi kekhusyukan. Belum mengambarkan substansi kebaikan. Kebaikan digambarkan oleh Aura jernih yang terang benderang.

Aura merah gelap, selain menggambarkan sifat merah yang menggebu dan emosional, gelapnya bisa berarti orang itu pendendam dan serakah. Sebaliknya, jika warna merahnya cerah, ia bisa bermakna kekuatan, kegembiraan, keberanian. Bahkan bisa berarti keramah-tamahan atau cinta murni, yang ditunjukkan oleh warna merah muda.

Aura jingga gelap, juga bermakna kurang baik. la bisa berarti ketidakmampuan mengendalikan emosi, atau memanjakan diri secara berlebihan. Sebaliknya, jingga cerah dan jernih, bisa bermakna suka kerapian, bersosialisasi dan terbuka.

Kuning gelap menggambarkan ketidak-jujuran. Akal dan kecerdikannya mengarah kepada tipu muslihat. Kuning keruh dan kabur, bermakna kemalasan. Tapi sebaliknya, orang-orang yang beraura kuning jernih, memiliki sifat-sifat intelektual dan penuh pertimbangan. Bahkan kuning yang sangat cerah dan jernih mengarah kepada logika spiritual yang bagus.

Hijau gelap bermakna kecemburuan. Jika bercampur keruh, bermakna iri, dengki, tidak jujur, dan khianat. Sedangkan hijau cerah dan jernih mengarah kepada kasih sayang, belas kasihan, humanistik, dan penuh simpati kepada orang lain. Orang yang memiliki warna hijau keabu-abuan bersifat suka berkhayal, atau sedang dalam suasana depresi mental.

Biru gelap dan muram bermakna penyesalan mendalam. Biru terang berarti kesetiaan, pengabdian, imajinatif, Idealisme, kecerdasan dan kebijaksanaan.

Nila gelap tidak peduli kepada sesama. Introvert alias tertutup. Sedangkan nila terang menggambarkan kepedulian yang tinggi, tanggungjawab, kesadaran spiritual.

Ungu gelap bisa berarti dalam kondisi lemah dan sedang menjurus ke kondisi sakit. Atau bisa juga bermakna angkuh dan ceremonial. Ungu cerah menggambarkan perikemanusiaan, kebangkitan spiritual, intuitif.

Sedangkan warna putih menggambarkan sifat-sifat perfeksionis, kemanusiaan, keselarasan, idealisme tinggi, kesempurnaan dan kesadaran spiritual yang mendalam.

Apalagi jika warna putihnya menjurus ke jernih, ia menunjukkan pada kesempurnaan spiritual. Sebagaimana selalu digambarkan pada tokoh-tokoh spiritual atau keagamaan. Ada lingkaran cahaya di sekitar wajah yang disebut sebagai 'halo'.

Jadi, kini kita telah memahami makna warna-warna aura dalam dua dimensi. Yaitu dimensi peningkatan frekuensi, bermakna potensi mencapai kekhusyukan untuk berkomunikasi dengan Allah. Dan, yang kedua adalah dimensi kecerlangan cahaya yang bermakna pada kualitas baik-buruk. Atau tinggi rendahnya tingkat keimanan seseorang.

Dalam praktek dzikir, warna-warna aura hampir selalu bergerak ke arah ungu terlebih dahulu sampai tercapai kekhusyukan. Setelah itu, warnanya menjadi semakin terang ke arah putih jernih.

Atau, tak jarang, terjadi secara simultan. Warnanya berubah dari merah ke ungu, tapi sekaligus semakin jernih. Misalnya, dia bergerak ke arah merah terang, kuning terang, hijau terang, biru terang dan ungu terang, sampai memuncak di putih terang...

QS. Ali Imran (3) : 106-107
pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".
Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya.


LEMBUT MENENTRAMKAN

Jiwa manusia bisa diwakili oleh hatinya. Jika kualitas hatinya jelek, maka jelek pulalah manusia itu. Jika hatinya baik, maka baik pula dia. Begitulah Sabda nabi Muhammad saw.

Hati itu dimana? Kata Allah, berada di dalam dada. Di ayat lain lagi dikatakan segumpal daging yang bisa bergetar-getar. Ketika senang bergetar-getar. ketika sedih juga bergetar-getar. Maka, kita bisa menebak bahwa yang dimaksudkan itu adalah jantung.
Coba amati, orang yang sedang bersedih dia akan memegang dadanya sambil mengatakan: oh betapa sedih hatiku. Boleh jadi ia merasakan getaran yang menyesakkan di dalam dadanya.

