(Persembahan Untuk Para Sahabat)
Sahabat adalah dorongan ketika engkau hampir berhenti, petunjuk jalan ketika engkau tersesat, membiaskan senyuman sabar ketika engkau berduka, memapahmu saat engkau hampir tergelincir dan mengalungkan butir-butir mutiara doa pada dadamu...Ikhwan and akhwat...moga hati kita dipertautkan karena-Nya
Terimakasih Telah Menjadi Sahabat Dalam Hidup kami

rss

Kamis, 24 April 2008

Mengembalikan Kejayaan Batik Lasem, Ikuti Pameran, Gandeng Desainer Terkenal

Oleh Djamal Abdul Garhan

APA kelebihan batik tulis lasem? Warga Rembang umumnya mengatakan, nilai seni batik tulis ini terletak pada motif. Sedikitnya ada lima motif, yaitu tiga negeri, empat negeri, kawung, rawan, dan kendoro-kendiri.

Pembuatan batik tulis lasem melalui proses yang cukup panjang. Untuk menyelesaikan satu potong batik tulis, menurut Naomi, perajin batik asal Lasem, waktu yang dibutuhkan cukup beragam. Bisa menghabiskan waktu 2-3 hari, bahkan ada sampai 6-8 bulan. Semua tergantung tingkat kerumitannya.

Pembuatan batik dilakukan secara kumulatif, artinya masing-masing orang mengerjakan satu tahapan, mulai dari pembuatan pola (nglengkreng) , menutup bagian yang tidak berpola (nembok), dan mewarnai (nerusi).

Tahap nerusi ini bisa mencapai tiga kali proses, bergantung pada berapa warna yang digunakan. Semakin banyak warna yang digunakan, semakin lama pula prosesnya. Itu sebabnya, batik tulis lasem terkenal mahal harganya. Di pasaran umum, selembar kain batik rata-rata dijual Rp 350.000 - Rp 500.000. Bahkan ada yang lebih mahal lagi, sampai Rp 2 juta.

Harga yang mahal ini pula, batik tulis lasem sempat tergusur oleh batik cap atau batik printing buatan daerah lain yang harganya jauh lebih murah. Hal itu menjadikan pasar batik tulis lasem lesu.

”Sejak munculnya batik printing, di era 1990-an, kondisi batik tulis lasem menjadi lesu,” ucap Naomi yang kini memiliki koleksi sekitar 300 potong.
Keadaan tersebut lebih diperparah adanya krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Penjualan batik tulis menjadi sangat merosot dan akibatnya banyak perajin batik tulis yang gulung tikar.

Generasi Penerus

Menurutnya, dari sekitar 150 perusahaan batik tulis yang dulu ada di daerah ini, sekarang yang masih bertahan tinggal 30 perajin, salah satunya adalah miliknya. Selain karena faktor harga, keterpurukan usaha batik tulis juga disebabkan oleh semakin langkanya generasi yang menekuni profesi ini. Umumnya angkatan muda dari Lasem lebih memilih merantau dari pada mempertahankan tradisi membatik.

Beberapa perajin batik di Lasem umumnya mengaku, sekarang anak-anak mereka sudah bekerja di luar daerah, sehingga tidak ada penerus yang melanjutkan usahanya. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi dengan usahanya kelak.

Merasakan lesunya industri batik tulis ini, banyak pengusaha yang mencoba bangkit lagi, dengan cara menurunkan harga jual, tetapi tetap mempertahankan kualitas produksinya. Seperti yang dilakukan Sugiyem, asal Pancur.

Perajin batik tulis ini sekarang bisa melayani pembeli dengan harga cukup murah, yakni sekitar Rp 65 ribu-Rp 150 ribu/potong. Dia adalah warga pribumi yang tergolong sukses menekuni usaha tersebut. ”Saya ingin batik lasem kembali terkenal dan jaya seperti dulu,” katanya.

Lain halnya pengakuan Santoso, pengusaha batik Lasem cap Pusaka Beruang ini mengatakan, ada beberapa kelebihan yang menjadikan batik Lasem mampu bertahan hingga sekarang. Salah satunya adalah menyangkut corak yang tidak menganut pakem.

Motif batik Lasem merupakan hasil kreasi dari para seniman batik asal daerah setempat, sehingga tak ada duanya dengan hasil produksi daerah lain.
Itu sebabnya, corak batik lasem terus mengalami perubahan sesuai dengan zamannya. Namun sebagian besar motifnya diilhami oleh kekayaan hasil laut. ”Maklumlah, kami berada di daerah pantai.”

Ia menambahkan, batik lasem memiliki banyak motif. Namun motif satu dengan lainnya tidak ada yang sama, karena proses pembuatannya melalui lukisan tangan pembatik. Itu sebabnya, selembar kain batik harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Semakin lama proses pembuatannya, kian mahal harganya.

Hal yang menarik, sekarang ini banyak orang yang memburu batik tulis Lasem buatan tahun 70-an ke bawah. Semakin kuno semakin diburu orang. Harganya tak tanggung-tanggung, selembar kain batik bisa laku dijual Rp 3 juta-Rp 10 juta, bahkan bisa lebih mahal lagi.

Beberapa pengusaha melakukan kerja sama dengan desainer (perancang busana) dari kota-kota besar. ”Langkah ini memang masih awal. Kami berharap, batik lasem bisa meraih kejayaannya kembali,”ucap Santoso. (79)

0 komentar:

 
Terimakasih Atas kunjungan Anda, Semoga Semuanya Dapat Memberikan Manfaat Bagi Kita Semua