Begitu pula orang yang senang akan memegang jantungnya yang berdebar-debar, sambil berteriak: waw, aku sangat gembira hari ini! Ya, hati adalah jantung. Digambarkan oleh Allah, di antaranya dalam ayat berikut ini.

QS. Al Hajj (22) : 46
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

Ayat di atas dengan sangat transparan menginformasikan kepada kita, bahwa hati itu berada di dalam dada. Hati, adalah sensor yang terkait dengan pemahaman atas segala pengalaman kita. Dalam ayat tersebut hati disejajarkan dengan mata, dan telinga.

Selain itu, Allah juga menginformasikan bahwa hati adalah organ yang bergetar-getar jika sedang menerima pengalaman tertentu yang melibatkan emosi dan kesabaran.

QS. Al Hajj (22) : 35
(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.

Di ayat lain Allah mengkaitkan organ dalam dada itu dengan penyakit-penyakit hati. Dan ayat lainnya lagi dikaitkan dengan ilmu yang harus dipahami oleh hati.

QS. Yunus (10) : 57
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

QS. Al Ankabut (29) : 49
Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada (hati) orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.

Dan masih banyak lagi ayat yang bercerita tentang hati. Segumpal daging yang berada di dalam dada, yang selalu bergetar-getar. Tidak ada alternatif lainnya, kecuali jantung.

Nah, jantung inilah yang disebut-sebut mewakili kuatitas seseorang. Secara fisik, memang jantung yang jelek akan mewakili kesehatan yang jelek pula. Bahkan sangat berbahaya karena bisa menyebabkan kematian mendadak.

Sedangkan secara psikis, hal ini bisa dijelaskan lewat pendekatan aura. Karena jiwa bersifat energial, maka pendekatan energi inilah yang cocok untuk menjelaskannya.

Cakra jantung adalah cakra yang bertanggungjawab terhadap munculnya warna hijau. Inilah warna yang merepresentasikan kasih sayang dan perasaan-perasaan lembut lainnya. Jika kualitas cakra jantung jelek, maka dipastikan orang tersebut adalah orang yang tega hati, atau bahkan telengas. la bisa berbuat kejam. Dan 'tidak punya perasaan'.

Dalam filosofi bisnis disebut sebagai 'Muka Tebal Hati Hitam'. Thick Face, Black Heart. Tidak punya malu, dan tega hati alias kejam. Hatinya keras, membatu.

Inilah kualitas hati yang harus dihindari. Allah berkali-kali mengatakan di dalam Al Qur’an bahwa hati yang keras, membatu dan hitam adalah hati yang jelek. Hatinya orang kafir. Mereka bakal menuai penderitaan di hari kemudian.

QS. Al Baqarah (2) : 74
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.

Dalam redaksi yang berbeda Allah mengatakan, hati yang seperti itu adalah hati yang tertutup. Dikarenakan perbuatan mereka sendiri.

QS. Al Muthaffifiin (83) : 14
Sekali-kali tidak, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka sendiri.

Maka, kita melihat korelasi yang jelas antara hati yang membatu, hati yang tertutup, yang dalam kegelapan, dan tersesat karena bujukan setan. Allah menegaskan lagi dalam ayat berikut ini. Bahwa hati yang terbuka adalah hati yang memperoleh cahaya. Sedangkan hati yang membatu atau tertutup adalah hati yang tersesat dalam kegelapan.

QS. Az Zumaar (39) : 22
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya dari berdzikir kepada Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

Yang menarik, pada bagian penutupnya, Allah mengaitkan semua itu dengan dzikir kepada Allah. Orang yang tidak mau berdzikir, hatinya bakal mengeras, tertutup, dan kemudian tersesat dalam kegelapan. Dari segi aura, dikatakan wajahnya menjadi hitam...

QS. Az Zumar (39) : 60
Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahamam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?


DZIKIR DASAR

Di akhir pembahasan bab ini saya ingin mengajak anda untuk memahami aktifitas dasar yang menjadi substansi dari seluruh ibadah kita. Yaitu, dzikir.

Sebagaimana difirmankan oleh Allah di dalam Al Qur’an, tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah. Tidak ada yang lain.

QS. Adz Dzaariyat (51) : 56
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.

QS. Al Mukmin (40) : 65
Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Tetapi, sebenarnya apakah yang menjadi ruh ibadah itu? Ternyata, substansinya adalah dzikir. Terjalinnya komunikasi dengan Allah. Nyambungnya hati dengan Allah. Ingat kepadaNya.

Dalam hal shalat misalnya, seseorang dikatakan khusyuk jika hatinya selalu ingat kepada Allah, di sepanjang shalatnya. Jika hatinya teringat macam-macam, maka shalat yang dia lakukan tak lebih dari sekadar ibadah ritual. Tak mencapai makna.

Dalam hal puasa, demikian pula. Seseorang akan bisa mencapai kualitas takwa lewat puasanya jika selama berpuasa ia menyandarkan ibadahnya karena Allah. Selalu ingat Allah selama berpuasa, sehingga perbuatamya terkontrol dengan baik.

Berhaji pun demikian. Jika seseorang bisa selalu ingat Allah selama berhaji, maka ia akan memperoleh banyak hikmah di tanah suci. Ujung-ujungnya ia akan menjadi haji mabrur. Ibadah hajinya telah mampu merubah jiwanya menjadi lebih pasrah kepada Allah sebagaimana keluarga nabi Ibrahim.

Jadi, inti segala ibadah adalah dzikir. Ingat kepada Allah, sebagai satu-satunya orientasi ibadah kita. Bahkan sebagai satu-satunya tujuan hidup. Maka Allah mengajarkan kepada kita agar berdzikir terus kepada Allah dalam segala situasi.

QS. Al Ahzab (33) : 41-42
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.

Itulah yang diajarkan Allah kepada hamba-hambaNya. Bahwa sebagai orang yang beriman, kita diajari untuk selalu ingat Allah. Dzikir kepadaNya sebanyak-banyaknya. Bertasbih setiap saat. Pagi hari maupun petang hari. Bagaimana caranya? Ayat berikut ini mengajarkan salah satu bentuk ibadah spesifiknya adalah dengan cara Shalat. Shalat adalah bentuk khusus dari berdzikir.

QS. Thaahaa (20) : 14
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka beribadahlah kepadaKu dan dirikanlah shalat untuk berdzikir kepadaKu.

QS. Al A'laa (87) : 15
dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.

QS. Al Ankabuut (29) : 45
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya berdzikir kepada Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Selain dalam bentuk shalat, berdzikir bisa dilakukan dengan cara mengucapkan kalimat-kalimat dzikir seperti Asma'ul Husna, istighfar, tasbih, hamdalah, takbir, dan tahlil. Afdhalnya dibaca pada waktu-waktu tertentu, terutama seusai shalat.

QS. Qaaf (50) : 40
Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.

QS. An Nisaa' (4) : 103
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu. Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Begitulah salah satu bentuk dzikir yang diajarkan Allah dan Rasulullah saw kepada kita. Dzikirlah dalam shalat. Dan berdzikirlah setiap selesai shalat. Maka, sebelum kita melangkah ke bentuk Dzikir Tauhid, kita perlu memahami dulu 'Dzikir Dasar' yang jadikan landasan untuk melangkah ke Dzikir Tauhid. Beberapa point yang menjadi pokok dalam melakukan Dzikir Dasar adalah sebagai berikut:
1. Bacaan yang kita baca mengambil potongan-potongan ayat Qur'an. Seperti Astaghfirullah, Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, dan Laa ilaaha illallah.
2. Melafadzkan dengan penuh penghayatan dan paham maksudnya.
3. Boleh berdzikir di dalam hati, atau diucapkan dengan lisan. Dilakukan saat-saat tertentu, utamanya seusai shalat.
4. Seluruh potensi akal dan hatinya terhubung kepada Allah. Merasakan kehadiran Allah. Ini menjadi point terpenting dari Dzikir. Karena, kata 'dzikir' itu memang bermakna 'ingat' kepada Allah. Lucu jadinya, jika seseorang berdzikir tetapi hatinya tidak ingat Allah.
5. Boleh dilakukan sambil memejamkan mata, atau pun sambil membuka mata. Tapi kebanyakan kita merasa lebih khusyuk dengan cara memejamkan mata.

Lantas, apa yang menjadi tujuan Dzikir Dasar? Sebenarnya, ini adalah manifestasi dari kehusyukan di dalam shalat dan di luar shalat sebagaimana kita bahas di depan. Bahwa yang disebut khusyuk itu adalah ketika kita yakin bisa bertemu Allah di dalam ibadah khusus kita, dan yakin bertemu Allah ketika kita kembali kepadaNya.

Maka, Dzikir Dasar adalah sebuah upaya untuk membangun kesadaran agar bisa 'bertemu' dengan Allah di dalam Dzikir dan shalat. Jika Dzikir Dasar sudah baik, Insya Allah kita akan bisa khusyuk pada level berikutnya: Dzikir Tauhid.

Untuk itu, marilah kita kaji lebih jauh teknik Dzikir Dasar ini sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Agar khusyuk, yang paling mendasar, harus kita pahami dengan baik makna seluruh kalimat dzikir itu. Yang paling banyak digunakan untuk berdzikir, adalah kalimat-kalimat: Astaghfirullah, Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar dan Laa ilaaha illallah.

1. Astaghfirullah

Dzikir Dasar kita mulai dengan mengucapkan astaghfirullah. Memohon ampun kepada Allah. Kenapa kita mesti memulai dzikir dengan bacaan tersebut? Disampaikan oleh Tsaubah ra (HR. Imam Muslim 1:414 no 591), bahwa setiap selesai shalat Rasulullah memulai dzikirnya dengan membaca istighfar sebanyak 3 kali, baru kemudian membaca kalimat dzikir lainnya.

Akan tetapi, secara umum kita memang dianjurkan untuk banyak membaca istighfar kepada Allah. Istighfar adalah upaya membersihkan sekaligus merendahkan diri di hadapan Allah.

QS. Huud (11) : 3
dan hendaklah kamu meminta ampun (beristighfar) kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan, keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.

QS. An Nashr (110) : 3
maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat.

Istighfar adalah perwujudan dari keinginan untuk bertaubat dari segala kesalahan dan dosa. lni menjadi kunci awal terjadinya komunikasi dengan Allah secara khusyuk. Orang yang sombong dan merasa sudah bersih, sudah baik, justru akan terjauh dariNya. Allah menyukai hamba-hamba yang rendah hati. Mawas diri. Dan memohon ampun atas segala kesalahamya. Meskipun tidak disengaja.

QS. Israa' (17) : 25
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.

Allah menegaskan, bahwa kita ini seringkali sudah merasa baik. Padahal kita seringkali tidak tahu kualitas kita sendiri. Sok tahu dan merasa tahu. Padahal Allah lebih tahu kita ini orang baik atau tidak. Jika kamu benar-benar baik, Allah pasti tahu. Dan kemudian menerima taubat kita.

Intinya, Allah mengajarkan kepada kita agar tidak terlalu pede bahwa kita sudah baik. Orang-orang yang terlalu pede bahwa dirinya sudah baik, kebanyakan ketika difoto aura malah menghasilkan warna rendah. Itu adalah awal dari kesombongan. Dan sebagaimana telah kita bahas di depan bahwa Allah tidak menyukai orang yang sombong. Surga pun haram baginya.

Karena itu mengawali dzikir dengan memohon ampun kepada Allah adalah sangat vital. Di satu sisi kita merendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan Allah. Di lain sisi, Allah menyukai orang yang datang bertaubat kepadaNya. Maka, gayung pun bersambut. Clock kita masuk ke dalam sistem 'pusaran alam semesta' secara efektif. Tune in.

Proses tune in itu lantas akan terlihat lewat video aura. Istighfar yang dilakukan berulang-ulang akan menghasilkan warna yang semakin tinggi ke arah ungu, secara berangsur-angsur.

Tapi ingat, seperti yang kita bahas di depan, Kuncinya adalah kejujuran dan keikhlasan di dalam berdzikir. Jangan dibuat-buat. Datang dari hati nurani, bahwa kita memang banyak dosa. Dan karenanya mohon ampun kepadaNya. Bahkan lebih bagus, sampai meneteskan air mata. Tapi jangan sampai menangis meraung-raung. Allah tidak suka yang berlebihan. Itu tanda kita tidak bisa mengontrol diri. Menangis yang seperti itu, malah bakal menghasilkan aura merah. Sudah saya buktikan!

Yang bagus, kata Allah jangan terlalu keras, dan jangan terlalu pelan. Antara keduanya. Berbisik-bisik dalam kekhusyukan, ketakutan dan kerinduan hati seorang hamba.

QS. Al A'raaf (7) : 205
Dan sebutlah Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.

QS. Al Israa' (17) : 110
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkamya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu"

2. Subhanallah

Bertasbih bemakna mensucikan Allah. Kalimat ini berbeda dengan istighfar. Kalimat istighfar berpusat pada diri kita. Bukan ingat Allah, tapi ingat dosa-dosa kita. Lantas kita merasa hina di hadapan Allah. Dan mohon perkenannya untuk mengampuni dan memaafkan segala dosa kita. Itulah password alias kata kunci untuk berkomunikasi dengan Allah secara efektif. Masuk dalam pusarannya.

Sedangkan kalimat Subhanallah - Maha Suci Allah - fokusnya adalah memuji Allah. Disinilah kita baru memulai dzikir yang sesungguhnya. Dan inilah makna dzikir yang sebenarnya: ingat Dzat Allah dengan segala sifat Maha-Nya. Diri kita, 'hilang' terlupakan. Yang kita ingat hanya Allah.

Akan tetapi untuk bisa menghilangkan diri kita, dan 'menghadirkan' Allah dalam seluruh kesadaran kita, bukanlah pekerjaan instant. Butuh proses panjang, butuh pembelajaran, pemahaman dan latihan. Ada yang bisa melakukan dengan cepat, tetapi tidak sedikit yang perlu waktu lama, bertahun-tahun.

Dalam Diskusi ini saya hanya memberikan guidance alias tuntunan saja. Prakteknya harus kita latih sendiri. Dicoba, dievaluasi, diulangi lagi, dan seterusnya. Dicoba lagi, dievaluasi lagi, dan diulangi lagi. Syukur ada yang membimbing secara langsung.

Bahkan untuk memahami kata Subhanallah pun tidak akan habis kita bahas dalam Diskusi ini. Namun demikian, Diskusi-Diskusi saya lainnya banyak bercerita tentang kedahsyatan Dzat Allah. Dan itulah yang saya maksudkan dengan Subhanallah. Maha Suci Allah. Maha Hebat Allah. Bukan Sekadar Maha Bersih. Atau, Maha Suci dari segala kekurangan...

Makna Maha Suci itu diantaranya dijelaskan oleh ayat berikut ini.

QS. Ali Imran (3) : 191
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring, serta mereka selalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Ayat ini sangat sering saya jadikan contoh, dan telah saya bahas secara mendetil pada Diskusi PUSARAN ENERGI KA'BAH. Karena itu tidak akan saya ulang lagi. Intinya: seseorang akan bisa menghayati makna subhanallah secara mendalam jika sudah mempelajari berbagai ciptaan Allah di alam semesta. Sampai dia memahami betul. Sampai bisa mengucapkan : Ya Allah, ternyata tidak ada yang sia-sia dalam semua ciptaanMu. Barulah dzikirnya keluar: Subhanaka! Hebat sekali Engkau, ya Allah...!

Inilah langkah kedua dalam Dzikir Dasar. Memahami dan merasakan Kehebatan Allah. Sampai bergetar hatinya. Bergetar seluruh tubuhnya. Dengan getaran yang lembut. Bukan berguncang-guncang. Apalagi sampai tak terkendali. Rasanya seperti kesemutan ringan, mulai dari ubun-ubun sampai ke ujung kaki.

Getaran lembut itu semakin tinggi, dan akan menghasilkan aura jernih. Warna cahaya aura yang dicapai saat tune in, dalam fase ini akan menjernih. Bergerak di warna-warna terang.

Semakin intensif tasbihnya akan semakin terang warna auranya. Bagi mereka yang sudah terbiasa dengan dzikir yang efektif, pada langkah pertama ini sudah akan bisa mencapai warna keputih-putihan. Meskipun tidak terlalu jernih. Biasanya masih bercampur dengan warna-warna hijau, atau biru atau ungu.

Sangat jarang saya temui, warna putih bercampur dengan warna-warna bawah, seperti merah, jingga dan kuning. Biasanya minimal dengan warna hijau. Sekali, saya pernah menemui warna merah bercampur dengan putih. Tapi terjadi pada anak-anak. Pada anak-anak, memang bisa terjadi kombinasi dan lompatan warna-warna aura yang lebih bebas, dan bervariasi...

3. Alhamdulillah

Langkah ke tiga adalah berucap alhamdulillah. Segala puji hanya bagi Allah. Fokusnya juga kepada Allah. Ingat Allah. Bukan ingat segala macam. Termasuk juga bukan ingat diri kita sendiri.

Memang, kita berucap alhamdulillah karena Allah telah memberikan segala kenikmatan kepada kita. Maka kita bersyukur kepadaNya.Tetapi jangan sampai kita terjebak kagum kepada diri kita sendiri. Karena telah diberi berbagai kelebihan oleh Allah. Kalau itu yang terjadi, maka kita bukan dzikrillah, ingat kepada Allah. Melainkan dzikrina, ingat kepada diri kita sendiri. Allah mengajarkan sebagai berikut.

QS. Al Baqarah (2) : 152
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

Dengan jelas, Allah mengajari kita agar berdzikir kepadaNya. Jika kita ingat kepadaNya, maka Allah pun akan ingat kepada kita.
Inilah langkah ke tiga dari Dzikir Dasar. Bersyukur kepada Allah atas segala nikmatNya: Alhamdulillah..

Lantas, Allah menyambut orang yang bersyukur kepadaNya dengan syukur pula. Barangsiapa bersyukur kepada Allah atas segala nikmatNya, maka Allah akan menambah kenikmatamya. Itulah yang terjadi di fase kedua ini.

QS. Ibrahim (14) : 7
Dan ingatlah, ketika Tuhanmu berkata: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.

Maka, ketika menghayati lafadz alhamdulillah ini, kita akan merasakan peningkatan kekhusyukan lebih dalam. Allah menambahkan kenikmatan kepada orang yang bersyukur! Syukur yang sesungguhnya. Syukur yang memuji Allah. Syukur yang berterima kasih setulus-tulusnya. Itulah hikmah yang disampaikan Luqman kepada anaknya.

QS. Luqman (31) : 12
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, (ketika mengatakan kepada anaknya): Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Pada fase bersyukur ini, warna aura akan semakin jernih. Allah meningkatkan kualitas jiwa kita pada saat berdzikir. Dan akan tampak pada aura yang terekam.

'Alhamdulillah' bisa dijadikan booster untuk mendorong efektifitas dzikir kita. Asalkan, dibarengi dengan kepasrahan yang muncul dari keikhlasan hati paling dalam. Betul-betul memuji Allah Yang Maha Terpuji. Dan betul-betul bersyukur kepada Allah Yang Maha Mensyukuri...

QS. Faathir (35) : 30
agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.

Maha Mensyukuri adalah salah satu sifat Allah yang selalu memberikan lebih banyak, ketika kita berterima kasih atas segala pemberiannya. Apa pun bentuknya. Kita bersyukur tentang rezeki, Allah akan member rezeki lebih banyak. Kita bersyukur tentang kesehatan, Allah juga akan memberikan lebih baik lagi. Kita bersyukur atas ilmu, Allah pun akan memberikan hikmah lebih mendalam lagi. Demikian pula dalam berdzikir, syukur itu akan memberikan dorongan kekhsuyukan lebih tinggi, dan lebih tinggi lagi...

4. Allahu Akbar

Langkah ke empat adalah membaca takbir. Inilah lafadz yang digunakan Allah untuk menggiring kekhusyukan shalat. Kalimat dzikir yang paling banyak diucapkan oleh orang yang sedang shalat adalah takbir. Dimulai dengan Takbiratul Ihram. Dan mengiringi setiap gerakan dengan Takbir.

Kenapa kok menggunakan kalimat Takbir? Intinya adalah untuk merendahkan dan mengecilkan diri kita sekecil-kecilnya di hadapan Dzat Yang Maha Besar, Tak Berhingga Besarnya.

Karena kita seringkali merasa diri kita ini besar. Pusat Perhatian. Pusat kepentingan. Pusat kekuasaan. Pusat keberadaan. Dan pusat segala-galanya. Kita mengukur segala yang ada dan semua peristiwa dari kepentingan kita sendiri. Kalau tidak menguntungkan kita, maka semua itu tidak penting dan tidak perlu. Bahkan tidak ada...

Maka, Allah membalik semua itu. Dia mengajarkan bahwa diri kita ini kecil. Kita memang ada. Bukannya tidak ada. Tapi sekali lagi, kita ini kecil. Bahkan sangat kecil! Tidak percaya ?

Cobalah anda naik pesawat terbang. Pilih tempat duduk di sebelah jendela. Lantas amatilah sosok manusia di daratan dari jendela pesawat yang sedang terbang itu. Maka anda akan tahu bahwa manusia ini begitu kecilnya. Awalnya sih cukup besar. Tapi setelah anda mencapai ketinggian 3-4 kilometer, sosok manusia itu kelihatan semakin kecil. Dan ketika mencapai ketinggian terbang 10 km, manusia pun sudah tidak terlihat lagi.

Padahal, kalau mau, pesawat itu bisa terbang lebih tinggi lagi. Tebal atmosfer kita kurang lebih 1.000 km. Kalau kita lihat dari ketinggian itu, maka sosok manusia adalah ibarat debunya bumi! Tidak ada apa-apanya dibandingkan planet ini.

Kalau anda mau lebih tinggi lagi, naiklah pesawat luar angkasa. Katakanlah kita bergerak menjauhi matahari, ke arah planet Mars, Jupiter, saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto, dan Xena. Maka kita berada pada jarak Miliaran kilometer dari Bumi. Apa yang bakal anda saksikan? Bumi ternyata adalah planet kecil di tatasurya ini. la bagaikan sebutir debu dalam tata surya.
Ah, apalagi manusia. Ternyata kita hanyalah debunya debu. Sebutir debu kecil yang bertengger di debu lainnya yang 'agak besar' bernama Bumi.

Kalau anda punya kesempatan untuk bergerak lebih jauh lagi, anda akan menyaksikan betapa tatasurya ini pun bagaikan sebutir debu dari benda yang 'lebih besar' yang disebut galaksi. Ya, tatasurya kita ini adalah debunya galaksi Bima Sakti.

Dan seterusnya, galaksi Bima Sakti adalah debunya Superkluster. Superkluster itu debunya alam semesta langit pertama, debunya langit kedua, debunya langit ketiga, dan seterusnya sampai langit ke tujuh. Dan langit yang ke tujuh itu debunya Arsy Allah. Akhirnya, Arsy Allah itu debunya Dzat Allah yang Maha Besar...
ALLAHU AKBAR,
Sungguh ALLAH BENAR-BENAR MAHA BESAR ... !!
Manusia ini adalah makhluk yang benar-benar kecil. Bahkan kalau ada pilihan kata yang bisa menggambarkan lebih kecil dari 'kecil', saya akan memakai kalimat itu. Atau kita sebut : amat sangat kuueeecill sekali ... !!

Maka kalimat Allahu Akbar dipilih oleh Allah untuk membangun kesadaran bahwa kita ini kecil tak ada apa-apanya. Tak berdaya apa-apa. Allah adalah Dzat yang sangat layak untuk dipuji-puji Kebesaramya, karena DIA memang MAHA BESAR.

Inilah langkah ke empat dalam Dzikir Dasar yang digunakan untuk 'menghancurkan' ego kemanusiaan kita. Ego kita langsung dibandingkan dengan EGO Allah. Maka, hancurlah kesombongan kita selama ini. Hancurlah arogansi. Dan hancur pula segala keaku-an kita. Allah adalah Dzat yang Maha Berkuasa dan Maha Perkasa. Tiada bandingnya...

Tiba-tiba warna aura kita bergerak semakin jernih dan terang. Karena ego kemanusiaan kita memudar. Yang muncul adalah cahaya ketuhanan yang terang benderang...

Cakra-cakra di seluruh tubuh sedang bergerak menuju keseimbangan alamiahnya. Cakra Dasar aktif dengan warna merahnya. Cakra Seks aktif dengan warna jingganya. Cakra Solar Pleksus terbuka dengan warna kuning. Cakra Jantung bergetar dengan warna hijau. Cakra Tenggorokan membesar dengan cakra biru. Cakra Kening berpendar dengan warna nila. Dan Cakra Mahkota mengembang dengan warna ungu. 'Maka, keselarasan seluruh warna itu melebur menjadi warna putih...!

5. Laa ilaaha illallah

Inilah puncak dari Dzikir Dasar. Langkah kelima ini berfungsi menyempurnakan efek langkah-langkah sebelumnya. Dimulai dengan mohon ampun dan merendahkan diri sebagai 'pintu masuk' berkomunikasi dengan Allah. Dilanjutkan dengan memuji Allah Sang Maha Suci atas segala kekurangan dan kelemahan. Meniadakan ingatan akan diri sendiri, dan membangun ingatan hanya kepada Allah.

Diteruskan dengan membaca alhamdulillah untuk membooster efektifitas dzikir. Karena Allah setalu memberikan lebih banyak dari yang kita syukuri. Dan Allahlah yang mengatur dan mengendalikan segala kebutuhan kita.
Langkah ke empatnya kita masuk ke suatu kondisi 'penghancuran' ego pribadi, dan memunculkan EGO Allah yang bersifat universal. Allah meliputi seluruh alam semesta. Dialah yang Maha Besar dari segala yang besar. Dialah yang mengendalikan pusaran energi yang tiada terhingga ukurannya. Dan mengendalikan kerajaan dari Arsy-Nya yang mulia.

Maka langkah ke 5 adalah langkah penyempurnaan, untuk 'melenyapkan' segala-galanya dari kesadaran kita, kecuali Allah saja. Tiadalah yang ada ini, kecuali Dia yang benar-benar ada. Laa ilaaha illallah...

Langkah 'penghancuran' ego lewat kalimat Allahu Akbar belum sempurna jika tidak diikuti oleh 'peniadaan' diri lewat kalimat tauhid itu. Inilah inti dari seluruh tujuan dzikir kita. Bahkan inilah inti sebenarnya dari pelajaran agama kita.

Kalimat Tauhid inilah yang diwariskan secara turun temurun dari nabi ke nabi. Dari rasul-rasul terdahulu ke para rasul kemudian. Substansi agama yang tidak pernah berubah sejak zaman manusia pertama sampai akhir zaman nanti.

QS. Zukhruf (43) : 28
Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.

QS. Al Anbiyaa' (21) : 92
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.

QS. Al Mukminuun (23) : 52
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.

Maka, berdzikir dengan melafadzkan kalimat tauhid ini bagaikan menanamkan kembali kesadaran akan tujuan utama kita beragama. Begitulah Allah mengajarkan dalam ayat di atas: "supaya mereka (seluruh manusia) kembali kepada kalimat tauhid..."

Inilah memang puncak dzikir kita kepada Allah: munculnya kesadaran tauhid bahwa kita harus kembali meng-Esakan Allah sebagai satu-satunya Penguasa Jagad semesta...!

Ketika kita bisa mencapai kekhusyukan tertinggi itu di dalam dzikir, maka aura kita akan memancarkan warna putih terang benderang. Seluruh frekuensi cakra kita bergetar dalam harmoni dan keselarasan. Dan bukan hanya selaras, melainkan terang benderang...

lnilah yang disebut Allah dalam berbagai ayatNya, bahwa orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan bakal memancarkan cahaya yang terang benderang di hari kiamat nanti. Di ayat yang lain disebut wajah mereka putih berseri-seri.

QS. Al Hadiid (57) : 12
(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mu'min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya. ltulah keberuntungan yang banyak.

QS. Ali Imran (3) : 107
Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah; mereka kekal di dalamnya.

Sampai sekarang saya belum menemukan orang-orang yang memancarkan cahaya seperti itu. Maksimal hijau keputih-putihan. Atau biru keputih-putihan. Atau pun ungu keputih-putihan. Bukan putih murni. Apalagi yang terang benderang. Barangkali hanya orang-orang setingkat nabi dan rasul saja yang bisa memancarkan aura seperti itu...

Kita semua sedang berusaha untuk mencapai warna itu. Dari pengamatan yang saya lakukan kebanyakan mereka yang rajin shalat dan berdoa, biasanya sudah memiliki aura di atas rata-rata. Kecuali jika dia sedang sakit, menyimpan masalah, tertekan, atau dalam kesibukan tinggi yang menyita energinya.

Secara umum, kunci tingginya aura itu terletak pada kepahaman tauhid. Jika Tauhidnya sudah benar, insya Allah warnanya akan menjadi selaras, menuju ke warna putih terang. ltulah manifestasi dari kalimat dzikir : Laa ilaaha illallah. Tidak ada 'yang lain-lain' kecuali DIA saja. Sang Harmoni Sejati. Sang Keselasaran Hakiki...!

Pada orang-orang yang tauhidnya salah, dalam pengamatan yang saya lakukan, ternyata auranya tidak bergerak. Meskipun dipakai untuk berdzikir atau bermeditasi. Yang merah, tetap aja merah. Yang kuning, ya tetap aja kuning. Ini memang sangat menarik. Dan saya masih terus melakukan pengamatan untuk memperoleh data yang lebih representatif dan valid.

Tetapi, saya mencurigai, dan berasumsi bahwa mereka yang tauhidnya salah itu, dzikir dan perbuatamya tidak akan berdampak. Kata Allah, seperti orang yang ingin minum dan mengambil air dengan kedua telapak tangan terbuka, tentu saja tidak sampai ke mulutnya...telapak tangamya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, tetapi air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do'a orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.

QS. Ar Ra'd (13) : 14
Hanya bagi Allah-lah do'a yang benar. Dan berhalaberhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membuka kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.

QS. Al Kahfi (18) : 104
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatamya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.

(firliana Putri)

0 komentar:

 
Terimakasih Atas kunjungan Anda, Semoga Semuanya Dapat Memberikan Manfaat Bagi Kita Semua